Oleh: Arif Fadillah
INDEPENDEN- Proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) ditargetkan rampung tahun ini. Ribuan tenaga kerja mampu diserap untuk menyukseskan perluasan kilang Pertamina tersebut. Bahkan digadang-gadang, kilang di Balikpapan ini memiliki kapasitas produksi 360 ribu bph, yang lebih besar dari kilang Cikarang.Namun tak disangka, proyek dengan nilai investasi Rp 108 triliun itu menyisakan luka bagi pekerja.
Didi (bukan nama sebenarnya) datang ke Kalimantan Timur dengan harapan tinggi. Digaji sesuai apa yang dijanjikan. Datang untuk pertama kalinya ke Balikpapan mencari rezeki untuk keluarga di desanya. Dari luar Pulau Kalimantan, bersama 11 temannya bekerja di RDMP selama Desember 2024.
Ia pertama kali menginjakkan kaki di Bumi Etam pada Maret 2024 lalu. Tepat pada pertengahan Ramadan, Didi dan kawan-kawan diajak oleh penanggung jawab. Dari daerah asal mereka juga, tawaran itu datang setelah mereka tuntas mengerjakan proyek di dekat daerah asalnya. Upahnya besar, hampir menyentuh Rp 7 juta per bulan. Sehingga kepercayaan terhadap koordinator tak diragukan.
Nilai upah itu juga yang ditawarkan koordinator untuk bekerja di RDMP. Selama sebulan bisa mendapatkan Rp7 juta. Jika memenuhi waktu kerja sebulan penuh, dengan lembur. Upah itu sudah termasuk uang makan. Namun semua itu tak seperti yang dibayangkan.
"Kalau perjanjian awal kami dikasih tau. Kalau rajin sebulan itu dapat Rp7 juta. Harus tetap masuk full sebulan plus lembur. Tapi setelah kami coba cuma dapat Rp4,8 juta. Kadang pendataannya juga bermasalah. Suka hilang catatan lembur," katanya kepada Suara.com.
Kerja di RDMP sebagai helper. Tugasnya mesti memasukan kabel ke motor penggerak. Nanti ada tim yang menyambung ke panel. Setiap hari seperti itu. Terkait upah sedianya pekerja dibayar per hari Rp120 ribu ditambah uang makan Rp20 ribu dan jika lembur, diupah Rp15 ribu per jam. Hari kerja Senin hingga Sabtu sejak pukul 6 pagi hingga 7 malam. Sementara terkait BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan itu tidak didapatkan pekerja.
"Kalau kita sakit ya ditanggung sendiri. Mengalami kecelakaan kerja ringan di lokasi nanti diobatin sama tim kesehatan," tambah Didi.
Terkait kontrak dijelaskan bahwa pekerja mendapatkan upah sebesar Rp 3.120.00,- per bulan. Dengan rincian gaji pokok per hari Rp 120.000,- dan uang makan Rp 20.000,- adapun jika pekerja selalu hadir 20 hari maka akan diberikan insentif Rp 200.000,- sementara lembur Rp 15.000 per jam.
Keanehan perjanjian kerja itu mau tidak mau dijalankan Didi dan kawan-kawan. Sudah terlanjur datang ke Balikpapan, sementara jika tidak setuju dan pulang ke kampung halaman mesti ditanggung sendiri. Selama bekerja Kartu Tanda Penduduk (KTP) mereka sempat ditahan beberapa bulan oleh perusahaan.
"Tidak jelas alasannya apa. Begitu langsung disodorkan kontrak, KTP ditahan selama 4 bulan. Kami tanya penanggung jawab kami tidak lama baru dikembalikan, dia bilang kalian cukup fokus kerja saja," jelasnya.
Dengan upah sekitar Rp3 jutaan tentu sangatlah tidak cukup untuk hidup di Balikpapan. Mengingat dia mesti mengirim ke keluarga di kampung. Belum lagi makan, transportasi dan biaya tempat tinggal di Balikpapan yang cukup tinggi. Sehingga mau tidak mau Didi selalu lembur di hari Minggu agar mendapatkan tambahan. Sebulan jika menjalani lembur dan insentif tambahan Didi bisa dapat sekitar Rp 4 jutaan.
