Oleh: M Sobar Alfahri
INDEPENDEN- Nefita Kasih (10) dan beberapa temannya bergotong royong mengangkut air dan berjalan mendekati barisan tanaman yang berada di pekarangan Sekolah Dasar (SD) Negeri 67 Muara Sekalo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Jambi.
Mereka kemudian menyiram tanaman itu dengan menggunakan gayung secara bergantian. Tanaman sayur-sayuran tampak lebih segar berkat aksi beberapa anak perempuan itu.
“Disiram setiap pagi-pagi, bergantian. Kalau sudah besar, dipanen. Sayurnya dijual ke guru atau orang tua yang menjemput,” kata Nefita, Rabu (18/12/2024)

Nefita dan kawannya hari itu merawat beberapa tanaman sawi pakcoy, jahe, dan sebagainya. Tidak hanya melakukan penyiraman, mereka juga menutrisi tanaman dengan pupuk kompos yang juga dibuat di pekarangan sekolah.
Sejak September 2024, para murid SD Negeri 67 Muara Sekalo sudah beberapa kali memanen sayuran. Mereka sempat memanen bayam, kangkung, dan cabai, yang telah dijual pada guru dan orang tua murid. Berkat praktik penanaman ini, sebagian murid turut menanam tanaman pangan di pekarangan rumah.
“Ada juga menanam di rumah, yaitu kacang dan kangkung, untuk makan sendiri,” kata Nefita.
Suprianto, salah satu guru SD Negeri 67 Muara Sekalo, mengatakan sebagian air yang digunakan untuk menyiram tanaman merupakan air limbah yang sudah dijernihkan.
“Bagaimana anak-anak bisa memanfaatkan limbah cuci piring, tidak terbuang sia-sia. Air itu dijernihkan sehingga bisa untuk menyiram tanaman,” kata guru tersebut.

Penanaman dan perawatan tanaman pangan ini merupakan bagian dari Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang sudah diwujudkan sejak tahun 2020. PLH dianggap penting karena Desa Muara Sekalo merupakan bagian dari kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT).
Tidak hanya menanam sayuran, para murid SD Negeri 67 Muara Sekalo turut merawat bibit tanaman endemik di desa tersebut. Berbagai tanaman yang dimaksud ialah tampoi, bedaro (kelengkeng), kuduk biawak, dan beberapa tanaman lainnya, yang dirawat di tree nursery.
Elenta Helen Vani, guru SD Negeri 67 Muara Sekalo, dalam hari yang sama, mengumpulkan para siswa di tree nursery atau tempat perawatan bibit tanaman yang terletak di sudut belakang pekarangan sekolah. Ia mengenalkan karakteristik fisik berbagai tanaman endemik Muara Sekalo.
Helen mengatakan bila sejumlah bibit di tree nuresry sudah cukup tinggi, tanaman-tanaman itu akan ditanam di lahan dengan luas 4.000 meter persegi, berada di tengah hutan.
“Jadi, ini menjadi sumber belajar untuk anak mengenal tanaman endemik. Tanaman endemik ini akan ditanam di hutan sekolah,” katanya.
Selain kegiatan merawat tanaman, para murid sekolah dasar ini juga membuat anyaman, membuat piring dan sendok dari pelepah tanaman pinang, hingga menghasilkan kerajinan tangan dari barang bekas. Semua kegiatan ini berbasis kearifan lokal.
Sedangkan terkait kebersihan, tidak ada petugas khusus yang bertanggung jawab. Sekolah ini tampak bersih berkat gotong royong yang dilakukan para murid dan guru. Bahkan, kantin SD Negeri 67 Muara Sekalo tidak menjual jajanan dengan kemasan plastik sehingga sekolah ini bebas dari sampah yang sulit terurai itu.

Tidak Menebang Hutan, Menyayangi Satwa
Melalui PLH pula, para murid diberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga hutan. Bahaya menebang hutan, apalagi mengalihkan ekosistem ini ke perkebunan kelapa sawit, disampaikan kepada murid melalui PLH.
“Kenapa terjadi konflik (dengan satwa), karena hutan ini banyak ditebang oleh masyarakat. Itu yang kami ajarkan. Jadi kita tidak boleh menebang pohon karena bisa mengakibatkan rumah gajah semakin sempit,” kata Suprianto.
Para guru, kata Suprianto, menanamkan kecintaan pada hewan termasuk gajah Sumatra yang hidup di Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Hal ini diperkuat dengan study tour di Pusat Informasi Konservasi Gajah (PIKG) Tebo. Para murid pun diajarkan bagaimana berelasi dengan alam tanpa merusaknya atau mengeksploitasi.
“Kita ajarkan menjaga lingkungan kemudian lebih menyayangi hewan,” ujarnya.
Kepala SD Negeri 67 Muara Sekalo, Sarjoni, mengatakan PLH diwujudkan setelah keluarnya keputusan Bupati Tebo Tahun 2019 Tentang Pendidikan Lingkungan Hidup. WWF Indonesia terlibat dalam penyusunan PLH di sekolah ini.
“Sekolah telah mengundang komite sekolah, guru-guru, paguyuban kelas, orang tua murid, sehingga tercetus ide untuk kegiatan-kegiatan sekolah. Sekolah dicanangkan berbasis solusi. Apa permasalahan di masyarakat, guru-guru berinisiatif membuat jalan keluar,” katanya.

Ia pun mengatakan pembibitan tanaman endemik Muara Sekalo diwujudkan dengan melibatkan para wali murid. Orang tua murid menyumbangkan bibit tanaman yang kemudian dirawat murid di tree nursery. Melalui kegiatan ini, ia berharap para orang tua juga turut serta menjaga hutan dan melestarikan tanaman endemik Desa Muara Sekalo.
“Tanaman itu dirawat oleh anak-anak. Setelah siap, kami kan membawanya ke hutan sekolah. Kami juga ingin orang tua siswa itu dan tidak hanya mengangkat sawit. Kami ingin tumbuhan buah-buahan menjadi sumber mata pencarian. Jadi, selain sebagai pelindung juga sebagai mata pencarian,” katanya.
Memahami Penyebab Bahaya Kenaikan Suhu Global
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 43 Suo Suo, Kecamatan Sumay, Tebo, Jambi, turut menyusun pendidikan lingkungan hidup bersama WWF Indonesia. Melalui PLH, para murid SMP Negeri 43 Suo Suo mempelajari penyebab pemanasan suhu global dengan alat peraga.
Fitriani, siswi SMP Negeri 43 Suo Suo, mengatakan bahwa penebangan pohon, kebakaran hutan, dan penggunaan kendaraan, menimbulkan efek rumah kaca hingga menjadi penyebab kenaikan suhu global.
“Harapannya, kita bisa mencegah pemanasan global dengan tidak membakar hutan dan mengurangi asap kendaraan. Perlu melakukan penghijauan,” katanya.
Mustakim, guru PLH di SMP Negeri 43 Suo Suo, mengatakan kenaikan suhu terasa di kampungnya walau berbatasan langsung dengan taman nasional. Ketika pada malam hari, ia memerlukan kipas angin, tidak seperti sebelumnya. Mustakim berharap generasi yang diajarkannya bisa menjaga lingkungan kelak mereka dewasa.
“Dahulu waktu saya masih SD, saat saya tidur saya tidak memakai kipas angin. Justru harus pakai selimut. Sehingga saya mendalami pendidikan lingkungan hidup ini dan semakin ingin mengajak anak-anak untuk menjaga lingkungan,” ujarnya.