Bertahan di Cisokan

Oleh: Prima Mulia

INDEPENDEN-  Anwar, 17 tahun, berdiri di lereng curam sekitar kawasan proyek lower dam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Upper Cisokan Pumped Storage (PLTA UCPS) di Desa Sukaresmi, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, Kamis, 15 Agustus 2024. Ia baru saja selesai menggarap ladangnya yang ditumbuhi ilalang. Lahan ini biasa dijadikan sawah tadah hujan (padi huma) dan tanaman semusim. Di lereng itu, ia mengacung-acungkan ponsel pintarnya ke udara. 

"Cari sinyal kalo di sekitar sini biasanya bagus, mau TikTok-an. Nah, kan dapet," katanya, sambil terkekeh.

Di lembah lereng dekat jembatan Cilengkong tersebut, tampak bukit-bukit gundul dengan sudut elevasi sangat curam. Sebagian lereng sudah diperkuat dengan shotcrete supaya tebing lebih aman dari tekanan beban alat berat dan potensi longsor. Apalagi masih ada proses blasting atau peledakan selama pengerjaan konstruksi. Alat-alat berat wara-wiri di bagian tertinggi bukit dan di bagian terendah. Rupanya pengerjaan kawasan pendukung PLTA UCPS sedang dikebut.

Sawah menguning
Sawah menguning di area proyek PLTA Upper Cisokan Pumped Storage di Kampung Lembursawah, Desa Sukasari, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, 15 Agustus 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Sisa bangunan SDN Girimukti di Kampung Lembursawah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, terlihat jelas di dasar lembah, bersisian dengan area pengerjaan kawasan yang diproyeksikan bakal jadi danau atau lower dam PLTA UCPS, pembangkit listrik berteknologi pumped storage pertama di Indonesia.

Lokasi Kampung Lembursawah berada di pinggir pos jaga akses masuk ke area lower dam. Kita tidak boleh masuk ke area proyek jika tidak dibekali surat izin. Posnya dijaga oleh anggota Brimob dan petugas sekuriti proyek. Penjagaannya cukup ketat mengingat ini adalah proyek strategis nasional (PSN). Selain itu, masih ada proses peledakan di area proyek.

Dari pos jaga, ada jalan kampung ke sebelah kiri dengan kontur menurun. Akses jalannya hanya cukup untuk dua sepeda motor, sangat licin saat musim hujan, dan tentu saja rawan longsor dengan tebing-tebing tanah di salah satu sisinya.

Seperti namanya, Lembursawah berarti kampung sawah. Permukiman penduduk berada di lembah subur dengan hamparan sawah menguning. Suasananya sangat sepi, nyaris seperti kampung mati. Ada beberapa rumah di dasar lembah yang masih berdiri, tapi sebagiannya sudah kosong ditinggal pemilik.

Akan hilang pada peta
Akan hilang dari peta. Lembah subur di area proyek PLTA Upper Cisokan Pumped Storage, 15 Agustus 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Seorang perempuan terlihat berjalan di pematang sawah yang menguning. Setelah melewati kali kecil, dia menyusuri setapak dengan ilalang dan pepohonan cukup rapat di kanan kirinya. Di sana masih ada beberapa rumah warga yang tinggal. Beberapa ekor kambing terlihat ada dalam kandang. Jemuran-jemuran pakaian juga menghiasi pekarangan rumah-rumah itu.

"Masih ada yang tinggal di sana. Mungkin sambil nunggu sawah beres panen, baru pindah," kata Opin, 70 tahun, warga Kampung Lembursawah yang kebetulan berpapasan saat pulang dari sawah.

Mereka yang Bertahan

Lembursawah terbagi menjadi dua area permukiman, yaitu di bagian bawah dan atas. Di bagian tengah kampung, di antaranya keduanya, menghampar sawah-sawah dan satu bangunan masjid.

Patok batas area kawasan PLTA UCPS persis berada di bawah rumah milik Saepul Rohman, 32 tahun. Dari batas patok sampai ke bangunan SD, masjid, sawah, dan perkampungan di dasar lembah semuanya sudah dibebaskan oleh PLN.

Pagi itu istri Saepul sedang membuat opak dibantu oleh ibunya. Mereka melakukanny di kala senggang sambil menunggu warung yang ada di pinggir rumah. Saepul yang akan menjemur opak-opak itu di halaman.

