Oleh: Mujahid
INDEPENDEN- Di tengah euforia pembangunan di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) terselip kisah pilu terkait para pekerja kontruksi di kawasan tersebut. Mulai dari pembayaran upah yang tak sesuai janji hingga upah yang mandek.
Diantara mereka pekerja kontruksi ada yang memutuskan memilih untuk bekerja kontruksi lain di luar IKN dan adapula yang memilih pulang ke kampung halamannya. Tak jarang mereka para pekerja kontruksi IKN yang memutuskan balik ke kampung halamannya pada akhirnya harus merogoh kocek sendiri untuk keluar dari IKN.
Hal tersebut yang dirasakan Yadi (bukan nama sebenarnya) pria berusia 35 tahun, asal Sragen, Jawa Tengah. Datang bekerja ke IKN dengan harapan mendapatkan upah yang tinggi, agar dapat menghidupi keluarga di daerah asalnya.
Ia bercerita pertama kali berpikir untuk bekerja di proyek IKN pada pertengahan tahun 2023 lalu. Pada saat itu, ia meminta tolong kepada temannya yang kebetulan bekerja sebagai pekerja kontruksi di salah satu proyek IKN agar dapat dihubungkan dengan salah satu mandor pekerja di proyek IKN.
“Waktu itu saya minta dihubungkan melalui teman saya mas, agar dapat dihubungkan ke salah satu mandor pekerja di kontuksi IKN, nah waktu itu saya lansung dihubungkan mas melalui telepon dan upah yang ditawarkan juga cukup besar mas,” ungkap yadi saat dihubungi melalui sambungan telepon (04/10/24).
Yadi yang sehari-seharinya bekerja sebagai kuli bangunan di daerah asalnya mengaku tak berpikir panjang waktu itu. Karena menurutnya, nominal yang ditwarkan oleh sang mandor cukup besar yakni, mencapai Rp135 ribu per hari. Melebihi pendapatan harian yang ia dapatkan di daerah asalnya.
“Kesepakatan awalnya mandornya ngomong ke saya Rp135 ribu untuk per hari mas. Untuk waktu kerja dari pukul 8 pagi hingga jam 4 sore, itu belum terhitung lembur. Katanya upah lembur ada tambahan lagi sebesar Rp70 ribu. Jika ada jam lembur hingga pukul 8 malam,” beber yadi.
Dengan upah yang ditawarkan tersebut sedikitnya, Yadi akan memperoleh bayaran sebesar Rp3.375.000 jika bekerja ideal selama 25 hari tanpa lembur. Sedangkan UMK di Penajam Paser Utara pada tahun 2023 adalah sebesar Rp3.561.020. Memang tak sampai UMK PPU. Namun UMK tersebut dinilainya masih cukup tinggi di banding daerah asalnya.
Akhirnya ia pun menerima tawaran tersebut dan memberanikan diri meninggalkan kampung halamannya untuk bekerja di proyek kontruksi IKN. Sebuah kabar yang membahagiakan bagi keluarga dan Yadi waktu itu. Karena dengan bekerja di IKN ia berpikir dapat memberikan penghidupan yang layak terutama terhadap anak dan istrinya.
Awal kedatangan Yadi ke IKN di bulan agustus tahun 2023, ia mengaku harus menaiki bus dari Sragen menuju Surabaya dengan merogoh kocek dari kantongya sendiri. Pada waktu itu ia menggunakan kapal laut dari pelabuhan tanjung perak Surabaya menuju kota Balikpapan dengan watu perjalanan selama 30 Jam.
“Setibanya di Kota Balikpapan waktu itu ada teman saya yang jemput mas, nah waktu itu langsung menuju IKN dan menemui mandor pekerja yang sebelumnya dihubungkan oleh teman, waktu itu mandor tersebut lansung menempatkan saya di salah satu proyek IKN di daerah Sepaku kalo tidak salah mas,” Terangnya.
Yadi yang waktu itu telah bersepakat dengan sang mandor mengenai upah yang ditawarkan. Mengaku bekerja terhitung dari bulan agustus hingga oktober tahun 2023. Terhitung selama dua bulan yadi bekerja di salah satu proyek di kawasan IKN. Awalnya ia merasa baik-baik saja selama bekerja di salah satu proyek IKN di kawasan Sepaku tersebut.
