Oleh: Sofyan Togubu
Independen- Langit bertabur jingga pagi mengawali hari. Sebuah bus sekolah perlahan-lahan berhenti di badan jalan raya. Siswa berbondong-bondong menaiki bus. Begitu pula para pekerja terlihat lalu lalang menuju area tambang PT. Alam Raya Abadi (ARA) yang lokasinya tak jauh dari permukiman warga di Desa Baturaja, Kecamatan Wasile, Halmahera Timur, Maluku Utara.
Dari titik jalan raya, saya memasuki kompleks jalan SMK Maritim yang bertabur kerikil dan berdebu. Jalan tani itu saya telusuri dengan sepeda motor. Ada pula kendaraan tambang dan mobil pengangkut karyawan perusahaan melewati jalan yang sama, bukan melalui jalur khusus. Dari permukiman warga menuju ke lokasi aktivitas tambang jaraknya sekitar satu kilometer lebih. Berada di sebuah bukit.
Di bawah terik matahari, saya terus melanjutkan perjalanan untuk mendokumentasikan dampak kerusakan sawah milik petani di Desa Baturaja dan Cemara Jaya sejak adanya industri tambang.
Masyarakat setempat mengaku pernah terjadi bencana banjir bandang pada 2017 dan 2020. Pengakuan warga, akibat curah hujan yang tinggi (kondisi alam,red) sehingga terjadi longsor di daerah saluran irigasi yang berlokasi di area PT. ARA. Tanah longsoran lantas menutupi saluran irigasi sehingga air meluap sampai ke area persawahan.
Di teras rumah, saya bertemu pria setengah abad, Misno. Ia merupakan Ketua Pengurus Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Baturaja. Suara lirih dan wajah memerah, Misno bercerita tentang lahan miliknya seluas satu hektare yang tersapu banjir pada 2017.
"Setelah kehadiran tambang, petani merasakan dampak yang tadinya (panen,red) saya bisa mencapai tiga ton, setelah adanya tambang satu ton saja nggak nyampe. Masalahnya yang lain merasakan dampak satu kali, saya punya dua kali. Akhirnya saya jeda selama dua atau tiga tahun waktu itu. Setelah itu saya tes lagi, tapi istilahnya pupuk harus lebih," ceritanya kepada tandaseru.com, Sabtu (18/11/2023) malam itu.
Sesuai data Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.790/Menhut-II/2014 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.424/MENHUT-II/20211 tanggal 27 Juli 2011 tentang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk Eksploitasi Bijih Nikel DMP dan Sarana Penunjangnya pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi atas nama PT Alam Raya Abadi di Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara, seluas 446,67 hektare.
Dalam SK tersebut ada enam pertimbangan atas perluasan konsesi PT ARA pada poin (e) dijelaskan, bahwa berdasarkan surat Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Nomor S.S 750/VII-PKH/2014 tanggal 22 Juli 2014, sesuai berita acara hasil pelaksanaan tata batas revisi jalan angkutan tambang bijih nikel DMP pada izin pinjam pakai kawasan hutan atas nama PT ARA pada kawasan hutan produksi terbatas (HPT) dan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), di wilayah Kecamatan Wasile, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara, tanggal 26 Desember 2013, realisasi tata batas seluas 8,50 hektare, sehingga areal izin pinjam pakai kawasan hutan atas nama PT ARA berubah dari semula seluas 446,67 hektare menjadi seluas 448,27 hektare.
Misno mulai bertani sejak 1998. Setelah petaka banjir, ia pindah di lahan yang disiapkan Dinas Pertanian. Meskipun hasil yang dirasakan sangat kecil dibandingkan lahan yang digarap sebelumnya.
"Kebetulan di lokasi itu ada saluran, walaupun berdampak tetapi sedikit. Akhirnya saya mengelola di situ atau numpang selama dua tahun lebih. Kalau petani tidak menggarap sawah bingung juga, apalagi harga beras cukup tinggi. Selain itu kerja sebagai serabutan," jelasnya.
Dampak banjir itu, Misno mengaku mengetahui persis masalahnya sebab sebagai pengurus Gapoktan ia mengecek lahan-lahan yang terkena dampak banjir.
