Kisah Surat Perintah 11 Maret: Dari Kepentingan Soeharto sampai Freeport
Foto: wikipedia Soeharto
INDEPENDEN – Hari ini, 51 tahun lalu, politik Indonesia mencapai titik didih tertinggi. Presiden Sukarno yang sedang memimpin sidang Kabinet yang Disempurnakan di Istana Merdeka, Jakarta, 11 Maret 1966 harus meninggalkan lokasi. Penyebabnya, terjadi gelombang demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa dan tentara tak berseragam. Belakangan diketahui pasukan liar ini berasal dari KOSTRAD atas perintah Soeharto.
Bung Karno panik. Ia pun bergegas menuju Istana Bogor dengan helikopter, dan menyerahkan proses sidang kepada Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II, Leimena. Namun, pasukan liar terus merangsek masuk ke dalam sidang dan menangkap sejumlah peserta sidang yang dikenal dekat dengan Bung Karno.
Di lokasi lain, Soekarno dipaksa untuk menandatangani surat yang isinya memberikan kekuasaan Negara kepada Soeharto. Surat ini yang dikenal sebagai Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret 1966. Selengkapnya: Mendepak putra sang fajar
Terbitnya Surat Perintah 11 Maret ini memuluskan pelengseran Soekarno dari kursi RI-1. Sejumlah kalangan menyebut peralihan kekuasaan ini sebagai kudeta merangkak. Sebuah kolaborasi gerakan militer bersama dengan demonstrasi mahasiswa.
Di balik itu semua, Soeharto juga mendapat bantuan dari Amerika Serikat dan sekutunya. Presiden Amerika Serikat, Johnson, menyetujui permintaan bantuan untuk Indonesia yang cukup besar.
Johnson sendiri meraih kemenangan dalam Pilpres Amerika Serikat 1964 atas bantuan dari Augustus C. Long, salah seorang anggota direksi Freeport sekaligus pimpinan Texaco yang membawahi perusaan migas Caltex. Selengkapnya: Ada kepentingan asing di balik supersemar