MRC Berhasil Perjuangkan Upah Buruh Migran Hingga 19.000 USD

Penulis: Aris M

Independen -  Pusat Informasi dan Layanan Pekerja Migran atau Migrant Worker Resource Centre (MRC) di Tegal berhasil memperjuangkan upah pekerja migran mencapai 19.000 USD. Sebelumnya, hak-hak pekerja di sektor perikanan di kapal berbendera asing itu tidak dibayarkan.

‘’Uang itu sudah diserahkan kepada penerimanya,’’ kata Yohanes, Nasional Projek Koordinator Informasi dan Layanan Pekerja Migran di Kapal Asing SBMI Tegal di hadapan ILO dan delegasi tingkat tinggi dari Kedutaan Besar Negara-negara anggota Uni Eropa (UE) di Indonesia yang tengah berkunjung ke Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari, Kota Tegal,  Selasa, 10 September 2024.

Dia menjelaskan, pihaknya baru saja juga mendapatkan pengaduan dari 13 anak buah kapal (ABK) yang tidak mendapatkan gaji dan ingin dipulangkan dari Samoa. ‘’Kasus pekerja migran itu dari hari ke hari meningkat,’’ katanya.

Dia  mengungkapkan, MRC didirikan atas dukungan ILO  melalui program Ship to Shore Rights South East Asia (S2SR SEA) yang didanai oleh UE. Program tersebut diluncurkan pada bulan April 2024.

Setelah program itu diluncurkan, pihaknya memberikan layanan konsultasi kepada 140 warga Tegal dan sekitarnya. Pihaknya juga menerima 75 pengaduan dari pekerja migran. Sebanyak 58 di antaranya terkait kasus tindak pidana perdagangan orang yang sekarang berproses di tingkat litigasi.

Kemudian, belasan lainnya kasus ABK yang tidak dibayar, sisanya kasus penipuan, gagal berangkat, hak klaim asuransi, penahanan dokumen kependudukan dan dokumen perjalanan.

‘’Kami juga menggelar pelatihan, peningkatan kapasitas dalam bidang data base, hukum dan pengorganisasian. Itu merupakan langkah kami untuk menjalankan layanan itu,"kata Yohanes. 

Pihaknya sadar betul bahwa mengadvokasi buruh migran bukan hanya pada kasusnya, tetapi di lain sisi adalah peningkatan kapasitas. Salah satu peningkatan kapasitas melalui pelatihan paralegal. Adapun peserta calon pekerja migran, purna pekerja migran, dan keluarga buruh migran. ‘’Selain itu juga ada pelatihan pemberdayaan ekonomi, pelatihan pengorganisassian, dan pelatihan lainnya,’’ katanya.

Berapa persentase pekerja migran di sektor perikanan? Ketua SBMI Haryanto mengatakan, secara nasional pekerja migran di sektor perikanan masih sangat kecil, yakni sekitar 15 persen. Adapun yang paling banyak anggotanya di sektor pekerja rumah tangga, sektor perkebunan, dan manufaktur,

‘’Dari 15 persen anggota kami yang bekerja di sektor perikanan itu, sebagian menjadi ABK di kapal berbendera China dan Taiwan. Untuk di Tegal, 90 persen anggota kami adalah ABK di sektor perikanan,’’ucap Yohanes

Sebab, Tegal menjadi salah satu kantung penempatan ABK migran. Selain kantung, perusahaan penempatan tenaga kerja itu terbanyak berada di Tegal. Tegal juga menjadi daerah transit penempatan tenaga kerja migran dari daerah lain, pusatnya di Kabupaten Tegal.

Ketua SBMI Kabupaten Tega, Resi Yulianto, menambahkan, anggotanya sekitar 150 orang. Terkait data pasti jumlah pekerja migran, SBMI tidak mengetahuinya. Sebab, salah satu persoalan dalam perlindungan terkait integrasi data yang belum tercapai.

Rendra Setiawan, Direktur Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Kementerian Ketenagakerjaan, menanggapi terkait dengan data, kini Kemenaker sedang membangun sistem aplikasi yang bisa dimanfaatkan para pencari kerja  baik di dalam maupun di luar negeri.

Saat mereka mau mencari kerja keluar negeri langsung didata sedari awal, apakah mereka sudah dilatih atau belum, pelatihannya ada di mana, agency-nya melalui apa, prosedur pemberangkatan yang mereka pilih seperti apa.

