Menunggu Keadilan Lewat Aksi Kamisan

Tim Independen

INDEPENDEN –  Pada tanggal 18 Januari 2024, Aksi Kamisan genap berusia 17 tahun.

Aksi konsisten yang dilakukan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dan keluarga korban HAM ini menuntut pemerintah untuk menuntaskan berbagai pelanggaran HAM berat di Indonesia, termasuk Tragedi Semanggi, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, Peristiwa Tanjung Priok, Peristiwa Talangsari 1989, dan lain-lain.

Sejak tahun 2007, setiap Kamis, para aktivis dan keluarga korban ini berdiri di depan Istana Merdeka dan melakukan aksi diam. Mereka memakai pakaian hitam dan berpayung hitam. Kadang jumlahnya hanya beberapa, namun mereka berdiri tegak dalam diam.

Para aktivis dan keluarga korban ini akan pergi dari depan pusat kekuasaan pemerintah itu setelah senja menjelang.

Tidak peduli panas atau hujan, mereka ada di sana setiap Kamis.

Aksi Kamisan sebelumnya digagas oleh Maria Katarina Sumarsih dan Suciwati. Suciwati merupakan istri almarhum aktivis HAM Munir. Sementara Sumarsih merupakan ibu dari Bernardus Realino Norma Irmawan atau Wawan, mahasiswa yang tewas ditembak aparat saat Tragedi Semanggi I pada 13 November 1998.

Konon aksi ini terinspirasi dari Ibu-ibu Plaza de Mayo yang melakukan aksi damai untuk memprotes penghilangan dan pembunuhan anak-anak mereka oleh Junta Militer Argentina. Seperti halnya ibu-ibu Plaza de Mayo, Sumarsih dan rekan-rekan menggelar aksi di depan Istana Merdeka, Jakarta, yang dianggap sebagai simbol kekuasaan.

Rezim memang terus berganti, namun tak satu pun kasus pelanggaran HAM yang diselesaikan. Justru para terduga pelaku pelanggaran HAM kini duduk di sejumlah posisi tinggi pemerintahan. Bahkan salah satu terduga pelaku sedang sibuk berkampanye untuk menjadi orang nomer satu di Indonesia.

Mengecewakan?

Setidaknya itu yang dirasakan oleh para aktivis ini.

“Mulai dari Presiden Megawati, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sampai Presiden Joko Widodo (Jokowi). Yang nyata-nyata janji hitam di atas putih itu Jokowi. Tetapi kenyataannya seperti ini, kebenaran tidak terungkap,” kata Ekonom Senior Faisal Basri yang hadir di acara Aksi Kamisan.

“Pak Jokowi ketika belum menjadi presiden beliau mengatakan berkomitmen menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat,” kata pengagas Aksi Kamisan Maria Katarina Sumarsih.

Sumarsih mengatakan bahwa Presiden Jokowi juga sudah berjanji akan menghapus impunitas.

“Saya sempat akan berhenti Aksi Kamisan karena saya penuh harap bahwa Presiden Jokowi akan memenuhi janjinya. Ternyata kan tidak,” kata Sumarsih.

Dia mengakui bahwa Presiden Jokowi menerbitkan Kepres No.17/2022 tentang  pembentukan tim penyelesaian non judisial pelanggaran berat HAM masa lalu. Namun keluarga korban menolak penyelesaian kasus HAM berat ini secara non judisial.

Suciwati yang merupakan istri almarhum pejuang HAM Munir mengatakan setelah Jokowi mengakui terjadinya perkara pelanggaran HAM berat, mestinya harus segera ditindaklanjuti  secara yudisial.

“Jika Jokowi memang seorang reformis sejati, semestinya mau menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat ini secara adil. Tapi justru di ujung pemerintahannya, Pak Jokowi malah membangun politik dinasti," ujar Suciwati menekankan putra Presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka yang menjadi cawapres berpasangan dengan Prabowo Subianto yang diduga melakukan pelanggaran HAM berat.

