Oleh: Dina Angelina
Independen- Setiap malam, Syarifah, perempuan berusia 47 tahun itu harus terjaga. Tak ada cara lain untuk mendapatkan air bersih kecuali menunggu hingga kran air mengalir. Ia bersama suami bergantian menunggu kapan air kembali mengalir. Jika mereka terlelap, lupa menampung air sama artinya melewatkan kesempatan.
Lokasi rumah Syarifah masuk wilayah Kelurahan Gunung Sari Ulu, Balikpapan Tengah, yang memiliki topografi perbukitan. Akibatnya air sulit mengalir di waktu dan kondisi normal. Tekanan air yang tak seberapa besar tidak mampu menyuplai air hingga ke dataran tinggi. Berharap 24 jam air bisa mengalir, bak mimpi di siang bolong.
Meski rela begadang, kran air kenyataannya tetap jarang menyala. Tidak mengalir hingga dua pekan menjadi hal yang biasa. Terdesak, mereka harus membeli air. Sekurangnya merogoh kantong Rp150 ribu per tandon untuk kapasitas 1.200 liter. Namun saat musim kemarau, air bisa dijual hingga Rp300 ribu per tandon.
Saat ini, air bersih menjadi barang mahal bagi warga Kelurahan Gunung Sari Ulu, Balikpapan Tengah. Kondisi ini sudah terjadi nyaris satu dekade. Apalagi pertumbuhan penduduk di Balikpapan begitu masif membuat kebutuhan air meningkat drastis.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) total penduduk Balikpapan lebih dari 1,2 juta di siang hari. Dari jumlah tersebut, total kebutuhan air baku sebesar 3.856 liter per detik. Sementara kapasitas tersedia 1.300 liter per detik, total defisit sudah mencapai 2.556 liter per detik.
Sementara Perumda Tirta Manuntung Balikpapan (PTMB) mencatat tingkat defisit air di Balikpapan mencapai 803 liter per detik pada 2023. Saat ini, total kapasitas air baku terpakai 1.446 liter per detik dengan jumlah pelanggan 116.389 sambungan rumah (SR). Teranyar jumlah daftar tunggu sambungan mencapai 13 ribu SR.

Rencana Distribusi Bendungan Sepaku Semoi Berubah
Ketersediaan sumber air baku menjadi tantangan utama di Balikpapan. Tak ada sumber mata air dan sungai dengan debit besar, sebaliknya hanya bergantung pada waduk tadah hujan. Akibatnya jumlah air baku terbatas hanya dari Waduk Manggar berkapasitas 1.100 liter per detik dan Waduk Teritip 270 liter per detik.
Total kapasitas air baku eksisting kurang lebih 1.570 liter per detik. Termasuk penggunaan empat sumur IPAM Kampung Damai (58 liter per detik), dua sumur IPAM ZAMP (10 liter per detik), enam sumur IPAM Gunung Sari (140 liter per detik), dan dua sumur IPAM Kampung Baru (20 liter per detik). Total terdapat 14 sumur dalam dengan kapasitas 228 liter per detik.
Itu baru mampu memenuhi cakupan layanan 70 persen. Pemkot Balikpapan sejak satu dekade lalu telah membidik sumber air baku dari Sepaku Semoi. Sebab dari sisi jarak, Penajam Paser Utara (PPU) sebagai kota tetangga memiliki jarak paling dekat yakni 50 kilometer. Sehingga diyakini dapat membantu suplai air ke Balikpapan.
Kabid Penyehatan Lingkungan Permukiman Dinas Pekerjaan Umum (PU) Balikpapan, Nurlaili mengatakan, awalnya ada tiga sumber air baku yang berpotensi menyuplai air bersih untuk Balikpapan. Yakni, Embung Aji Raden kapasitas 150 liter per detik, Bendungan Teritip 20 liter per detik (idle capacity), dan Bendungan Sepaku Semoi 1.000 liter per detik.
Bendungan Sepaku Semoi lanjutnya, merupakan opsi paling potensial untuk mengatasi krisis air baku. Pemkot Balikpapan dan Perumda Tirta Manuntung Balikpapan (PTMB) atau PDAM berupaya agar rencana ini bisa terealisasi.
Mereka sempat melakukan kajian rencana pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) Sepaku Semoi dengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Dimana studi pendahuluan KPBU turut dibantu oleh Bappenas. Dalam dokumen awal, nilai investasi mencapai Rp2 triliun dengan masa konsesi 20 tahun.