Beberapa warga berkumpul di bangku depan warung, ngobrol ngalor ngidul sambil minum kopi dan merokok. Mereka merupakan bagian dari sekitar 20 kepala keluarga (KK) yang memilih untuk tetap bertahan tinggal di kawasan tersebut. 

"Kampung yang di bawah sudah dibebaskan semua. Saya bersama warga lain belum bersedia. Rumah kita juga ada di luar batas patok itu kan," kata Saepul.

Saepul bercerita, sebelum ada proyek, kawasan ini dulunya adalah perkampungan di antara hutan belantara di pegunungan. Saepul adalah generasi keempat yang telah mendiami Kampung Lembursawah. Di masa lalu selain berternak dan berladang, warga juga menanam padi huma. Saat ini padi yang ditanam bisa panen setahun tiga kali.

"Sekarang yang saya rasa rasakan sejak ada proyek, suhu udara agak lebih panas. Air juga agak terpengaruh debitnya. Pohon-pohon buah di hutan di sekitar kampung yang dulu banyak sekarang kan sudah dibabat habis. Khawatir longsor juga jika sudah masuk musim hujan," tutur Saepul yang dulu sempat berkebun tanaman keras produktif, seperti kopi dan buah-buahan.

Saepul bersama warga yang bertahan merasa terisolasi karena tak ada lagi masjid dan sekolah di kampung mereka. Saat sebagian warga sudah pindah ke Kampung Babakan Bandung, sekolah SDN Girimukti juga ikut pindah ke kampung baru tersebut. 

Untuk bisa mengakses kedua bagunan tersebut, warga harus menempuh jarak yang cukup jauh. Terlebih bagi anak-anak yang hendak bersekolah. Mereka harus berjalan kaki selama satu jam. Ada jalan memotong lewat hutan yang memangkas waktu perjalanan menjadi sekitar 45 menit. Namun medannya terlalu berat. Belum lagi mempertimbangkan keselamatan mereka. 

"Kalau lagi kehabisan bensin dan saya tidak pegang uang, terpaksa anak bolos sekolah dulu," tutur Saepul. "Kasihan kalau dipaksa jalan kaki juga."

Saepul tidak menampik sisi positif dari adanya proyek pembangunan PLTA UCPS. Misalnya, akses jalan untuk transportasi menjadi mulus sehingga pengangkutan hasil bumi bisa lebih efisien. Sebelumnya, masyarakat yang ingin ke Kota Bandung harus menyeberang ke Cianjur, dengan akses jalan yang masih buruk terutama saat musim hujan. Baru mereka memutar ke Cipatat, sebelum tiba di kota.

"Sekarang (barang) bisa langsung dikirim ke Bandung lewat Cipongkor dan Cililin. Lebih dekat dan cepat," kata Saepul.

Jalan besar ke arah PLTA UCPS memang sangat mulus. Jalan beton ini memanjang sejak kita masuk ke jalan akses PLTA UCPS. Di beberapa titik rawan longsor, kita harus ekstra hati-hati karena sebagian badan jalan amblas dan hilang tergerus longsor. Lokasi pembangkit listrik yang disebut bendungan hijau itu jaraknya hampir 70 kilometer dari pusat Kota Bandung melalui rute Cihampelas, Cililin, Cipongkor, lalu Rongga.

Mereka yang Memilih Pindah

Sebagian penduduk Lembursawah pindah bedol kampung ke kawasan yang lebih tinggi di Babakan Bandung. Kampung tersebut masih di Desa Sukaresmi, lokasinya lebih tinggi dan berada jauh di luar area pembangunan PLTA, namun kondisi lingkungannya berbeda dengan Lembursawah.

Jalan Babakan Bandung mesti melewati lereng-lereng perbukitan dan kebun-kebun di sisi kiri-kanannya. Setelah itu pemandangan lereng berubah jadi pemandangan rumah-rumah yang kelihatan masih baru dibangun dengan warna-warna kinclong di sisi kiri jalan kampung. Sisi kanannya adalah wilayah Kecamatan Bojongpicung, Cianjur.