"Saya mendampingi jadi saya tahu persis. Saya dampingi Dinas Perikanan, Dinas Pertanian maupun tambang. Waktu itu, saya juga sampaikan ke salah satu wartawan yang sempat liput dampak banjir kala itu, saya menegaskan kita masyarakat di lingkar tambang bukan diuntungkan tetapi kita ini dirugikan," bebernya.
Dengan tegas, Misno mengatakan Presiden Joko Widodo memiliki visi dan misi menyejahterakan petani, tetapi kelihatannya tidak terwujud.
"Selain itu, masalah jalan tani dipakai saat aktivitas tambang. Masyarakat tidak punya taji, kita nggak ada," imbuh Misno.
Dari banjir itu, penghasilan petani jadi jauh menurun. Misno bilang, penurunannya rata-rata 40-50 persen.
"Padahal, sebelumnya pada musim yang bagus itu (panen,red) 30 ton per satu hektare lebih sebelum dampak banjir. Kalau dampak dari alam, keruh tapi nggak merah kaya banjir itu. Jadi bingung saya. Anak saya dua, anak yang satu sudah berhenti sekolah dan ini dampak dari penghasilan setelah banjir. Penghasilan mengurang, cari pekerjaan di mana ada proyek kita kerja, menutupi penghasilan. Nggak bisa fokus sebagai petani," ujarnya.
Misno mencoba menggarap selama dua kali di lokasi terdampak banjir, namun gagal karena kualitas tanah yang sudah tak bagus lagi.
"Bahkan saya coba pakai kapur tani, sama saja. Harapan sumbangsih mengubah tanah itu yang tadi kena banjir atau adanya program bantuan. Minimal didorong tanam lain, selain padi, yang bisa meningkatkan penghasilan perekonomian petani," terangnya.
Perusahaan tambang sempat memberikan kompensasi ganti rugi atas dampak banjir itu. Namun yang diharapkan petani adalah perhatian terhadap lahan terdampak.
"Bahkan saya sempat bantah. Saya nggak perlu uang Rp4 juta dalam per hektarenya, tapi tolong 'dicuci' lahan saya agar fungsinya berkepanjangan. Kalau ada kadar besinya, zat nikelnya, sedangkan padi sensitif dengan zat itu. Dulu, desa disini dikenal dengan produksi padi. Setelah banjir kita nggak bisa bersaing dengan desa lain," tukasnya.
"Saya sebagai penanggung jawab kelompok, kalau dilihat bantuannya sesuai fakta di lapangan rata-rata per hektare fosfat tiga sak, urea satu sak, itu biasanya itu tahap pertama. Diganti rugi itu. Kalau dulu, kelompok tani di Desa Baturaja awalnya 13 kelompok dan berkurang sebanyak 11 kelompok. Rata-rata per kelompok ada 24-25 orang. Setelah adanya dampak ini satu kelompok nggak ada lagi yang garap," papar Misno.
Di ruangan yang sama, Daldeling (38 tahun), mengaku sudah bertani sejak 2011, mengaku lahan miliknya yang terdampak banjir seluas satu hektare.
"Sebelumnya, waktu itu kan saya sama bapak saya sudah pernah menggarap ladang sawah di sana. Dalam satu kali panen 50-60 sak. Ketika kejadian banjir di tahun 2017 itu kita nggak bisa garap sawah lagi karena nggak bisa ditanami sampai sekarang," kata Daldeling.
Setelah banjir, Daldeling meminjam lahan milik teman untuk dikelola.
"Tadinya saya survei ke petani lain untuk menanam padi kembali di lokasi terdampak, tapi saya bingung karena nggak bisa panen. Sekarang saya garap di lokasi padi benih. Di lahan sendiri rumput liar telah tumbuh. Saya sekarang tidak ada penghasilan sama sekali cuma bergantung menanam rica (cabai, red), itu pun kalau panen. Sementara anak-anak saya sekolah hari-hari butuh uang," katanya.
“Saya petani padi sawah, sebelum ada perusahan/tambang nikel/PT ARA panen kami dalam satu hektare bisa mencapai tiga ton. Tapi setelah ada perusahan tambang nikel masuk desa kami panen kami kurang maksimal apalagi setelah lahan kami kena limbah perusahan lahan/ladang kami. Kami gagal panen. Bahkan sekarang lahan kami nggak bisa ditanam lagi,” ungkap Casmita dalam surat pernyataan yang ia tulis tangan pada tahun 2017.