Namun penetapan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kaltim pada Agustus 2019 mengancam rencana pembangunan SPAM Sepaku Semoi. Sebelumnya rencana distribusi air dari Bendungan Sepaku Semoi terdiri dari Balikpapan 2.000 liter per detik. Kemudian PPU 500 liter per detik.
Setelah penetapan IKN di Kecamatan Sepaku, PPU membuat skema produksi berubah. Yakni 2.000 liter per detik untuk IKN dan 500 liter per detik untuk Balikpapan. Kapasitas ini dianggap terlalu kecil dan tidak sebanding dengan nilai investasi SPAM Sepaku Semoi.
Kementerian PUPR membangun Bendungan Sepaku Semoi yang berlokasi di Desa Tengin Baru, Kecamatan Sepaku, PPU. Pembangunan mulai berjalan Juli 2020. Bendungan Sepaku Semoi memiliki luas genangan 280 hektare dan kapasitas tampung 10,6 juta m³. Nilai proyek Rp556 miliar dengan kontraktor PT Brantas Abipraya, PT Sacna, dan PT BRP (KSO). Bendungan ini berfungsi mereduksi banjir 55,26 persen.
Presiden Joko Widodo didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono telah melakukan pengisian awal (impounding) Bendungan Sepaku Semoi pada 21 September 2023 lalu. Menteri Basuki mengatakan, Bendungan Sepaku Semoi siap menjadi penyedia air baku untuk IKN hingga 2030.
Pupus, PTMB Pesimis Soal SPAM Sepaku Semoi
Persoalan krisis air baku sudah dibahas Pemkot Balikpapan sejak 2010 silam. Termasuk opsi mengambil air dari Bendungan Sepaku Semoi masuk dalam rencana jangka panjang. Mengingat rencana awal distribusi air dari Bendungan Sepaku Semoi terdiri dari Balikpapan 2.000 liter per detik dan PPU 500 liter per detik.
Namun kini berubah Balikpapan hanya mendapat jatah 500 liter per detik. Sementara 2.000 liter per detik untuk IKN. Kapasitas ini dianggap terlalu kecil dan tidak sebanding dengan nilai investasi SPAM Sepaku Semoi. Pemkot Balikpapan berupaya melobi pemerintah pusat agar mendapat 1.000 liter per detik.
Angka itu sesuai dengan studi pendahuluan KPBU SPAM Sepaku Semoi yang telah disusun bersama Bappenas. Sayang hingga kini upaya belum membuahkan hasil. Alias nihil karena keputusan pemerintah pusat tidak berubah.
Kepada Kaltim Post, Direktur Utama Perumda Tirta Manuntung Balikpapan (PTMB) Yudhi Saharuddin mengatakan, masalah krisis air baku kerap disampaikan kepada pusat. Dia menegaskan, PTMB hanya sebagai operator yang mendistribusikan air. Sementara soal penyediaan air baku juga tetap tanggung jawab pemerintah pusat.
Sedangkan pemerintah pusat hingga kini belum mengubah keputusan. Balikpapan hanya mendapat jatah 500 liter per detik dari Bendungan Sepaku Semoi.
“Saya sudah cek kapasitas produksi Sepaku Semoi hanya sekitar 2.100 liter per detik. Itu pasti hanya untuk memenuhi kebutuhan IKN,” sebutnya.
Dia pesimis Balikpapan bisa mendapat suplai dari Bendungan Sepaku Semoi. Yudhi menilai rencana SPAM Sepaku Semoi sudah tak lagi potensial. Apalagi jika hanya dengan suplai 500 liter per detik. Menurutnya tetap tidak sebanding antara biaya dan manfaat yang bisa diambil.
“Siapa mau tanggung kerugian. Apalagi nilai investasi ini butuh dana triliun, berapa yang harus masyarakat bayar dan berapa yang kami bayar ke badan usaha,” tuturnya.
Dia mengakui, perencanaan SPAM Sepaku Semoi melalui KPBU masih dalam proses. Teranyar tahap analisis kelayakan finansial proyek.
“Walau mampu secara finansial, tapi harus berpikir bagaimana sisi kontinuitasnya. Saya lihat sekarang potensinya kurang,” imbuhnya.