“Awalnya baik-baik aja ya mas, itu saya satu bulan pertama upah yang dibayarkan masih sesuai, nah itu upah hariannya Rp135 Ribu plus kalo ada lembur tembahan Rp70 ribu dibayarkan per dua minggu mas,” jelasnya.
Namun, kejadian nahas menimpanya di bulan oktober tahun 2023. Dirinya tak menyangka di bulan kedua saat bekerja di proyek IKN tersebut harus merasakan pemotongan upah secara sepihak oleh sang mandor. Upah yang seharusnya dibayarkan setiap perdua minggu. Dibayarkan dengan nominal yang tak sesuai. Pengakuannya ia mendapatkan potongan sebesar 40% oleh pihak mandor.
“Saya hanya mendapatkan upah sebesar Rp81 ribu dari kesepakatan upah harian awal yang ditawarkan sebesar Rp135 ribu. Waktu itu saya sebenarnya tidak terima mas. Makanya lansung saya hubungi mandornya. Saya tanyakan kenapa upah saya di potong pak ? tapi katanya pekerja yang lain juga di potong, bahkan mandornya mengumpat kalau mau kerja ya lanjut, tapi kalau kamu banyak protes gak usah kerja, pulang saja ke daerah asalmu,” pengakuannya.
Yadi waktu itu sangat kecewa atas pemotongan upah sepihak yang dilakukan oleh pihak mandor di salah satu proyek di kawasan IKN tersebut. Bahkan ia mengaku bingung berapa pendapatan yang harus ia sisihkan agar dapat dikirimkan kepada anak dan istri di daerah asalnya. Sementara dari upah yang ia peroleh juga harus disisihkan untuk memenuhi kebutuahan hidupnya.
Kegelisahan menimpa pikirannya waktu itu. Jika tetap bertahan bekerja dengan kondisi upah semacam itu. Tentunya sangat jauh dari kata ideal untuk menghidupi kebutuhan anak dan istrinya di daerah asalnya. Sementara jika nekat kembali ke daerah asalnya tidak ada ongkos untuk pulang.
“Waktu itu saya putuskan untuk keluar aja mas, saya juga tidak ada komunikasi sama mandornya. Karena jujur kecewa mas, kan tidak ada ada jaminan juga kalau upah saya tidak di potong potong lagi. Daripada saya maksa lanjut kerja mas, kasihan juga anak istri saya di kampung. Waktu itu mikir juga mas tidak ada ongkos buat pulang. Tapi akhirnya saya hubungi saudara saya buat minjam uang ongkos pulang ke kampung, syukur Alhamdullilah waktu itu saudara saya bantu jadi, saya ada ongkos balik kampung halaman,” terangnya.
Terhitung pertengahan oktober 2023 saat iu, ia memberanikan diri untuk meniggalkan pekerjaanya di salah satu proyek IKN untuk pulang ke daerah asalnya. Ongkos seadanya yang dipinjamkan saudaranya ia gunakan untuk balik ke kampung halamannya dengan menggunakan kapal laut dari pelabuhan Semayang Balikpapan menuju Surabaya. Meskipun pilu hatinya, karena awalnya ia berpikir dengan bekerja di proyek IKN dapat menerima upah yang tinggi.
“Alhamdulilah mas saya bisa balik ke kampung halaman saya waktu itu, walaupun sedih rasanya mas. Karena saya merasa ditipu dan di bohongi oleh mandor. Waktu itu saya juga mau lapor mas. Tapi bingung ya mas, namanya kita ini cuman orang kecil tidak bisa berbuat apa-apa. Jadi waktu itu saya ikhlaskan aja biar Allah aja yang balas,” tutupnya.
Kisah di atas, adalah kisah pilu dari sekian ribuan pekerja kontruksi di IKN yang berasal dari luar daerah Provinsi kalimantan Timur. Dari sekian pekerja di IKN yang terdiri dari 18 ribu pekerja, 70 persennya merupakan tenaga kerja yang berasal dari luar daerah.