Tidak hanya Casmita, ada beberapa petani sawah di Desa Baturaja lain juga menulis pernyataan dampak sawah mereka terkena banjir di 2017 lalu.
Selain dirasakan petani sawah dari Desa Baturaja yang sangat dekat dengan aktivitas tambang, petani sawah di Desa Cemara Jaya juga merasakan dampak yang sama.
Ditemui di sela-sela aktivitas bersama petani memanen cabai, Siswandi (57 tahun), anggota kelompok Indra Kasih Desa Cemara Jaya, mengatakan hasil panen menurun ini selain faktor alam juga karena adanya aktivitas tambang.
"Ada dua hektare lahan, satu hektare ditanami rica yang satunya padi. Nah, padi itu saat panen cuma dapat tara (tidak, red) sampai dua ton. Dulu kalau tanam serempak bisa mencapai lima ton, paling sedikit tiga ton. Modal nggak balik, malah panen kemarin itu tombok sekitar Rp700 ribu. Hasil panen bayar pekerja itu nombok," jelasnya, Minggu (19/11/2023)
Kata Siswandi, apalagi sekarang ini dampak tambang sudah sampai ke Desa Cemara yang memiliki lahan pertanian.
"Dulu, walaupun hujan air tetap jernih tetapi sekarang kelihatan cokelat kemerahan. Itu faktornya. Sekarang nggak sampai 50 persen petani yang menanam padi. Palingan tanaman padi sekitar enam hektare itu kelompok saya," akunya.
Akibat banjir, panen menurun sejak tiga sampai empat tahun lalu hingga saat ini.
"Satu kali produksi waktu itu per hektare minimal Rp12,5 juta. Bisa untung banyak sekarang ya nombok. Biaya semakin naik karena pupuk, biaya pengelolaan naik, biaya panen waktu itu Rp1,2 juta, sekarang naik Rp2 juta padahal hasilnya tidak sesuai," terangnya.
Ia bilang, pengeluaran saat ini kalau dihitung-hitung tinggi, mulai dari sewa orang untuk membersihkan sawah saat musim panen yang tidak berimbang dengan penghasilan.
"Sewa orang untuk bersihkan sawah Rp75 ribu per hari, dulu masih mendingan per hari Rp 50 ribu. Untuk memanen itu biasa dua kali sewa pekerja tergantung banyak panen. Dengan kondisi seperti ini, apa boleh buat tetap tanam padi hanya bisa bertahan. Ditanam hanya untuk makan, tidak untuk dijual. Panen kemarin saya tidak untuk dijual, masalahnya hanya 30 sak," tuturnya.
Dampak dirasakan tidak hanya para petani melainkan warga sekitar lingkar tambang. Sia (29 tahun), bukan nama sebenarnya ketika didatangi di kediamannya di Perumahan 50 RT 011/RW 002 Desa Baturaja mengaku perumahan tersebut dihuni 50 Kepala Keluarga (KK). Mereka merasakan dampak langsung kehadiran tambang yang jaraknya dengan perumahan hanya berkisar 200 meter. Ancaman aktivitas tambang ini, kata dia, sangat berdampak terhadap aspek sosial, ekonomi dan kesehatan.
"Jika lagi musim panas seperti saat ini, kami sangat merasakan dampak debu dari aktivitas PT ARA yang tak jauh dari permukiman. Aktivitas penggalian material di bukti itu membuat debu memasuki rumah, hingga perabot dapur dipenuhi dengan debu yang terbawa angin masuk ke rumah. Pertama itu kalau torang tara (kami tidak, red) tutup pintu, abu merah-merah masuk ke rumah dan torang punya air cuci piring pasti cokelat, piring makan sampai meja makan panong (penuh, red) dengan abu warna merah,” ucapnya.
Pada musim kemarau, kondisi ini rentan membuat anak-anak terganggu kesehatannya, seperti batuk, pilek hingga mata berair, karena debu yang terhirup.
“Di sini kebanyakan anak kecil, kalau panas bagini anak-anak batuk, baingus (pilek, red). Jangankan anak kecil, torang orang besar juga sama,” katanya.