Pihaknya justru melirik pembangunan SPAM regional dengan memanfaatkan Sungai Mahakam sebagai sumber air baku. Menurutnya opsi ini lebih memungkinkan untuk mengatasi krisis air baku.
“Kalau memang tidak mungkin mengambil dari Sepaku Semoi, lebih baik batal saja bangun SPAM Sepaku Semoi. Tapi langsung mengambil air dari Sungai Mahakam,” ungkapnya.
Apalagi IKN juga berharap ada sumber air baku baru untuk menutupi kebutuhan di sana.
“Kami mulai berpikir bagaimana percepatan pembangunan SPAM regional dari Sungai Mahakam,” sebutnya.
Apabila Balikpapan bisa mendapat suplai air hingga 2.000 liter per detik, Yudhi meyakini kesulitan air yang selama ini setiap tahun dirasakan warga Kota Minyak bisa teratasi.
Dia bercerita, Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud sudah mengirim surat resmi kepada Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim Akmal Malik dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Isinya mendorong pembangunan SPAM regional menjadi proyek prioritas kedaruratan tinggi dan masuk proyek strategis nasional (PSN).
“Karena Kementerian PUPR seharusnya bertanggung jawab menyediakan air baku,” tegasnya. Ketika ada kesempatan rapat dengan Kementerian PUPR, pihaknya sudah sekian kali menyampaikan PTMB merupakan operator. Namun tetap penyediaan sumber air baku yakni Kementerian PUPR.
Balikpapan Butuh Perhatian Serius
Kepala Bappeda Litbang Balikpapan, Murni menjelaskan, rencana SPAM Sepaku Semoi hingga kini masih dalam proses.
“Semua opsi mengatasi krisis air baku kami jalankan. Termasuk SPAM Sepaku Semoi maupun SPAM regional,” ucapnya.
Terkait SPAM Sepaku Semoi, teknisnya Balikpapan akan menerima air mentah dan mengelola sendiri.
“Perkiraan lokasi pengelolaan air ini bisa di Kilometer 26 atau Kilometer 27 (Jalan Soekarno-Hatta). Kami masih proses KPBU,” jelasnya.
Murni mengakui, persoalan air di Balikpapan seharusnya sudah menjadi ranah nasional. Dia berharap Balikpapan sebagai kota penyangga IKN bisa mendapat perhatian eksklusif.
Sejak resmi menyandang status kota penyangga, jumlah orang yang lalu lalang di Balikpapan meningkat. Tentu kebutuhan air semakin meningkat. Belum lagi keberadaan aparatur sipil negara (ASN) di Balikpapan.
“Sejak 2010 kami sudah dorong membahas kebutuhan air baku,” ujarnya.
Dalam master plan penyediaan air baku PDAM, opsi SPAM Sepaku Semoi dan SPAM regional sudah termuat.
“Saat itu belum ada Tol Balikpapan - Samarinda. Kendalanya butuh pembebasan lahan. Akhirnya lebih memilih opsi Waduk Manggar dan Waduk Teritip, namun tentu jumlah penduduk tidak sepadat sekarang,” katanya.
PTMB: Defisit Air Sudah 1.953 Liter per Detik
Manajer Litbang PTMB Kohirudin menyebutkan, pihaknya kini menghadapi beragam tantangan. Misalnya pelayanan eksisting minus banyak daerah yang tidak memiliki pelayanan 24 jam. Masalah topografi Balikpapan dengan wilayah berbukit yang membuat penggunaan sistem pompa dalam pendistribusian air.
Serta tantangan penambahan penduduk dampak IKN. Pihaknya memprediksi laju pertumbuhan penduduk progresif sebesar 2,5 persen selama 2024-2034. Kebutuhan air berdasarkan proyeksi pertumbuhan normal pada 2023 sebesar 2.407 liter per detik dengan jumlah penduduk 760.183 jiwa.
Berdasarkan kapasitas yang tersedia sekarang 1.500 liter per detik. Artinya terjadi defisit 907 liter per detik. Sedangkan kondisi riil saat ini dengan keberadaan IKN, prediksi jumlah penduduk Balikpapan sudah mencapai 1.027.403 jiwa. Ada pun total membutuhkan air sebesar 3.253 liter per detik.
“Maka dari kapasitas tersedia 1.500 liter per detik, total defisit sudah mencapai 1.953 liter per detik,” bebernya. Solusinya mencari sumber air baku yang handal dengan kuantitas dan kontinuitas dengan baik. Mengingat saat ini kuantitas, kualitas, dan kontinuitas sumber air baku masih tergantung musim.