Bukan kejadian pertama yang menimpa para pekerja kontruksi di IKN
Memang tak sedikit para pekerja kontruksi di kawasan IKN yang mengeluhkan terkait upah yang tidak sesuai. Kejadian yang menimpa yadi mungkin hanyalah segelintir kisah pilu yang menimpah para pekerja kontruksi di IKN.
Dilaporkan pada Desember tahun 2022 terdapat 13 pekerja asal Demak dan Grobogan, Jawa Tengah yang diduga merupakan pekerja kontruksi di proyek IKN memilih kembali ke kampung halamannya. Upah yang tak sesuai dengan perjanjian, disebut-sebut menjadi alasan utama para pekerja tersebut untuk kabur.
Sebanyak 13 pekerja tersebut mengaku awalnya dijanjikan akan menerima upah sebesar Rp150 Ribu per hari, Namun dalam perjalannya, terdapat ketidaksesuaian antara perjanjian awal antara mereka dan pihak mandor. Dimana mereka hanya mendapat upah dari Rp90 Ribu hingga Rp100 ribu. Akhirnya mereka nekat pulang ke kampung halaman.
Bahkan 13 pekerja tersebut sempat terlantar di polsek KP3 Semayang, sebelum akhirnya diangkut kapal Dharma Lautan Utama (DLU) dengan tujuan Tanjung Perak, Surabaya. Para 13 Pekerja tersebut di fasilitasi oleh kapolsek setempat agar bisa kembali ke kampung halamannya.
Pihak Otorita IKN akui rutin berkoordinasi dengan kontraktor
Sementara itu, saat dihubungi melaui sambungan telepon, Deputi Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Masyarakat Otorita IKN, Alimudin mengaku pihaknya rutin melaksankan kordinasi bersama kontraktor-kontraktor pelaksana pembangunan proyek di kawasan IKN.
Menurut pengakuannya kordinasi tersebut rutin dilakukan melalui Satgas Pembangunan IKN, dimana dalam beberapa kordinasi yang dilakuan oleh pihaknya bersama dengan kontraktor-kontraktor pelaksana. pihaknya selalu menekankan agar pihak kontraktor pelaksana lebih selektif.
“Yang pertama selektif pada jangka waktu pengerjaan proyek, Selektif terhadap kualitas pengerjaan, selektif dalam mekanisme rekrutmen pekerja maupun upah terhadap pekerja,” ungkap Alimudin (14/10/24).
Menyingung tekait upah pekerja, ia pun mengkonfirmasi bahwa sejauh ini upah-upah pekerja IKN yang diberikan terhadap pekerja-pekerja IKN sudah lebih dari cukup. Bahkan beberapa pekerja kontruksi yang ditempatkan di proyek-proyek Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN mendapatkan upah di atas UMK Penajam Paser Utara Tahun 2024.
“Sistem upahnya itu diberikan dua minggu sekali. Bahkan, setidaknya ada yang bekerja selama sebulan itu bisa mengantongi Rp8 juta per bulan. Tapi itu pekerja-pekerja profesional mereka sudah mendapatkan bekal pelatihan dan memiliki sertifikasi,” terangnya
Selama ini Alimudin juga mengatakan bahwa, pihaknya telah memberikan fasiltas yang cukup nyaman terhadap pekerja-pekerja kontruksi di IKN. Bahkan ia mengatakan para pekerja tersebut di fasiltasi kawasan hunian pekerja kontruksi (HPK). Yang terdapat fasilitas seperti masjid lalu kantin yang bisa digunakan oleh pekerja.
“Kemudian ada beberapa menara yang berisikan beberapa kamar bagi para pekerja. Satu menara isinya terdiri dari empat lantai,” ujarnya
Meski begitu, dia tak menampik ada saja laporan-laporan mengenai berbagai kasus pekerja kontruksi yang memutuskan tidak melanjutk pekerjaan. Karena masalah pembayaran upah tidak sesuai perjanjian.
Namun, ia menggarisbawahi kasus-kasus yang menimpa pekerja kontruksi di kawasan IKN tersebut. Sejatinya terjadi di proyek-proyek swasta yang bukan dikelola oleh pemerintah.