Hal ini bagi mereka sangat meresahkan, dan sudah berulang kali disampaikan ke pemerintah desa. Namun tidak ada respon serius. Ini membuat warga harus turun tangan dan beberapa kali melakukan aksi penutupan jalan yang dilalui karyawan PT. ARA. Blokade jalan oleh warga dilakukan kurang lebih sudah 10 kali.
Secara ekonomi, banyak yang mengalami kerugian, seperti sawah dan kebun warga yang tidak bisa lagi bercocok tanam karena kualitas tanah yang tak lagi subur pasca banjir bandang yang melanda desa ini tahun 2020 lalu.
“Kalau saat ini tidak bisa tanam sayur-sayur, rica dan sayur sawi tidak bisa, pasti mati, jadi hanya bisa pepaya. Permukiman kita berada di tengah, pada sisi kiri dan kanan diapit sungai, jika terjadi hujan harus mengungsi," imbuhnya.
Selain dampak aktivitas tambang yang dirasakan, Sia mengaku dulunya perusahaan membayar royalti kepada 50 KK yang terdampak langsung aktivitas perusahaan. Royalti itu sebesar Rp3 juta per KK dalam satu tahun.
“Sejak dampak yang diterima warga pada tahun 2020, seperti banjir bandang yang merusak kebun warga sehingga warga 50 KK mendapatkan royalti sebesar Rp3 juta. Namun pada tahun 2022-2023 royalti tersebut telah diputuskan oleh pihak desa dengan alasan yang tara jelas,” bebernya.
Sia merasa kesal atas pemutusan royalti yang dilakukan pemerintah desa. Menurutnya, royalti tersebut tidak sebanding dengan derita yang dirasakan warga. Itu pun sudah dihentikan pemdes.
“Perusahaan hanya bayar warga terdampak satu tahun Rp3 juta. Namun jika kami sakit karena aktivitas tambang, uang Rp3 juta hanya cukup untuk bolak-balik Subaim-Ternate, tidak cukup uang biaya perawatan,” jelasnya.
Warga yang menempati perumahan 50 KK tersebut merupakan petani dan peternak. Ada yang bertani padi, cabai, tomat, jagung, semangka, melon, serta ternak ayam dan bebek. Namun saat ini, untuk desa yang terdampak secara langsung banjir pada tahun 2020 sudah tak dapat lagi menanam karena kondisi tanah. Sebagian harus menanam di desa lain untuk tetap bisa memenuhi kebutuhan ekonomi.
“Petani yang dulu tanam padi sekarang harus beralih tanam cabai, tomat dan jagung. Ada yang tanam buah agar tetap bisa bertahan hidup,” pungkasnya.
Sesuai data diterima, Dinas Pertanahan dan Lingkungan Kabupaten Halmahera Timur pernah menyampaikan rekomendasi ke PT. Alam Raya Abadi (ARA) dengan Nomor 660/69/DPLH-HT/2019 perihal Rekomendasi Hasil Pemantauan dan Penilaian Lingkungan Triwulan IV Bulan Oktober Tahun 2019. Rekomendasi ini terdiri atas tujuh poin.
Pertama, berdasarkan hasil uji administrasi bahwa PT. ARA telah memiliki izin usaha pertambangan dan izin lingkungan, sementara izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (izin TPS LB3) telah berakhir masa berlakunya. Untuk itu PT. ARA segera memperpanjang izin TPS LB3 dan melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kedua, PT. ARA belum optimal dalam mengelola air limbah tambang yang berpotensi keluar ke media lingkungan. Untuk itu kepada kepala PT. ARA segera melakukan penataan dan pengelolaan settling pond pada lokasi penambangan berdasarkan pada kajian teknis ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, kepada PT. ARA segera melakukan penataan dan reklamasi pada areal bekas tambang.
Keempat, kepada PT. ARA agar melakukan pengadaan bibit dengan mempertimbangkan keragaman jenis tanaman dan habitat tumbuhan serta melakukan penataan pada lokasi pembibitan (persemaian).
Kelima, kepada PT. ARA segera menghentikan aktivitas pencucian kendaraan di sepanjang jalan hauling tambang, dan membuatkan tempat khusus pencucian kendaraan yang terintegrasi dengan sistem pengelolaan air limbah cucian kendaraan.