Tunggu Perhatian Pusat untuk Kota Penyangga IKN
Tak hanya Balikpapan, Penajam Paser Utara (PPU) juga sudah menaruh harapan terhadap Bendungan Sepaku Semoi. Mengingat lokasi bendungan ini sebelumnya berada di Desa Tengin, Sepaku yang masih bagian dari wilayah PPU. Harapan sirna, faktanya IKN saja perlu tambahan sumber air baku di masa mendatang.
Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) PPU Ali Mustofa mengatakan, sementara ini PPU berusaha menyesuaikan dengan kapasitas yang ada. Artinya tidak kekurangan air baku, tapi juga bukan berarti berlebihan. Sehingga tetap harus mencari sumber air baku baru.
Terutama jika terjadi ancaman El Nino maupun pertumbuhan penduduk beberapa tahun tahun mendatang. Pasokan air baku eksisting yakni water treatment plant (WTP) Lawe-Lawe dengan kapasitas 250 liter per detik. Masih ada idle capacity karena kondisi air baku belum memenuhi. Produksi WTP Lawe-Lawe masih 150 liter per detik untuk mengaliri Kecamatan Penajam.
Selanjutnya WTP Bendungan Waru dengan kapasitas 20 liter per detik mencakup layanan untuk Kecamatan Waru. Kemudian WTP Babulu kapasitas 15 liter per detik, dan WTP Sepaku 20 liter per detik untuk Kecamatan Sepaku.
“Termasuk melayani ribuan pekerja dan permukiman yang terisi untuk pekerja proyek IKN,” sebutnya. Serta bantuan dari WTP Sotek kapasitas 5 liter per detik.
Menurutnya kondisi sumber air baku ini masih kurang untuk mendukung PPU sebagai Kota Serambi Nusantara.
Dia memberi contoh pembangunan Bandara VVIP dan Dermaga Logistik IKN di Desa Pantai Lango. Semua tentu membutuhkan suplai air bersih. Sementara yang ada di sana hanya memanfaatkan sumber air dari anak-anak sungai seperti Sungai Riko. Jadi tetap harus ada suplai sumber air baku baru.
Maka pihaknya sempat menargetkan Bendungan Sepaku Semoi untuk menyuplai air bersih di PPU.
“Rencana kami dulu kalau dapat suplai air baku Bendungan Sepaku Semoi, kami bisa meningkatkan kapasitas produksi sampai layanan,” ujarnya.
Sedangkan fakta yang ada sekarang tak lagi memungkinkan.
Ali menambahkan, Bendungan Sepaku Semoi saja masih kurang untuk memenuhi kebutuhan IKN. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono berencana membangun Bendungan Batu Lepek dan Bendungan Selamayu bagi IKN. Itu yang membuat Pemkab PPU harus bersiap jika terjadi kemarau mencari alternatif lain.
Misalnya meningkatkan kapasitas di WTP Waru dan WTP Lawe-Lawe. Menurutnya WTP Waru bisa maksimal 50 liter per detik memanfaatkan embung provinsi. Ada pun rencana jangka pendek tahun ini, Pemkab PPU ingin interkonekting saluran air antara Kecamatan Penajam dan Kecamatan Waru.
“Jangka panjang kami berharap bantuan dari pemerintah pusat untuk ketersediaan air baku,” tegasnya.
Sebab untuk mengandalkan sumur bor dalam, hasil tidak ada dan sulit dalam mengurus izin. Pihaknya khawatir jika terjadi kemarau panjang atau El Nino seperti tahun lalu.
“Lawe-Lawe ini sifatnya air limpasan dari air permukaan. Sama seperti di Balikpapan memanfaatkan cekungan,” tuturnya.
Sementara opsi paling potensial untuk PPU yakni memanfaatkan Bendungan Telake, Kecamatan Long Kali, Kabupaten Paser. Ini bersifat bendung gerak yang mampu mengaliri Kabupaten Paser dan Kabupaten PPU.
“Kapasitasnya bisa lebih dari 2.000.000 m³. Musim kemarau tidak pernah kering,” imbuhnya. Pemanfaatan beragam dari WTP, pertanian, dan lainnya.
Ali meyakini jalan keluar satu-satunya untuk mengatasi kekurangan sumber air baku di PPU melalui pemanfaatan Bendungan Telake.