‘’Sistem ini terintegrasi dengan BP2MI dan di beberapa negara penempatan. Mungkin nanti di pemerintah pusat akan mengeluarkan perpres untuk mengintegrasikan semua sistem layanan di republik ini,

‘’Kami juga terima kasih dengan ILO yang memfasilitasi beberapa layanan terpadu satu atap yang terintegrasi dengan pusat layanan, MRC tersebut. Sudah ada enam layanan yang terpadu dengan MRC. Dulu hanya melayani pemberangkatan, kini sudah maju lagi, sudah bisa menangani kasus, konseling dan beberapa hal fasilitasi yang mereka inginkan untuk berangkat ke luar negeri.

Sementara itu,  Muhammad Nuryono mengungkapkan, dirinya pernah menjadi pekerja migran di kapal perikanan berbendera Spanyol dan Kenya.

Permasalahan datang saat dirinya bekerja di kapal ikan berbendera Kenya. Upahnya tidak dibayarkan. Begitu pulang ke Indonesia, dia menagih gajinya tersebut ke perusahaan yang merekrut dan memberangkatkannya. Namun, oleh pihak perusahaan diminta untuk bersabar dan menunggu hingga beberapa bulan.

Dia lalu mengadukan permasalahan tersebut ke Pusat Informasi dan Layanan SBMI Tegal. Kasus tersebut ditangani  hingga akhirnya gajinya didapatkan.

delegasi ILO

Sebelumnya, delegasi dari Kedutaan Besar Negara-negara anggota Uni Eropa (EU) di Indonesia dan International Labour Organization (ILO) mengunjungi Pelabuhan Tegalsari Kota Tegal, Selasa (10/9/2024).

Dalam kunjungan tersebut mereka menyaksikan secara langsung aktivitas di pelabuhan tersebut. Bahkan, beberapa delegasi di antaranya naik ke kapal untuk menyaksikan aktivitas ABK. Kehadiran mereka disambut beberapa nelayan dan warga sekitar yang tengah bekerja di tempat pelelangan ikan (TPI). Pada kesempatan itu, mereka juga menyoroti pemenuhan hak-hak pekerja di pelabuhan setempat

 ‘’Senang bisa melihat Kedubes UE ke Tegal. Mereka bisa melihat secara langsung kolaborasi ini,’’ kata Mi Zhou, Chief Technical Advisor, ILO Ship to Shore Right Southeast Asia Programme.

Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Tengah, Fendiawan mengatakan, Pelabuhan Tegalsari merupakan pelabuhan perikanan terbesar di Jawa Tengah dengan daya tampung 1.154 kapal. Hasil produksi ikannya sekitar 87.220 ton atau rata-rata 240 ton per hari. 

Pelabuhan tersebut dilengkapi dengan fasilitas dermaga, tempat pelelangan ikan, 72 cool storage dan stasiun pengisian bahan bakar bagi nelayan. 

Dulu Hak-hak Pekerjanya Terabaikan

Pemerintah Indonesia (Kementerian Ketenagakerjaan dan KKP) didukung ILO dan UE bekerja sama untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak bagi pekerja di sektor perikanan.

Mi Zhou, Chief Technical Advisor, ILO Ship to Shore Right Southeast Asia Programme mengatakan, dahulu hak-hak pekerja di kapal perikanan terabaikan.

"Sekarang jaminan sosial sudah mengalami peningkatan. Kemudian kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang dulu tidak dianggap penting, sekarang mereka pada peduli di atas kapal," ujarnya.

Upaya pemenuhan hak pekerja migran di sektor perikanan itu juga terbantu atas kerja sama dengan pihak lain, seperti SBMI.  

Duta Besar EU untuk Indonesia, menekankan kemitraan yang kuat antara EU dan Indonesia, terutama di bidang-bidang yang terkait dengan kondisi kerja yang layak dan hak asasi manusia

Duta Besar EU untuk Indonesia, H.E.Denis Chaibi menjelaskan, Indonesia merupakan salah satu produsen makanan laut terdepan di dunia. EU berkomitmen mendukung upaya Indonesia dalam mempertahankan keunggulan sektor tersebut.

"Dengan bekerja sama, kita dapat memastikan bahwa ekonomi biru Indonesia terus berkembang sembari memprioritaskan keselamatan dan kesejahteraan para pekerjanya," ujar Denis.

Sejak tahun 2020, program S2SR SEA ILO, yang didanai oleh EU, telah berkolaborasi erat dengan Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan pihak otoritas Jateng untuk merancang peraturan dan kebijakan yang mantap dalam memantau kondisi pekerja di kapal penangkap ikan.

Program ini berhasil membentuk Tim Pemantau Bersama Norma Ketenagakerjaan di Kapal Penangkap lkan di Pelabuhan Perikanan di wilayah hukum Provinsi Jawa Tengah, yang disahkan melalui Surat Keputusan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 523/012 Tahun 2023. (*)

kali dilihat