Melambung Kakao, Bahagia Petani di Tengah Krisis Iklim

Oleh: Betty Herlina 

INDEPENDEN-  Senyum sumringah tak henti menghiasi wajah Nursimah (48). Matanya berbinar-binar bahagia, memandangi hamparan biji kakao (cocoa bean) yang terjemur rapi di teras rumahnya. Cekatan, jari-jarinya merapikan bulir-bulir cokelat tersebut. Sesekali membersihkan selaput putih yang mulai menempel.

"Itu bukan jamur. Masih bagus kok. Kan bagian dalamnya yang akan diolah. Ini masih kulit biji," kata Nursimah, pada Independen.id, Sabtu (08/06/2024).

Musim panen kakao (Theobroma cacao L)  kali ini membawa berkah bagi Nursimah dan keluarga. Di kampung halamannya, Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, harga biji kakao tembus Rp100 ribu per kg. 

Meski masih terpaut jauh dengan harga yang diterima petani di wilayah Sulawesi, Rp170 ribu per kilogram. Namun Nursimah tetap bersyukur.

"Biasanya harganya di bawah Rp30 ribu per kilogram. Ini pertama kali seumur hidup harganya bagus setelah 45 tahun," imbuhnya. 

Perempuan petani kakao membersihkan biji kakao yang tengah dijemur di beranda rumah. (foto: Betty/Independen.id)
Nursimah, perempuan petani kakao membersihkan biji kakao yang tengah dijemur di beranda rumah. (foto: Betty Herlina/Independen.id) 

Bagi Nursimah dan petani lain di Kecamatan Enggano,  Kabupaten Bengkulu Utara, harga kakao yang melonjak ibarat durian runtuh. Harga fantastis ini menumbuhkan harapan baru bagi mereka, di tengah meningkatnya kebutuhan hidup. 

“Berharap harga ini bisa bertahan lama.  Supaya kami (petani, red), bisa mendapatkan penghasilan yang layak," ungkapnya penuh harap.  

Di Bengkulu, kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan, sama halnya seperti sawit dan karet. Kabupaten Bengkulu Utara mendominasi suplai kakao di Bengkulu, menyusul Kaur dan Bengkulu Selatan. 

 

Namun produksinya mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir. Meskipun diapit Sumatera Barat dan Lampung, yang masuk dalam 8 besar provinsi penyuplai kakao di Indonesia, trennya cenderung turun. 

Mengutip Outlook Kakao Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian, hal ini terjadi karena banyaknya alih komoditas yang ditanam oleh petani serta aktivitas alih fungsi lahan. 

Perkembangan kakao di Indonesia 

Kakao
Kakao (Theobroma cacao L). (foto: Betty Herlina/Independen.id)

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kakao terbesar di dunia yang berada di benua Asia. Data International Cocoa Organization (ICCO) tahun 2021/2022 menempatkan Indonesia sebagai negara ke-7 produsen kakao dunia. Total produksi kakao Indonesia mencapai 800 ribu ton. 

Namun kurun 2013-2022, perkembangan luas areal kakao Indonesia selama periode tahun mengalami penurunan sebesar -1,80% per tahun.  Dimana produksi kakao di tahun 2022 mencapai 650,5 ribu ton. Turun 5,46% bila dibandingkan dengan produksi tahun 2021. Petani menilai komoditas lain lebih menguntungkan, sehingga mereka memilih untuk berhenti menanam kakao. 

 

Kakao, diketahui sudah ada di hutan Meksiko dan Amerika Tengah sekitar 4.000 tahun. Menurut buku The True History of Chocolate, yang ditulis Sophie D. Coe dan Michael D. Coe (Author), masyarakat Aztec dan Mayans sudah membudidayakan kakao sebelum kedatangan orang- orang Eropa. Mereka menggunakan kakao sebagai alat tukar, mata uang. Diperlukan proses yang rumit untuk mengubah biji kakao menjadi cokelat, seperti yang dikenal saat ini.

Setelah Spanyol menaklukan Amerika Tengah, coklat mulai dikenal di Eropa sebagai minuman para bangsawan. Spanyol juga memperkenalkan kakao di Indonesia pada tahun 1560 tepatnya di Minahasa dan Sulawesi.  Sejak saat itu kakao mulai berkembang, hingga saat ini Sulawesi pun masih mendominasi sebagai provinsi penghasil kakao terbesar di Indonesia. 

 

Di Indonesia harga rata-rata kakao dalam bentuk biji kering berfluktuatif.  Harga kakao tertinggi terjadi sepanjang tahun 2024, dengan menembus Rp170 ribu/kg di tingkat petani. Melonjaknya harga ini memberikan dampak pada terhadap Indonesia, selaku negara penghasil sekaligus pengimpor kakao. 

Produksi kakao Indonesia sebagian besar diekspor ke mancanegara dan sisanya dipasarkan di dalam negeri. Ekspor kakao Indonesia menjangkau lima benua yaitu Asia, Afrika, Oseania, Amerika, dan Eropa dengan pangsa utama di Asia. Pada tahun 2022, lima besar negara tujuan ekspor kakao Indonesia adalah India, United States, Malaysia, China, dan Australia. Total ekspor kakao ke lima negara tersebut mencapai 56,68 persen dari total ekspor kakao Indonesia. 