Para aktivis HAM ini juga menolak mentah-mentah anggapan bahwa isu HAM hanya muncul lima tahun sekali, terutama menjelang pemilu.

Suciwati mengatakan bahwa Aksi Kamisan selalu hadir setiap minggu, yang artinya bukan muncul musiman seperti yang disebut-sebut.

“Jangan bilang ini lima tahunan. Setiap Kamis kami ada di sini. Calon [presiden]nya yang mengatakan begitu. Capres yang maju,  politisi yang maju, politisi yang busuk, dan itulah yang dinarasikan oleh mereka,” kata Suciwati.

Suciwati juga mengatakan bahwa Aksi Kamisan itu ada di 60 kota di Indonesia.

“Yang berarti kebutuhan semua itu sama, bahwa kita harus menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat ini sebagai tanggung jawab bangsa,” katanya.

Sebelumnya dalam debat capres di Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Capres No 3 Ganjar Pranowo menanyakan soal makam 13 korban penculikan 1998 kepada Capres No 2 Prabowo Subianto.

Ganjar bertanya apakah Prabowo akan mencari dan menunjukkan makam aktivis yang hilang di masa Orde Baru untuk diziarahi keluarga mereka.

Ganjar juga menanyakan komitmen Prabowo terhadap penyelesaian 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Prabowo menyatakan bahwa dia keras dalam membela HAM. Ia juga menyebut isu yang dilontarkan Ganjar selalu muncul setiap lima tahun sekali ketika elektabilitasnya sebagai calon presiden naik.

“Nyatanya orang-orang yang dulu ditahan, tapol-tapol, yang katanya saya culik, sekarang ada di pihak saya. Membela saya,” kata Prabowo saat itu.

Eko Prasetyo, aktivis dari Sosial Movement Institute, dalam peringatan 17 tahun Aksi Kamisan menyampaikan posisinya untuk tetap membela korban pelanggaran HAM meskipun banyak aktivis yang memilih mendukung Prabowo.

“Banyak kawan-kawan kita yang sudah melewati garis batas. Dia pergi dan bersatu dengan mereka-mereka yang menculiknya. Alangkah ironisnya kalau penculik dan yang diculik menjadi satu partai.  Kalau penculik dan yang diculik menjadi satu kesepakatan Untuk apa negeri ini berdiri kalau demokrasi dilacurkan oleh para aktivisnya. Untuk apa demokrasi ini ditegakkan kalau aktivisnya mencari titik kompromi…” kata Eko.

Eko mengatakan Aksi Kamisan yang dilakukan secara konsisten sejak tahun 2007 itu melatih para aktivis pembela HAM untuk menegaskan posisi dan menegakkan tapak batas.

“Aksi Kamisan meletakkan kita bukan mereka dan kita tidak akan seperti mereka,” kata Eko lagi.

Peringatan 17 Tahun Aksi Kamisan pada 18 Januari 2024 lalu bukan hanya dihadiri ratusan aktivis melainkan juga poster. Isi poster berupa tuntutan dan ungkapan kekecewaan kepada Presiden Joko Widodo, seperti "Jokowi Bohong" dan "Bela Korban! Lawan!".

Beberapa foto terduga pelaku pelanggaran HAM berat juga dicetak dan dipajang di seberang Istana Presiden. Salah satunya adalah Prabowo Subianto, yang diduga bertanggung jawab atas penculikan aktivis '98.

Suasana 17 tahun Aksi Kamisan pada tanggal 18 Januari itu memang lebih ramai dibanding Aksi Kamisan kemarin.

Namun Sumarsih dan teman-temannya akan tetap hadir di depan Istana Merdeka Kamis depan meskipun tidak seramai hari ini.

Suciwati mengatakan mereka tetap akan melakukan Aksi Kamisan karena belum mendapatkan keadilan. Setiap rezim berganti, mereka hanya mempergunakan isu HAM untuk mendapatkan suara, dan kemudian meninggalkan korban tanpa keadilan.

 “[Setiap Kamis] kami akan tetap ada di sini, karena selalu dikhianati."

kali dilihat