“Kami berharap besar bantuan dari Kementerian PUPR bisa mendukung pembangunan Bendungan Telake,” sebutnya.
Dia menambahkan, informasi terakhir perencanaan pembangunan Bendungan Telake sudah berada di tingkat provinsi dan butuh pengajuan biaya menggunakan APBN.
“Itu harapan bagi kami jika tidak bisa mendapat suplai dari Bendungan Sepaku Semoi,” tegasnya.
Ali menjelaskan, minimal pemerintah pusat memperhatikan PPU sebagai kota penyangga atau serambi Nusantara. Apalagi ini bicara kebutuhan puluhan tahun mendatang.
Misalnya untuk menarik investor di PPU, mereka juga akan memikirkan dua hal seperti ketersediaan air dan infrastruktur jalan.
“Kalau tidak ada air, siapa investor mau melirik,” ucapnya.
Dia berpendapat, pemerintah pusat harus memberi perhatian agar PPU juga bisa berkembang menjadi kota Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions (MICE) seperti Balikpapan.
Serta perhatian dan solusi bagi kota penyangga IKN dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Ali mengakui, terlebih rencana awal memang mengambil air bersih dari Bendungan Sepaku Semoi. Namun setelah penetapan IKN oleh presiden, maka pemerintah daerah harus mendukung keputusan pemerintah pusat.
“Kejadian ini membuat kita harus mencari opsi alternatif lain,” imbuhnya.
Pertama jangka pendek meningkatkan kapasitas WTP yang ada. Kedua menyiapkan embung, walau kapasitas kecil cukup untuk kebutuhan regional. Selanjutnya menanti pemerintah pusat mewujudkan Bendungan Telake yang paling potensial bagi PPU.
Kementerian PUPR secara bertahap membangun infrastruktur untuk penyediaan sumber air baku. Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan IV sebagai perwakilan Kementerian PUPR telah membangun Bendungan Sepaku Semoi dengan kapasitas 2.500 liter per detik.
Hingga kini, distribusi Bendungan Sepaku Semoi masih 2.000 liter per detik untuk IKN dan Balikpapan 500 liter per detik. Soal kebijakan ini hanya bisa mengikuti keputusan pemerintah pusat.
“Tetap 500 liter per detik untuk Balikpapan, saya belum dengar ada perubahan,” kata Kepala BWS Kalimantan IV Yosiandi Radi Wicaksono.
Rencana awal bisa saja Bendungan Sepaku Semoi untuk menyuplai air Balikpapan dan PPU. Namun kenyataannya kala itu masih sebatas rencana dan belum sampai tahap konstruksi.
“Saat masuk konstruksi, Bendungan Sepaku Semoi penetapannya untuk IKN,” tuturnya.
Yosiandi menjelaskan, kebutuhan air baku di IKN akan dibantu oleh Bendungan Sepaku Semoi sebesar 2.000 liter per detik dan Intake Sungai Sepaku 3.000 liter per detik. Pihaknya memprediksi dua sumber air baku ini bisa memenuhi kebutuhan IKN hanya sampai 2035.
Artinya tetap mencari sumber air baku seiring pertumbuhan penduduk di IKN. Dia menyarankan, Balikpapan mengambil strategi lain yang paling memungkinkan dalam mengatasi krisis air baku. Misalnya menjalankan solusi jangka pendek dengan merampungkan pembebasan lahan Embung Aji Raden.
“Karena sudah lama terbangun tapi belum beroperasi, harus dilanjutkan. Tahun ini selesaikan pembebasan lahan,” ucapnya.
Nantinya Embung Aji Raden memproduksi 100 liter per detik. Begitu pula Bendungan Teritip masih bisa menambah kapasitas produksi 100 liter per detik.
Sementara Bendungan Sepaku Semoi sebagai opsi solusi jangka menengah untuk Balikpapan. Yosiandi menilai, jatah 500 liter per detik juga tidak terlalu sedikit.
“Seharusnya lumayan besar juga untuk menutupi defisit. Sedangkan solusi jangka panjang baru dari SPAM regional Sungai Mahakam,” ujarnya.
Rencananya dengan membangun Intake Sungai Mahakam. Saat ini belum ada kajian detil. Pihaknya akan melakukan kajian dasar, perhitungan kebutuhan biaya, hingga kelayakan terhadap rencana tersebut. Targetnya kajian Intake Sungai Mahakam bisa selesai akhir 2024.