Hal itu menjadi masalah baginya dan keluarga. Terutama persoalan ekonomi. Didi mesti menyisakan sebagian uangnya untuk orangtua, anak dan istri. Tapi sayang, hubungannya dengan istri harus berakhir. Masalah utamanya tentu karena upah yang tak cukup.
Tak hanya Didi saja, hal itu juga dirasakan Rati (bukan nama sebenarnya) pekerja perempuan di RDMP. Dia tidak mengeluhkan soal nilai gaji, namun proporsional pekerjaan yang tak sesuai harapan. Bekerja sebagai admin permit atau bagian administrasi perizinan. Mengurus dokumen dan perizinan project.
Digaji Rp 9.500 per jam dengan pekerjaan yang menurutnya tidak sesuai. Dia mesti ke sana kemari mengurus pemberkasan dokumen. Mobilitas yang tinggi tidak difasilitasi. Padahal idealnya dalam urusan kantor, fasilitas transportasi itu mesti disediakan.
“Kan bagian permit, kemana-mana harus diantar. Transportasi sendiri, saya itu di pintu 3a, jaraknya lumayan jauh. Panas, kepanasan, hujan kehujanan. Ke area mesti jalan kaki, basah semua kotor, tidak sesuai saja,” jelas Rati.
Selain persoalan nilai gaji di bawah UMK hingga proporsional pekerjaan, masalah pembayaran gaji yang diangsur juga terjadi. Selain Didi dan Rati, ada juga Pay, (bukan nama sebenarnya) yang harus bersabar menunggu gaji bisa masuk ke rekeningnya.
Pay merupakan teknisi bagian kelistrikan di RDMP. Bekerja sejak 2023 lalu. Pria asal luar Kaltim itu mengalami situasi yang tidak normal beberapa bulan terakhir. Tepatnya Juli 2024.
Gaji yang mestinya diterima tepat waktu, harus diangsur ke rekening Pay. Pembayaran gaji dicicil tentu membuat Pay mencari cara untuk menutupi biaya hidup di Kota Balikpapan. Mulai dari sewa kos, biaya makan, dan keperluan lainnya.
“Baru aja ini lambat betul mau tutup buku baru dibayarkan. Hampir satu bulan, baru dibayarkan. Soal gaji yang banyak terlambat, paling lambat satu bulan. Kalau dicicil itu dua bulan lalu, misalnya gaji harusnya tanggal 11, dibayar tanggal 19,” kata Pay.
Pria bertubuh kurus itu, bekerja di perusahaan sub kontraktor dari RDMP Join Operation (JO). Yaitu perluasan kilang minyak Pertamina Balikpapan. Dia digaji Rp245 ribu per hari. Dalam sebulan dia bisa terima sekitar Rp6,3 juta dalam sebulan.
Dia bekerja sejak 2023, sebagai teknisi main power. Tahun ini dia berganti seragam perusahaan. Tentunya tawaran gaji yang membuat dia berpindah perusahaan. Sebelumnya dia digaji Rp 4 jutaan sebulan, dan baru Mei ini dia tanda tangan kontrak di perusahaan baru.
Masalah nilai gaji tidak ada masalah, namun dia sedikit kecewa dengan pembayaran mulai telat. Padahal proyek tersebut sudah mendekati masa akhir pekerjaan. Diperkirakan 2025 mendatang sudah selesai, dan pengoperasian peningkatan kapasitas kilang bisa berjalan.
“Kata orang kantor gaji telat karena dari invoice RDMP JO nya yang terlambat,” jelas Pay.