Keenam, PT.ARA selaku pemegang izin lingkungan usaha/kegiatan pertambangan agar selalu melaksanakan kewajiban dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan pedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketujuh, rekomendasi dari poin 1 sampai dengan 6 ini bersifat perintah agar ditindaklanjuti paling lama 30 hari kalender sejak rekomendasi ini ditandatangani.
Produksi Padi Menurun
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten Halmahera Timur, luas lahan sawah hingga hasil produksi padi sawah sejak 2017-2018 di Desa Cemara Jaya dan Baturaja cenderung mengalami penurunan.
Pada tahun 2017, di Desa Cemara Jaya, Kecamatan Wasile, untuk padi sawah pada Oktober 2016 sampai Maret 2017 luas lahan 600 hektare, luas tanam 441 hektare dan produksi 2.160 ton. Bulan April sampai September 2017 tercatat luas tanam 465 hektare dan produksi 2.034 ton.
Sementara itu, tahun 2018 di Desa Cemara Jaya padi sawah Januari sampai Juni 2018 untuk luas lahan 600 hektare, luas tanam 498 hektare. Sementara pada Juli sampai Desember 2018 menunjukkan luas lahan 391 hektare, produksi 1.910 ton.
Di Desa Baturaja pada periode Oktober 2016 sampai Maret 2017 tercatat luas lahan 500 hektare, luas tanam 253 hektare dan produksi 984 ton. Bulan April sampai September 2017 luas tanam 326 hektare dan produksi 1.276 ton.
Begitu pula di Desa Baturaja pada Januari sampai dengan Juni 2018 tercatat luas lahan 500 hektare, luas tanam 430 hektare, dan produksi 1.692 ton. Lalu pada Juli sampai Desember 2018 luas tanam 353 hektare serta produksi 1.363 ton.
Potret Dampak Kerusakan Ekologi Dirasakan Warga Desa Baturaja
Pada 26 Desember 2017, Dinas Pertanahan dan Lingkungan Hidup Halmahera Timur menerbitkan hasil verifikasi pengaduan dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan. Aduan ini dilaporkan warga dengan teradu adalah PT ARA. Adapun media yang diduga tercemar adalah air, tanah, dan udara.
Dalam verifikasi tersebut ditemukan fakta-fakta, terdapat longsoran pada koordinat E.128º 09’089” N.1º3’110” dalam wilayah izin usaha pertambangan IUP PT Alam Raya Abadi yang masuk ke dalam saluran irigasi. Lokasi kolam endapan yang berada pada koordinat E.128º 08’752” N.1º 3’007” meluap keluar dan mengalir mengikuti lembah sampai ke koordinat E.128º 08’734” N.1º3’413 kemudian mengalir mengikuti saluran irigasi dengan membawa material sedimen dari area pertambangan.
Kemudian material sedimen yang terbawa air mengikuti saluran melintasi areal persawahan, ladang, tambak dan pemukiman warga. Ditemukan endapan sedimen yang masuk areal persawahan, ladang/perkebunan, tambak, dan permukiman warga dengan ketebalan yang variatif. Dari fakta-fakta verifikasi lapangan sebagaimana poin 1 hingga 4 di atas akan ditelaah dan ditindaklanjuti dengan rekomendasi.
Ada pula berita acara hasil survei pendataan jumlah sawah yang terkena dampak luapan lumpur dari lokasi pertambangan di Desa Baturaja pada Senin tanggal 8 bulan Januari 2018. Berdasarkan rekomendasi dari Dinas Pertanahan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Halmahera Timur, petugas PPL Pertanian dan PPL Perikanan telah melakukan survei pada tanggal 3 hingga 7 Januari 2018 melalui pengalaman secara langsung pemilik sawah dan kolam di Desa Baturaja.
Berikut klasifikasi data lahan pertanian dan sawah
Ditemui terpisah, Ketua Komisi III DPRD Halmahera Timur, Slamet Priatno menegaskan, jalur sungai Opiyang yang ditutup menyebabkan jebol. Jika tidak maka airnya naik seperti di tahun 2020, di mana air naik ke workshop (lapangan perindustrian penambangan) lalu turunnya tidak beraturan sehingga terjadi banjir.