Kajian dasar proyek SPAM regional Sungai Mahakam melihat kelayakan dari nilai konstruksi, biaya operasional, dan manfaat. Jika layak baru bisa berlanjut ke studi lingkungan dan dokumen perencanaan pengadaan tanah.
“Ini tahapnya masih lama, artinya solusi skala jangka panjang untuk mengatasi krisis air baku,” sebutnya.
Mengingat dalam pengusulan proyek perlu melalui semua tahapan. Termasuk izin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Sehingga untuk bisa terwujud butuh waktu tidak sebentar. Serta tantangan dalam proses pembangunan konstruksi. Masalah jarak terhalang 120 kilometer bisa memanfaatkan tol Balikpapan – Samarinda.
Dia berpesan agar Balikpapan bisa mengoptimalkan opsi jangka pendek dan menengah, sambil menunggu SPAM regional Sungai Mahakam.
“Kalau hanya nunggu Mahakam masih lama, jadi menurut saya harus melakukan opsi jangka pendek dan menengah dulu,” pungkasnya.
Pemerintah Daerah Harus Punya Perencanaan Matang
Krisis air baku bak masalah klasik di Kaltim. Bukan hanya Balikpapan, kondisi yang sama juga dialami Samarinda, Bontang, Penajam Paser Utara (PPU), dan sebagainya. Tak ada dampak El Nino saja, beberapa kota ini sudah kesulitan air. Bagaimana saat El Nino membuat masyarakat harus ekstra bijak menggunakan air.
Masalahnya karena banyak daerah di Bumi Etam memanfaatkan sumber air baku dari air permukaan. Wilayah Kaltim memiliki kondisi yang berbeda dengan Pulau Jawa yang dapat mengambil air tanah sudah bisa mengakses air bersih. Maka tentu butuh solusi dan treatment yang berbeda.
Ahli Perencanaan Dana Adisukma mengatakan, mengatasi kekurangan air baku ini membutuhkan komitmen pemerintah. Baik daerah sampai pusat. Apabila koordinasi lemah, maka solusi mengatasi krisis air baku bisa tidak tercantum dalam perencanaan pemerintah. Padahal seharusnya masalah ini merupakan prioritas bersama.
Terlebih ini kewenangan pemerintah memberikan pelayanan umum dalam hal air bersih kepada masyarakat. “Jadi perlu koordinasi intens agar perencanaan jalan, pemerintah daerah juga harus siap dengan perencanaan yang lengkap,” kata Wakil Ketua Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Kaltim.
Dia menambahkan, ibaratnya pusat akan membantu dari sisi keuangan seperti pembangunan infrastruktur. Namun mereka butuh perencanaan detil dari daerah agar bersedia memberi kucuran dana. Kemudian dukungan pembebasan lahan yang sudah beres, kajian sistem penyediaan air minum sudah ada, dan sebagainya.
Menurutnya jika semua dukungan ini sudah lengkap, pusat seharusnya tidak ada ragu lagi memberi bantuan. “Ini jadi autokritik bagi pemerintah daerah, harus siap dulu perencanaan baru minta ke pusat,” ucapnya. Dana meyakini, pemerintah pusat pasti punya dana dan tidak ada masalah. Apalagi ini masalah krusial.
“Kalau membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) saja mereka bisa, seharusnya bantu Balikpapan menyelesaikan masalah ini juga bisa,” imbuhnya. Kondisinya, IKN sudah memiliki perencanaan dan komitmen dari bawah. Seharusnya Balikpapan sebagai kota yang sudah terbangun lebih dulu sudah ada perencanaan.
“Ini harus menjadi misi bersama dari pemerintah, swasta, kelompok masyarakat untuk terus membahas kekeringan air,” tuturnya. Termasuk gagasan dari masyarakat, swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga perlu berjalan. Menurutnya dukungan dari bawah ini penting agar pemerintah cepat melek dan mengatasi masalah.
Dia menyarankan, masyarakat bisa mengambil aksi antisipasi kekeringan. Misalnya jangka pendek dengan panen air hujan. Setidaknya menutupi kebutuhan pribadi. Gerakan ini bisa mendorong pemerintah.
“Bahasa-bahasa masyarakat menyindir pemerintah, seharusnya pemerintah malu saat warga sudah bergerak,” ungkapnya.