RDMP Dominasi Persoalan Tenaga Kerja di Balikpapan
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Balikpapan, Ani Mufaidah membenarkan bahwa banyak perselisihan antara pekerja dengan perusahaan di Kota Minyak. Terutama terkait pengupahan yang di bawah UMK Balikpapan. Berdasarkan data yang mereka himpun, hampir 70 persen perselisihan itu didominasi proyek RDMP.
Perusahaan sub kontraktor biasanya membawa pekerja dari luar Kalimantan Timur. Kemudian memberikan gaji di bawah Upah Minimum Kota (UMK) Balikpapan. Padahal Pemkot sudah mengeluarkan SK Wali Kota terkait kewajiban pengusaha yang beroperasi harus patuh dalam memberikan upah.
“Yang melapor ada dan banyak. Kasusnya tinggi, karena sub kontraktor banyak makin banyak itu permasalahan. Saya pastikan 70 persen kasus yang masuk di kami itu sumbernya di RDMP. Permasalahan banyak, kan subkon dari luar, kemudian kontraknya habis. Pekerja ya ditinggal dan tak terurus di sini,” jelas Ani.
Sub kontraktor lebih banyak dari perusahaan luar Kaltim. Mereka datang ke sini biasanya turut dengan membawa pekerja hingga puluhan orang. Saat kontrak kerja disodorkan, nilai gaji tak sesuai harapan. Pekerja terpaksa menandatangani perjanjian kontrak itu. Kalau tidak, mereka kembali pulang dengan biaya sendiri.
Disnaker lanjut Ani, memperbolehkan setiap perusahaan merekrut tenaga kerja dari luar Kaltim sekaligus. Hanya saja ketika memasuki standar upah yang diberikan, mesti mematuhi aturan Pemkot Balikpapan. Sayangnya proyek strategis nasional itu tidak berjalan sesuai harapan sebagian pekerja.
Berdasarkan data dari Disnaker Balikpapan saat ini presentase jumlah pekerja di proyek RDMP, 56 persen berasal dari luar Kalimantan Timur. Sementara dari Balikpapan 40 persen, selebihnya dari kota lain di Kaltim. Sebanyak 313 tenaga kerja dengan 22 kasus sejak Januari hingga Agustus 2024 yang berselisih dengan perusahaan sub kontraktor dari RDMP JO. Dengan rincian tiga anjuran yang mesti ditunaikan perusahaan, 11 perjanjian bersama dan 15 yang mediasi.
RDMP JO Berikan Jawaban
Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan Join Operation (JO) melibatkan tiga perusahaan besar asal Korea Selatan, Hyundai juga dua perusahaan dalam negeri PP dan Rekin. Khusus RDMP Balikpapan JO mengerjakan proyek perluasan kilang Pertamina Balikpapan atau OSBL (Outside Battery Limit), ISBL (Inside Battery Limit). RDMP Balikpapan JO merupakan pelaksana proyek yang dimulai 2019 lalu itu.
Comdev RDMP Balikpapan JO, Wildan Taufiq menjelaskan bahwa proyek tersebut mempunyai banyak paket pekerjaan yang bisa dikerjakan pihak ketiga atau sub kontraktor. Seperti paket pekerjaan pemipaan, sipil, elektrikal, mekanikal dan lainnya. Seleksi kontraktor dilakukan secara tender terbuka. Semua perusahaan di seluruh Indonesia punya kesempatan mengikuti tender terbuka.
Semua perusahaan mengajukan penawaran dengan rinci. Mulai dari kesanggupan perusahaan menyelesaikan proyek, kemampuan finansial, hingga tenaga kerja. Karena sebagai pihak ketiga, nilai kontrak yang didapatkan sub kontraktor tidak sebesar nilai yang didapatkan RDMP Balikpapan JO dari Kilang Pertamina Balikpapan selaku owner.
Kalau kualifikasi, kita itu kan open tender artinya ada sebuah paket pekerjaan. pekerjaan kilang ini luas ada paket pekerjaan pemipaan, sipil, elektrikal, mekanikal dan seterusnya. Tender kita terbuka, kita butuh requirement kesiapan main power, tenaga kerja, persaingan harga. kemampuan finansial kita cek. Standar bagaimana secara umum tender. penekanan pada kesanggupan perusahaan yang mengajukan penawaran.