Nur (43 tahun) adalah salah seorang warga eks Lembursawah yang pertama pindah ke Babakan Bandung sekitar tahun 2022. Menurutnya, belum ada fasilitas apa pun saat pertama pindah, akses air sulit dan listrik waktu itu masih belum ada. Sementara waktu di Lembursawah warga bisa mengakses air gratis dari mata air yang dialirkan ke rumah-rumah tanpa dibatasi.

"Pertama ke sini hanya ada dua rumah, sisanya perkebunan, ada kebun kopi dan paneli (vanili). Setelah itu baru warga kampung lain juga ikut pindah relokasi ke sini," kata Nur. 

Setelah jaringan listrik masuk Babakan Bandung, warga membuat instalasi sumur pompa secara swadaya. Ada juga bantuan satu unit instalasi pompa dari pemerintah desa dan satu unit lagi dari PLN. Tentu tak lagi gratis karena perawatan pompa air dan biaya listrik ditanggung secara urunan. Setiap rumah kena biaya urunan dua juta rupiah untuk pengadaan sumur bor swadaya. Iuran bulanan untuk listrik dan perawatan 25.000 rupiah per rumah.

Masalah air bukan tanpa kendala. Penggunaan air melalui pipa-pipa yang saling terhubung kerap membuat distribusi air dalam kuantitas tidak merata. Sumur bantuan PLN dan sumur swadaya dipakai untuk kepentingan umum, sumur bor di dekat SD tidak bisa digunakan untuk warga umum. Sumur bor bantuan PLN dimanfaatkan untuk 30 KK sedangkan sumur bor swadaya dekat masjid dimanfaatkan oleh 12 KK.

Nur sebelumnya tinggal di Lembursawah dekat dasar lembah. Saat itu Mur punya tiga rumah permanen dan sawah. Ia mendapat uang pengganti sebesar 440 juta rupiah, angka terbilang tinggi dalam proses ganti rugi ini.

“Kelihatannya besar (440 juta rupiah), padahal jika dipakai untuk beli tanah baru, biaya bangun, dan beli sawah pengganti, ya masih nombok. Untung dapat pinjaman dari orang tua saya,” kata Nur.

Nur benar-benar nombok. Ia menghabiskan biaya 500 jutaan rupiah untuk bikin rumah baru dan membeli sawah. “Kita itu petani jadi harus punya sawah pengganti,” tukasnya. Ia membeli sawah pengganti di Ciranjang, Cianjur. Jaraknya cukup jauh. Tapi baginya yang penting masih bisa bertani agar tetap punya sumber penghasilan.

Uang penggantian rumah warga yang terkena pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Upper Cisokan Pumped Storage (PLTA UCPS) memang bervariasi jumlahnya tergantung luas bangunan, tanah, dan kategori permanen dan semi permanen. Besaran penggantian antara 40 juta rupiah sampai 100 juta rupiah per keluarga dari satu unit rumah yang ditinggali. Tentu banyak yang merasa jumlah penggantian ini kurang, namun semua sudah diatur oleh pemerintah desa untuk melakukan klasifikasi jenis rumah.

Sedikitnya ada 101 KK yang tinggal di Kampung Lembursawah sebelum relokasi.  Menurut mantan Ketua RW 01 Lembursawah Asep Suherman (53 tahun) sebagian besar warga Lembursawah sudah pindah relokasi ke Babakan Bandung termasuk dirinya. Dia tidak bisa memastikan berapa KK yang kini mendiami Babakan Bandung karena ada juga warga Lembursawah yang pindah keluar wilayah Kabupaten Bandung Barat.

Asep Suherman sendiri mengalami dua kali relokasi. Pertama tahun 2015 dengan uang kompensasi sebesar 70 juta rupiah. Hanya rumah yang dihitung, sedangkan sawahnya tidak dihitung. Ia pindah ke area yang lebih tinggi yang dipikirnya sudah di luar area proyek. Ternyata ia kena gusur lagi tahun 2022. Di tahun yang sama setelah dapat kompensasi pembebasan sekitar 400 juta rupiah untuk rumah dan bangunan warungnya, ia bersama istri dan tujuh anaknya pindah ke Babakan Bandung.

"Saya belum mendata lagi, jumlahnya cukup banyak yang pindah ke Babakan Bandung, ada juga yang keluar kabupaten malahan,” ujar pria yang akrab disapa Uus. Menurutnya, di Lembursawah juga masih ada yang tetap tinggal karena tanahnya memang belum dibebaskan semua oleh pemerintah.