“Jadi harus dibedakan kalau di kawasan IKN itu ada proyek-proyek yang seacara lansung berada di bawah kewenangan dan tanggung jawab Kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR), nah itu proyek yang secara langsung menjadi kewenangan pemerintah dan didanai menggunakan APBN. Sementara ada juga proyek-proyek yang dibangunnya itu oleh pihak swasta atau investor,” jelasnya.
Diakhir, Alimudin menegaskan pihaknya tidak akan menutup mata apabila ada kasus-kasus mengenai hak-hak pekerja yang belum terpenuhi khususnya di kawasan IKN. Namun ia memastikan hak-hak pekerja di proyek yang berada di bawah kewenagan pemerintah khususnya di kawasan KIPP itu dipastikan terpenuhi.
“Kalo ada laporan mengenai pekerja yang belum terpenuhi haknya pasti saya konfimasi ke satgas pembangunan IKN, kita pastikan dulu yang bersangkutan adalah pekerja yang bekerja di IKN, jadi di lapangan itu sudah ada organisasi dan PIC yang in Charge sesuai pembidangan dan wilayah pekerjaannya, jadi kalo ada kasus-kasus serupa yang melibatkan perusahahaan-perusahaan kontraktor pelaksana yang bermitra dengan kami pasti akan ada sanksi tegas,” tegasnya
Disnaker PPU akui dapat laporan soal upah pekerja di IKN
Saat dihubungi melalui sambungan telepon Kepala Dinas Ketenagarkerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) PPU, Marjani membenarkan banyaknya laporan keluhan soal persoalan upah pekerja kontruksi di kawasan IKN.
Menurutnya, sejumlah pekerja kebanyakan mengeluhkan upah yang terlambat di bayar, serta pembayaran upah yang tak sesuai kesepakatan.
“Kami banyak mendapat laporan itu di tahun 2022 hingga 2023, kami menerima laporan tersebut mealui Lapor.go.id,” ungkap Marjani (17/10/24).
Lanjutnya, berbagai laporan tersebut telah ia tindaklanjuti dengan berkordinasi bersama Disnakertrans Provinsi, Namun pihak Pihak Disnakertrans provinsi menyarankan untuk berkordinasi lansung dengan Otorita IKN selaku pemilik kewenangan di kawasan IKN.
“jadi kami sudah ke Otorita untuk membahas berbagai persoalan pekerja yang melapor kepada kami terkait upah, kebanyakan mereka bukanlah pekerja lokal. Namun kami tidak membenarkan juga pihak perusahaan yang terlibat pembangunan di IKN itu memperlakukan pekerja tersebut semena-mena, bahkan melakukan pemotongan upah hingga pemberian upah yang terlambat. Tentu itu tidak dibenarkan karena melanggar aturan ketenagakerjaan,” tegasnya.
Marjani pun mengaku suda berupaya agar adanya kerjsama terkait ketenagakerjaan antra Pemprov Kaltim, Otorita IKN,dan Pemkab PPU.
“Ini menjadi penting, agar persolan yang menyangkut tenaga kerja di IKN bisa diselesikan sacara bersama, jadi kalau ada persoalan bisa diatur bersama,” ucapnya.
Ia pun menekankan agar para kontraktor pelaksana di IKN patuh terhadap ketentuan yang diatur oleh pemerintah kabupaten (Pemkab) PPU, salah satu dorongannya adalah memberikan upah pekerja sesuai besaran UMK yang ditetapkan.
“Apabila mengacu pada UMK PPU pada tahun 2024 adalah sebesar Rp3.715.87 mestinya pekerja diberikan upah pokok harian sebesar Rp148 ribu,” sebutnya.
Berbagai upaya juga dilakukan kepala Disnakertrans PPU tersebut guna mengantisipasi perselisihan ketenagakerjaan di kawasan IKN. Salah satunya dengan mendorong perusahaan ataupun kontraktor pelaksana pembangunan di kawasan IKN melaporkan jumlah data tenaga kerja dan kebutuhan tenaga kerja kepada pemerintah daerah.
Pendataan tersebut masih terus berlansung dan akan diperbarui seacara berkala seiring dengan perkembangan pembanguna di IKN.