“Kita melemparkan paket pekerjaan yang ada nilainya sekian, tinggal sub kontraktor yang mengatur seperti apa. Untuk pekerja sekian, jasa sekian, fee sekian mereka yang manage. Hanya memang dalam kontrak kerja dengan sub kontraktor kita turunkan dari kontrak kerja sama kami dengan owner,” kata Wildan.
Terkait tenaga kerja sepenuhnya merupakan tanggung jawab sub kontraktor. RDMP Balikpapan JO hanya memberikan pencairan dana jika sub kontraktor memenuhi target yang disepakati bersama. Hak-hak pekerja sangat dilindungi selama mengikuti pekerjaan proyek. Lanjut Wildan, pihaknya selalu merespon dengan cepat jika ada perseilisihan yang terjadi.
Wildan mencontohkan terkait jaminan BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan yang selama ini dianggap tidak diberikan. Padahal dua hak pekerja itu sudah masuk dalam jaminan konstruksi yang terdaftar di BPJS.
Kendati demikian, Wildan tak memungkiri ada sub kontraktor yang tidak menjalani kewajiban. Seperti pembayaran gaji yang telat, hingga gaji yang dibayarkan di bawah UMK Kota Balikpapan. Lantaran dengan total 89 sub kontraktor dengan luasan area yang cukup luas, permasalahan itu pasti ada.
Terkait gaji yang dibawah UMK, RDMP Balikpapan JO sudah memberikan sosialisasi kepada seluruh sub kontraktor. Persoalan yang sulit diantisipasi yakni sub kontraktor menggunakan sistem mandoran. Mereka cukup merekrut satu orang atau biasa disebut mandor yang berperan untuk mendatangkan pekerja.
“Jadi sub kontraktor karena tidak mau repot, dia rekrut mandor sudah include dengan pekerjanya. Nah sub kontraktor memberikan gaji langsung ke mandor, kemudian mandor meneruskan ke pekerja. Di situ berpotensi gaji yang diterima pekerja di bawah UMK, disunat” kata Wildan.
Sementara terkait gaji yang sering telat hingga harus diangsur dua kali merupakan tanggungjawab penuh sub kontraktor. Tak jarang pekerja mempertanyakan ke sub kontraktor an mendapatkan jawaban bahwa belum ada pembayaran dari RDMP Balikpapan JO.
Padahal masalah itu muncul karena sub kontraktor menyelesaikan pekerjaan yang tidak sesuai dengan presentasi yang disediakan RDMP JO. Risiko manajemen tidak boleh dibebankan ke pekerja.
“Kami selaku JO membayar berdasarkan progres pekerjaan, mereka klaim ke JO ada progresnya ya kita bayar. Ketika progres lima persen tidak tercapai, tapi hanya 3 persen yang kita bayar sebesar progres 3 persen itu. Nah itu kan dibawah cost operasional mereka, kan mereka klaim berdasarkan progres dan harus ideal. Karena harusnya seperti itu, tidak bisa dibebankan ke kami,” jelasnya.
Saat ini proyek yang dikerjakan RDMP Balikpapan JO itu memperkerjakan sekitar 18 ribu pekerja. Wildan juga mengimbau bagi pekerja yang merasa haknya tidak dipenuhi untuk segera melapor ke RDMP Balikpapan JO.
“Ketika masih bekerja silahkan kami terbuka setiap ada aduan, melapor ke kami coba jembatan antara perusahaan dan pekerja. Kami coba Antisipasi, silahkan sampaikan ke kami. Beberapa melapor selesai,” tutup Wildan.
*) Tulisan ini merupakan republikasi berita yang naik di portal Suara.com, 30 September 2024. Liputan ini merupakan bagian dari program Fellowship “Mengawasi Proyek Strategis Nasional” yang didukung Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.