"Kalau hanya sekadar bersuara masalah itu sampai lupa, tetapi saya menggunakan lembaga ini (DPRD) untuk bersuara dan bagi saya sudah hampir pada fase mentok sebenarnya. Secara tupoksi yang belum itu tinggal DPR RI komisi VII tetapi sudah diagendakan dan membutuhkan dokumen yang lengkap. Alhamdulillah tahun ini data kita sudah cukup," jelas Slamet (18/11/2023).
Masalah dampak banjir ke ladang pertanian ini, kata dia, bukan hanya dibawa ke rapat DPRD.
"Kita ngamuk berkali-kali, bagaimana saya ngomong tentang perusahaan ada di Kecamatan Wasile itu, baik di ruang rapat kemudian di paripurna," akunya.
Dia menegaskan, khususnya Komisi III selalu concern pada masalah yang terjadi dari dampak yang dirasakan masyarakat.
"Nah, datangnya tambang (PT ARA) sampai surat-surat izin lengkap ini kita nggak dilibatkan apa-apa. Masalah perusahaan menggunakan jalan kebun, itu hasil dari kami mencari data, sebelumnya orang nggak tahu. Begitu mulai kita bongkar satu-satu, ketemu itu jalan digunakan hauling itu sebagai jalan kebun, sebagian ada di IPPKH," tegasnya.
Masalah ini pun sudah pernah diadukan ke Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Maluku Utara. Bahkan rapat bersama DPRD dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku Utara juga pernah dilakukan.
"Kami punya kesimpulan begini. Kalau menolak tambang, kita nggak nolak. Tetapi paling tidak dampak itu diperbaiki, lebih ditekankan atau minimal di-suspend. Toh pada faktanya surat peringatan dari IPPKH, kita harapkan itu dimaksimalkan Corporate Social Responsibility (CSR) supaya dampak negatif itu minimal sedikit terjawab," ujar Slamet.
Slamet sendiri telah mulai mencari data banjir tahun 2020, termasuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) nya seperti apa.
“Jadi waktu itu ada banjir, warga ke sana (lokasi banjir), saya juga diminta bantu untuk ikut. Terus saya berpikir mulai dari mana mencari data. Seterusnya saya cari data, dicek loh AMDAL-nya masih perusahaan lain. Ternyata betul masih menggunakan perusahaan PT Makmur Jaya Lestari, berarti PT ARA nggak ada," tuturnya.
Slamet bercerita, dahulu Desa Baturaja menjadi primadona produksi padi.
“Ladang sawah di Desa Baturaja sekarang sudah jadi hutan. Sekarang beberapa petani nyoba-nyoba kembali, memang ada juga yang nggak kena dampak. Karena kejadian sudah lama. Rata-rata terjadi banjir di malam hari, besoknya dipantau DLH tentunya sudah ada para petani dan warga membersihkan sisa-sisa bekas banjir. Kalau dampak negatifnya luar biasa itu dirasakan warga Perumahan 50. Hasil produksi dan hasil nggak berimbang. Ini banjir tanah merah ketutup sehingga biaya produksi menurun,” terangnya.
Kendati demikian, Slamet mengakui mereka yang terdampak mendapatkan ganti rugi.
"Ada buktinya ganti rugi, tetapi eksistensi dari sawah nggak ada, bahkan hilang," tandasnya.
Menjaga Ruang Hidup Petani di Desa Baturaja dan Cemara Jaya
Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Maluku Utara yang fokus mendukung Halmahera Timur dijadikan sebagai lokasi lumbung pangan di Maluku Utara ini menegaskan dalam pengaturan tambangnya perlu melihat ketahanan pangan.
"Dari kami melihatnya, dalam mengembangkan tambang itu memang masa depan kita di Maluku Utara. Tapi jangan lupa mereka (petani, red) juga butuh makan, basically kita itu perlu dijaga yaitu pangan," ujar Kepala BI Maluku Utara R Eko Adi Irianto saat ditemui di ruang rapat BI, Kamis (16/11/2023)
Maluku Utara sendiri, kata Eko, masalah utama ketahanan pangan rendah karena daerah produksi pangan terbatas.
"Nah, harapan kami di Halmahera Timur sentra produksi pangan, seharusnya pengaturan tambangnya juga lebih hati-hati. Jangan sampai saat musim panen rusak," sambungnya.