Ketua Komisi II DPRD Balikpapan Suwanto menuturkan, Balikpapan terus kekurangan air bersih karena hanya mengandalkan waduk tadah hujan. Dia berharap Perumda Tirta Manuntung Balikpapan (PTMB) segera mencari cara lain. Termasuk menggunakan teknologi yang tepat.
“Kami tidak berpikir untuk kebutuhan 2025 saja. Ini berpikir panjang sampai 2045 bagaimana memenuhi kebutuhan air masyarakat,” tuturnya. Soal rencana pemerintah daerah mengambil air dari Bendungan Sepaku Semoi, namun terbatas kapasitas 500 liter per detik.
“Itu tidak cukup, mereka saja kekurangan untuk menutupi kebutuhan IKN. Bendungan Sepaku Semoi hanya bisa sampai 2034,” ucapnya. Maka tetap Balikpapan harus mencari sumber air baku lagi. Sebelumnya PTMB sempat menyinggung agar anggota legislatif mendorong rencana pembangunan SPAM regional Sungai Mahakam.
Terutama membuat SPAM regional menjadi proyek strategis nasional (PSN). Sebab ini dianggap opsi paling potensial. Sehingga dua sampai lima tahun ke depan, Balikpapan sudah terpenuhi kebutuhan air. Suwanto menyebutkan, DPRD Balikpapan setuju dan mendukung rencana tersebut.
Meski upaya ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Menurutnya SPAM regional bisa masuk rencana jangka menengah atau panjang. Tidak mungkin bisa selesai dalam satu atau dua tahun. “Boleh saja mencari opsi itu. Namun tetap mencari cara lain yang bisa eksekusi segera,” tegasnya.
Suwanto menjelaskan, pemenuhan layanan air bersih ini penting. Hal ini berkaitan dengan RPJMD 2021-2026. “Program wali kota, targetnya bisa melayani air bersih 80 persen. Semua demi kepentingan rakyat,” katanya. Target RPJMD memenuhi kebutuhan air bersih dan mengurangi jumlah daftar tunggu sambungan rumah (SR).
Namun justru daftar tunggu semakin bertambah. Semula dari total 7 ribu kini telah bertambah menjadi 13 ribu SR. Sementara itu, Penjabat (Pj) Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Makmur Marbun mengatakan, cakupan layanan air bersih melalui PDAM PPU baru sekitar 28 persen.
Pihaknya menargetkan cakupan layanan air sudah bisa mencapai 45 persen pada tahun ini. Meski sekarang tidak belum terlihat masalah air baku. Namun harus dikejar untuk kebutuhan puluhan tahun mendatang. “Kehadiran ibu kota jangan dianggap enteng. Masalah sumber air bersih menjadi kebutuhan utama,” bebernya.
Terlebih hal yang penting ketersediaan air baku di suatu daerah menjadi pertimbangan investor masuk. “Kalau tidak ada air, investor tidak mau. Maka kita mendorong adanya SPAM regional yang memanfaatkan Sungai Mahakam,” imbuhnya. Sehingga kota-kota penyangga IKN bisa menggunakan SPAM regional.
Sementara Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim Slamet Brotosiswoyo mengatakan, keberadaan air bersih tidak bisa dianggap sepele. Sebab berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. “Pertimbangan investor kalau mau datang ke Kaltim akan tanya soal infrastruktur, ketersediaan air, dan ketersediaan listrik,” tuturnya.
Dia menjelaskan, pemerintah juga bisa mengumpulkan pengusaha untuk melihat kepedulian pengusaha soal krisis air. Apalagi kalau air ini adalah kebutuhan pokok. Menurutnya bisa menggunakan teknologi maju. “Bagaimana memikirkan air bersama. Tinggal pemerintah jujur bagaimana pengelolaan CSR,” tuturnya.
Slamet menambahkan, Kaltim begitu kaya dengan ramai industri migas, batu bara, dan lainnya. Seharusnya bukan hal yang sulit mencari solusi bersama. “Perlu sinergi antara pemerintah dan pengusaha demi kepentingan rakyat. Kami bisa kumpulkan pengusaha saya yakin banyak, tinggal kemauan dan komitmen,” tandasnya.
*) Tulisan ini merupakan republikasi berita yang naik di portal Kaltimpost pada 14 Mei 2024. Liputan ini merupakan bagian dari program Fellowship “Mengawasi Proyek Strategis Nasional” yang didukung Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.