 

Sementara ditingkat dunia, dilansir dari Investing harga kakao Selasa (16/07/2024) mencapai 8.459,50 US dollar per ton.  Harga kakao di pasar dunia juga mengalami fluktuasi. Kurun 2024, tertinggi berada di angka 9.766,00 US dollar per ton pada bulan Maret 2024. Memasuki periode April hingga Juni, harga kakao turun di angka 7.729,00 US dollar per ton. Namun per 1 Juli harga kakao kembali bergerak naik menjadi 8.488,00 US dollar per ton, atau naik 9,82% dibandingkan periode sebelumnya.

 

Kenapa harga kakao melambung?  

Global Riset JP Morgan  merilis kenaikan harga kakao sebagian besar disebabkan oleh kekurangan kakao global. Kekeringan yang disebabkan oleh perubahan iklim telah merusak tanaman di Afrika Barat, yang menyumbang sekitar 80% produksi kakao dunia. 

Menurut Organisasi Kakao Internasional, pasokan kakao global akan menurun hampir 11% pada musim 2023/2024.

Selain itu, masalah struktural dan kurangnya investasi di perkebunan kakao. Saat ini kakao sebagian besar masih dibudidayakan oleh petani rakyat yang masih membutuhkan suntikan investasi akibat minimnya sarana dan prasarana pendukung untuk meningkatkan hasil panen.  

Kondisi cuaca buruk seperti kemarau panjang dan pohon-pohon kakao yang terinfeksi penyakit juga berkontribusi pada kendala pasokan. Untuk mengendalikan penyebaran penyakit, para petani terpaksa menebang pohon-pohon yang terinfeksi yang dapat mengganggu produksi kakao hingga lima tahun.

“Kakao adalah pasar tempat petani menghasilkan barang bernilai sangat tinggi tetapi menerima bagian yang sangat rendah dari rantai nilai aktual. Akibatnya, tingkat penanaman kembali sangat rendah dan pohon kakao menua,” kata Tracey Allen, Ahli Strategi Komoditas Pertanian di JP Morgan. 

Hal ini semakin diperparah oleh spekulasi investor yang mendorong kenaikan harga. 

“Kondisi ini diperburuh oleh cuaca kering dan kuatnya Harmattan (musim di Afrika Barat).  Serta pergerakan harga yang didorong oleh investor, terutama selama enam minggu terakhir,” tambahnya. 

Alen mengatakan, investor non komersial kini memiliki lebih dari 60% total open interest pada kakao berjangka dan opsi di pasar New York. Ini merupakan rekor tertinggi dalam sejarah. 

Selain itu, ketidakstabilan politik dan insentif yang tidak memadai untuk produksi kakao memperparah masalah pasokan. Upaya untuk meningkatkan kualitas kakao melalui pupuk yang lebih baik dan peningkatan tenaga kerja menghadapi rintangan keuangan, karena harga ditentukan setahun sebelumnya.

Organisasi Kakao Internasional memperkirakan defisit pasokan sekitar 374 ribu ton untuk tahun ini, dan memperingatkan adanya potensi peningkatan harga atau berkurangnya penawaran produk untuk konsumen.

Lonjakan harga kakao, bersamaan dengan kenaikan harga gula, menyebabkan harga cokelat yang lebih tinggi, melebihi tingkat inflasi makanan secara umum. Mengalihkan produksi kakao ke negara-negara Amerika Latin yang memiliki curah hujan yang lebih baik dipandang sebagai solusi jangka panjang. Namun, menutup kesenjangan pasokan dalam jangka pendek masih menjadi tantangan.

NTP mengalami kenaikan 

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan kenaikan harga kakao di pasar global mendorong peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) sejak Januari hingga Juni 2024 sebesar 11,7%, lebih tinggi dari NTP sektor hortikultura dan peternakan. 

Hal ini berdampak pada kesejahteraan petani, meskipun tidak secara langsung. “Masalahnya, meskipun NTP naik, harga kakao di 2024 naik 166% namun masih belum bisa mengejar kenaikan harga kakao yang sangat signifikan,” imbuhnya.

Direktur lembaga think tank tersebut mengatakan, kenaikan harga kakao akan terus berlanjut dalam jangka waktu yang cukup panjang, karena tren kenaikan sudah terlihat sejak Mei 2023. 

“Harga akan terus meningkat dan bisa saja tembus hingga 10 ribu USD pada akhir tahun 2024 nanti,” katanya. 

Bhima menambahkan, meskipun terjadi kenaikan harga di tingkat produsen, namun efek lain yang dirasakan adalah di sektor industri pengolahan coklat. Kenaikan harga kakao disertai melemahnya nilai tukar rupiah akan berdampak pada industri kakao domestik. Pasalnya, Indonesia tidak hanya menjadi pemasok kakao, namun juga importir kakao untuk jenis tertentu. 

“Bisa saja, industri pengolahan kakao akan melakukan pengurangan ukuran produksi karena harga bahan baku meningkat di waktu yang tidak tepat,” katanya. 

Bhima melanjutkan, pemerintah Indonesia seharusnya memperbaiki standarisasi dan sertifikasi kakao yang ada. 

"Sehingga untuk memenuhi kebutuhan coklat jenis-jenis tertentu tidak perlu melakukan impor lagi," pungkasnya. 

kali dilihat