Di kesempatan rapat tertentu, Bank Indonesia telah menyampaikan bahwa untuk mendukung nilai tambang supaya mengalir efek pada pertumbuhan ekonomi, maka di-support masuk ke pertanian sebagai sektor terbesar di luar tambang dan industri.
"Kenapa pertanian? Karena itu pangan basically dari masyarakat Maluku Utara yang sekarang kita masih mengalami kerentanan. Karena itu, baik pemerintah pusat dan daerah benar-benar memperhatikan ini," tuturnya.
Selain itu, yang menjadi perhatian serius BI Provinsi Maluku Utara adalah migrasi petani menjadi pekerja tambang.
"Jadi prihatin kami adanya indikasi-indikasi misalnya migrasi pekerja petani menjadi pekerja tambang itu sangat memprihatinkan. Sehingga kita harus berupaya untuk melakukan mitigasi bagaimana caranya dan dari kami sudah mencoba di antaranya demplot (lahan percobaan, red) guna mengajak petani-petani kalau mengelola lahan dengan teknologi yang benar, pakai pola produksi benar, itu hasilnya bagus," jelas Eko.
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Khairun Ternate, Lily Ishak yang ditemui terpisah menjelaskan, lahan pertanian Maluku Utara semakin tergerus, lahan-lahan potensial dengan vegetasi alam lokal menjadi sumber pangan turut tergerus.
"Ini berdasarkan pengamatan saya di lapangan. Saya ambil contoh di Halmahera Timur di ibukota Maba, sebenarnya lahan asli masuk kategori lahan basah secara alamiah berupa rawa," jelas Lily, Selasa (28/11/2023)
Ia mengaku tidak memprotes maupun mengkritik kehadiran tambang, sebab kehadiran tambang juga penting karena sumber daya alam harus diolah. Pengolahan itu supaya memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat lingkar tambang.
"Idealnya seperti itu. Artinya tidak mesti petani itu pergi ke sana menggantikan bidang pekerjaan menjadi buruh. Petani tetaplah menjadi petani, membangun tanah supaya memberikan kontribusi kepada tambang. Ini loh, tidak usah beli di luar tapi beli di kami. Cuma sekarang yang terjadi lahan-lahan mereka tidak bisa dipakai akibat dari limbah," akunya.
Ancaman kerawanan pangan ini, ia berujar, melanda karena perubahan iklim. Tetapi di Maluku Utara bukan hanya terjadi perubahan iklim melainkan kehadiran tambang mengalihfungsikan lahan dan paling utama sumber daya manusia (SDM).
“Saya khawatirkan suatu saat semakin banyak hutan dibuka, erosi terjadi di bawah material tanah masuk ke laut. Saya khawatir ikan akan menjauh, termasuk tanaman pangan dalam hal ini padi sawah. Padi itu di Subaim banyak yang rusak, lahan sudah rusak banyak, makanya sudah berkurang lahan sawah. Masih ada, tapi sangat sedikit,” ungkapnya.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Mahasiswa Pertambangan (Permata) Indonesia M Arsyad Hanafi yang fokus mengawasi perusahaan tambang, khususnya di Maluku Utara, untuk menjalankan aktivitas pertambangan sesuai penerapan kaidah pertambangan mengaku belum bisa memberikan penjelasan lebih jauh soal persoalan di Halmahera Timur. Namun ia mengingatkan perusahaan tambang memperhatikan good mining practice.
"Saat ini yang bisa saya sampaikan setiap perusahaan tambang wajib menerapkan good mining practice dan itu meliputi berbagai aspek," ujarnya.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Tahun 2023 PT ARA diterangkan bahwa PT. ARA awalnya bernama PT. Makmur Jaya Lestari, diberikan Surat Izin Kuasa Pertambangan (KP) Eksplorasi Bahan Galian Nikel beserta Bahan Galian Ikutannya oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Timur melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Kabupaten Halmahera Timur Nomor 540.1/KBP/80/2005 yang kemudian direvisi dengan Nomor 540.1/KEP/80/2006 dengan luas 25.750 hektare. Kegiatan eksplorasi yang diawali dengan eksplorasi regional dan diakhiri dengan eksplorasi detail ditentukan areal untuk ekploitasi seluas 924 hektare, maka terbitlah Surat Keputusan Bupati Halmahera Timur Nomor l88.45/87-540.11/2007 tanggal 10 Juli 2007 tentang Izin Kuasa Pertambangan (KP) Eksploitasi Bahan Galian Nikel dan Mineral Ikutannya seluas 924 hektare.