“Dengan data akurat tersebut. Kami berharap dapat merumuskan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja di Kawasan PPU dan sekitarnya,” tutupnya.
Penentuan upah tidak sesuai regulasi
Direktur LBH Samarinda, Fathul Huda saat disambangi di sekretariat LBH Samarinda memberikan komentar terkait maraknya laporan para pekerja yang mendapatkan upah tak sesuai ketika bekerja di kawasan IKN.
Menurutnya, seharusnya para kontraktor pelaksana pembangunan di IKN tunduk dan patuh terhadap regulasi yang telah dibuat melaui aturan ketenagakerjaan yang dibuat pemerintah. Ketentuan yang ia maksud adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021.
“Regulasi tersebut sudah mengatur terkait penentuan upah pokok bagi pekerja, misalnya di PP No.35 pasal 17 disebutkan upah harian sebagai berikut : (a) perusahaan dengan sistem kerja 6 hari dalam seminggu, dibagi 25, atau (b) bagi perusahaan dengan sistem kerja 5 hari dalam seminggu, upah sebulan dibagi 21,” ungkap Fathul (22/10/24).
Fathul mengambil contoh kasus Yadi, dimana kesepakatan awalnya ketika bekerja di IKN akan diberi upah Rp135 Ribu. Menurutnya penentuan upah tersebut sudah tidak sesuai regulasi. Mengacu pada kasus tersebut yang terjadi pada tahun 2023. Sementara tahun tersebut UMK PPU adalah sebesar Rp3.561.020.
“Perhitungan mereka saja sudah keliru kalo mengacu pada sistem waktu kerja di IKN yang dilakukan 6 hari dalam seminggu harusnya Rp3.561.020 : 25 hari kerja, maka upah harian yang harusnya diberikan sebesar Rp142 Ribu. Sementara yadi saja dijanjkan Rp135 ribu itu pun mendapat potongan dari mandor, jadi jauh dari kata sesuai jika mengacu pada aturan ketenagakerjaan,” sebutnya.
Dalam kasus yang menimpa pekerja di kawasan IKN tersebut, Fathul mengaku tak heran pasalnya IKN merupakan mega proyek yang cukup besar. Sehingga dalam prosesnya sangat beresiko terjadi perselisihan ketenagakerjaan terutama terkait pengupahan.
Selain itu, Fathul juga menyoroti tekait pemberian upah lembur yang keliru, kembali berkaca kepada kasus Yadi yang memperoleh upah lembur sebesar Rp70 ribu jika bekerja hingga pukul 8 malam. Dalam ketentuan regulasi PP No .35 2021 untuk waktu kerja 6 hari dalam seminggu adalah 40 Jam.
“Kasus yadi bekerja dari pukul 8 pagi hingga jam 4 sore, jadi hitungan 8 Jam kerja, maka diatas jam 4 itu sudah terhitung lembur,” sebutnya.
Fathul memberi perhitungan upah lembur Perjam dalam rumus yang diatur dalam ketentuan PP No. 35 Tahun 2021 tahun 2021.
“Rumusnya itu 1 : 173 x Upah sebulan (UMK), kasus yadi di tahun 2023, UMK PPU saat itu sebesar Rp3.561.020, maka 1 : 173 : 3.561.020 jadi seharusnya upah per jam adalah Rp21 ribu, itu untuk satu jam pertama lembur, untuk jam kedua, ketiga hingga kempat lembur akan dikali 2 dengan upah lembur pada 1 jam pertama, maka seharusnya jika yadi bekerja lembur dari pukul 4 sore hingga 8 malam, artinya ia bekerja lembur selama 4 jam dan upah lembur yang diperoleh seharusnya sebesar Rp157 ribu, itu sangat timpang dengan upah lembur yang di janjikan kepada yadi di awal yaitu dengan upah Rp70 ribu selama 4 jam bekerja,” tutupnya.
Tulisan ini merupakan republikasi berita yang naik di portal PojokBorneo pada 4 November 2024. Liputan ini merupakan bagian dari program Fellowship “Mengawasi Proyek Strategis Nasional” yang didukung Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.