Sedangkan menurut Nur, jumlah warga yang sudah relokasi ke Babakan Bandung mencapai dua RT, walau ia tak bisa merinci jumlah pastinya.

Salah seorang warga yang memilih bertahan di Lembursawah merasa merasa tidak masalah memilih tinggal di kampung tersebut, karena sudah menjadi kampung halaman sendiri sejak lama.

"Teu nanaon di dieu ge da di lembur sorangan, asal teu kagusur deui we, asal masih bisa ngahuma di tanah Perhutani. (Nggak apa tinggal disini juga asal di kampung sendiri, asal jangan sampai kena gusur lagi, asal masih bisa garap sawah atau kebun di lahan Perhutani)," kata seorang wanita berusia lanjut yang enggan menyebut namanya. Ia salah seorang warga yang tetap bertahan di Lembursawah.

Jarak kampung relokasi penduduk ini sekitar dua kilometer dari kampung lama mereka. Masih di Desa Sukaresmi, tapi berbatasan langsung dengan wilayah Desa Sukarama, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur. Saking dekatnya perbatasan antarwilayah ini, orang bisa membeli kopi di sebuah warung di Babakan Bandung, lalu menyeruputnya di bangku kayu seberang warung yang sudah masuk wilayah Cianjur, menghadap lembah hutan Sarongge.

Menggusur Manusia, Mengusir Satwa

Tanah yang sudah dibebaskan dan sudah kosong di kampung Lembursawah tidak masuk area genangan waduk. Di lokasi ini akan dipakai untuk switchyard (gardu induk) dan cable termination yard. Sedangkan pengerjaan fisik lower dam belum dimulai. Jalur transmisi akan dibangun di di wilayah Cianjur di Kecamatan Bojongpicung dan Haurwangi. Sementara genangan waduk masuk wilayah Kecamatan Cibeber dan Campaka.

“Di Kabupaten Bandung Barat yaitu Desa Bojongsalam, Cicadas, dan Sukaresmi,  kena area genangan, sebagian lagi selain kena genangan juga kena untuk jalur akses PLTA (Sukaresmi, Cibitung, Cijambu, Sirnagalih)," jelas Manajer Kesehatan dan Keselamatan Kerja Lingkungan dan Keamanan PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jawa Bagian Tengah 1, Asep Irman.

Terkait warga Kampung Lembursawah yang tetap tinggal dan menolak relokasi, Asep Irman mengatakan area tersebut memang tidak berada di dalam area proyek.

"Memang berbatasan dengan patok batas proyek, idealnya clear area, tapi mau bagaimana lagi mereka menempati rumah dan tanah mereka, kita tidak bisa memaksa mereka untuk relokasi kan. Tapi wilayah yang masuk area proyek sudah dibebaskan semua dan penduduknya sudah direlokasi ke permukiman baru," tambahnya.

Asep Irman juga mengatakan sudah dilakukan upaya mitigasi dan pengelolaan lingkungan di kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi melalui penetapan kawasan BIA (Biodiversity Important Area). Penetapan kawasan BIA diklaim berdasarkan riset dan kajian sejak lama.

“Jadi di setiap rambu dan billboard yang dipasang itu memang jalur jelajah satwa-satwa liar yang sekarang. Jadi jalan akses atau hutannya jadi terpisah, kita juga buat jalur-jalur khusus untuk satwa, gorong-gorong dan jembatan gantung untuk menyeberang," paparnya.

PLTA berteknologi pumped storage membutuhkan lahan yang sangat luas untuk membuat dua dam dengan ketinggian berbeda. Area PLTA Upper Cisokan Pumped Storage yang berada di perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Cianjur ini semula adalah hutan dengan topografi berbukit.

Bukan saja perkampungan yang tergusur, keanekaragaman hayati di kawasan tersebut jelas terdampak. Banyak satwa liar endemik di sana yang tentu bakal terpecah habitatnya setelah hutan dibabat dan bukit dipapas.

Di antara ratusan spesies mamalia darat, burung, reptil, dan ikan, beberapa di antaranya masuk dalam Daftar Merah Spesies Terancam Punah dari Uni Internasional untuk Konservasi Alam yaitu trenggiling (Manis javanica), kukang Jawa (Nycticebus javanicus), dan surili (Presbytis comata).