Dengan diberlakukannya Undang-undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009, maka PT. Makmur Jaya Lestari mengajukan permohonan perubahan dari Izin Kuasa Pertambangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi. Pemerintah Kabupaten Halmahera Timur kemudian menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi dengan Nomor 188.45/141-545/2009 tanggal 29 Oktober 2009.
Selain itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Timur juga menerbitkan Surat Keputusan Perubahan Nama Perusahaan Pemegang IUP Operasi Produksi dari PT Makmur Jaya Lestari menjadi PT. ARA dengan Nomor 188.85/54007/2010 tanggal 11 Januari 2010. Setelah diberlakukannya Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2014 dan Peraturan Menteri ESDM nomor 1 tahun 2014 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri, PT. ARA menghentikan seluruh kegiatan di lapangan. Kemudian Kepala BKPM menerbitkan Surat Keputusan Nomor 35/1/IUP/PMA/2020 tanggal 18 Juni 2020 tentang Persetujuan Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Mineral Logam dalam Rangka Penanaman Modal Asing untuk Komoditas Nikel kepada PT ARA.
Selain itu, dijelaskan dalam pengelolaan lingkungan hidup pertambangan adalah upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari kegiatan pertambangan. Sementara pemantauan lingkungan hidup pertambangan adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari kegiatan pertambangan.
Dalam melaksanakan kegiatan eksplorasi dan operasi produksi PT. ARA berkomitmen melakukan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan sesuai dengan dokumen lingkungan hidup dengan tujuan untuk pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup mengacu kepada Kepmen Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 1827 K/30/MEM/2018 tentang pedoman pelaksanaan kaidah teknik pertambangan yang baik.
Untuk pengembangan dan pemberdayaan masyarakat Kecamatan Wasile, Kabupaten Haltim, Maluku Utara sebagai wilayah operasi penambangan PT. ARA dapat dikatakan sebagai daerah yang cukup produktif. PT. ARA telah menyusun konsep pengembangan dan pemberdayaan masyarakat pada wilayah tersebut dalam 8 program utama PPM yaitu pendidikan, kesehatan, tingkatan pendapatan riil/pekerjaan, kemandirian ekonomi, sosial budaya, pengelolaan lingkungan lingkar tambang, pembentukan komunitas PPM, dan pembangunan infrastruktur penunjang PPM. Lokasi penerimaan manfaat PPM PT Alam Raya Abadi terdiri dari Desa Subaim dan Baturaja yang terletak di Kecamatan Cemara Jaya, Halmahera Timur.
Jurnalis tandaseru.com mengirimkan surat resmi wawancara ke email perusahaan alamrayaabadi98@gmail.com pada 28 Desember 2023 dan alamrayaabadi@gmail.com pada 9 Januari 2024. Namun sayangnya tak mendapat tanggapan hingga liputan ini diterbitkan.
Kepala Divisi Health, Safety, and Environment (HSE) PT. ARA Abdul Karim yang dikonfirmasi mengaku tengah berada di luar kantor. Ia mengarahkan agar mengonfirmasi ke Divisi Community Development.
"Coba nanti hubungi Divisi Comdev saja, soalnya berkaitan dengan mereka," ujar Abdul.
Sementara itu Kepala Community Development PT ARA Kubais Kababa mengarahkan konfirmasi dilakukan ke KTT.
"Langsung ke KTT saja, saya tidak punya kewenangan," singkatnya.
Jurnalis tandaseru.com juga mengirimkan surat resmi permintaan wawancara lewat WhatsApp kepada Kepala Teknik Pertambangan (KTT) PT ARA Onal Luas sejak Selasa 12 Desember 2023 dan berupaya menghubunginya berulang kali namun tak ada tanggapan.
*) Tulisan ini merupakan republikasi berita yang naik di portal Tanda Seru, pada 11 Januari 2024. Liputan ini merupakan program penulisan Jurnalisme Kolaboratif untuk Memonitor Proyek Strategis Nasional kerjasama AJI Indonesia dan Kurawal.