Satwa-satwa liar endemik bakal berada di luar kawasan konservasi dan secara langsung akan bersinggungan dengan manusia, termasuk ancaman perburuan liar. Mereka antara lain trenggiling, kukang Jawa, surili, owa Jawa (Hylobates moloch), lutung (Trachypithecus auratus), landak (Hystrix javanica), berang-berang cakar kecil (A cinerea), dan elang Jawa (Nisaetus bartelsi).

"Waktu masih tinggal di Lembursawah saya sering melihat kancil (Tragulus javanicus) di pinggir kolam dan sawah di samping rumah. Setelah ada proyek dimulai jadi jarang muncul. Suami saya malah sering melihat peusing (trenggiling) nyebrang jalan lalu si peusing teh menggulung, terus suka di bantuin aja di bawa ke seberang masuk hutan lagi. Mungkin si peusing teh ingin pindah wilayah," kata Nur.

Ia juga bercerita pernah ada macan tutul (Panthera pardus melas) masuk perkampungan di Babakan Bandung dan memangsa ternak warga. Suami Nur juga kerap membantu peneliti dan mahasiswa yang melakukan riset satwa liar di hutan sekitar PLTA UCPS.

Cerita Saepul lain lagi, ia kerap melihat satwa-satwa liar yang menyeberang jalan raya saat malam hari maupun pagi. "Malam hari pernah lihat beberapa kali macan nyeberang, trenggiling, dan kukang. Mereka nyeberang ya di dekat lokasi-lokasi yang ada rambu penyeberangan satwa itu. Landak dan kancil juga saya sering lihat, hanya ada beberapa jenis burung yang sekarang sudah jarang lagi terlihat," katanya.

Saya sendiri pernah melihat seekor berang-berang cakar kecil atau sero kata orang Sunda menyeberang jalan raya akses PLTA UCPS dekat rambu-rambu peringatan perlintasan satwa liar. Rambu-rambu perlintasan satwa liar berbahasa Indonesia dan Inggris ini mulai terlihat di pinggiran jalan akses sebelum masuk ke kawasan gudang bahan peledak PLTA UCPS. Berada di sisi kanan jalan dengan dengan vegetasi hutan dan bukit yang masih cukup rapat, tapi juga diselingi kebun-kebun tanaman keras dan tanaman semusim garapan warga.

Upaya yang dilakukan untuk mengelola daerah tangkapan air demi menjaga daya dukung lingkungan dari terpisah-pisahnya habitat satwa. PLN menetapkan 15 titik BIA di sekitar PLTA UCPS dengan luas sekitar 425 hektare yang meliputi wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur.

Reforestasi, penempatan rambu-rambu penyeberangan satwa, pembuatan gorong-gorong atau jalur khusus untuk satwa menyeberang, dan jembatan gantung khusus untuk satwa-satwa arboreal yang menyeberang, jadi upaya-upaya mitigasi meminimalkan fragmentasi habitat.

Sekilas tentang PLTA Upper Cisokan Pumped Storage

PLTA Upper Cisokan Pumped Storage adalah pembangkit listrik dengan teknologi pumped storage di dua bendungan berkapasitas 1.040 megawatt, lebih besar dari PLTA Cirata yang berkapasitas 1.008 megawatt. Bendungan atas di aliran Sungai Cirumamis akan memiliki tinggi dinding 75,5 meter dengan luas genangan 80 hektare. Area tangkapan air 10,50 kilometer persegi.

Bendungan bawah di aliran Sungai Cisokan akan memiliki dinding setinggi 98 meter dengan luas genangan 260 hektare dengan area tangkapan air seluas 355 kilometer persegi. Dua sungai ini adalah sub-DAS Citarum. Luas lahan pembangkit listrik proyek strategis nasional ini 731,76 hektare.

Sebanyak 19 desa di enam kecamatan di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur terdampak pembangunan PLTA UCPS. Anggaran yang digelontorkan sebesar 11,79 triliun rupiah dengan waktu pembangunan konstruksi mulai tahun 2023-2028.

*) Tulisan ini merupakan republikasi berita yang naik di portal Bandungbergerak pada 25 Agustus 2024.  Liputan ini merupakan bagian dari program Fellowship “Mengawasi Proyek Strategis Nasional” yang didukung Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.

kali dilihat