INDEPENDEN- "Sebelum adanya PLTU 1, udang yang didapat per bulan bisa mencapai 70 kg hingga 1,5 kuintal. Setelah PLTU1 berdiri, udang yang didapat tidak sampai 20 kilogram per bulan. Musim udang rebon yang awalnya bisa selama 12 bulan, setelah berdiri PLTU 1, musim udang hanya 1 sampai 3 bulan," ungkap Mistra, disela-sela acara open mic jurnalis warga yang digelar di aula Pesantren Miftahul Huda, Segeran Kidul Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu.
Mistara (42) mewakili Jaringan Tanpa Asap Batubara Indramayu (JATAYU). Ia menceritakan bagaimana nelayan udang rebon kesulitan mendapatkan tangkapan setelah ada Pembangkt Listrik tenaga Uap (PLTU) di Desa Sumuradem Kecamatan Sukra Kabupaten Indramayu.
Kegiatan yang dihadiri sekitar 40 orang dari berbagai kalangan, lintas jejaring dan komunitas di Indramayu ini turut menghadirkan Zahra Amin, aktivis perempuan Indramayu dari Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) dan Ahmad Sayid Mukhlisin, Aktivis lingkungan dan pemerhati proyek PLTU Sumuradem.
Zahra Amin dalam materinya di kegiatan ini menekankan penting partisipasi perempuan dalam menyusun kebijakan dan memahami isu lingkungan. "Sebab, pada dasarnya perempuan adalah orang yang paling rentan terdampak dari setiap proyek-proyek pembangunan” imbuhnya.
Dampak kehadiran PLTU juga disampaikan pemateri lainnya, Ahmad Sayid Mukhlisin.
“Bukan hanya perempuan yang terdampak dengan adanya PLTU Indramayu ini, akan tetapi seluruh. Semua masyarakat secara umum turut terdampak dari proyek pemerintah yang katanya Proyek Strategis Nasional," kata Ahmad Sayid Mukhlisin.
Kegiatan yang diselenggarakan atas kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Tempowitness dan Jurnalis Rakyat Indramayu ini diakhiri dengan diskusi kelompok untuk membahas terkait rencana tindak lanjut setelah kegiatan ini berlangsung.
Pengasuh pondok pesantren Miftahul Huda Nyai Novi Assirotun Nabawiyah, mengaku senang dengan kegiatan yang diselenggarakan panitia.
“Saya senang sekali dan berterima kasih kepada panitia karena kegiatan ini diadakan di pondok pesantren dan mengikutsertakan anak didik saya, karena masih jarang sekali pembahasan tentang PLTU, isu lingkungan melibatkan kami, yang saya dan santri semua rasakan seperti panas sekali ketika musim kemarau, kadang kesulitan air bersih, hal-hal yang seperti itu ternyata merupakan dampak dari gejala kerusakan alam yang bisa jadi diakibatkan oleh adanya proyek-proyek PLTU yang ada di Indramayu. Harapannya kegiatan ini ada berkelanjutan, syukur-syukur ada aksi-aksi nyatanya, selain menumbuhkan awareness juga kita agar lebih sadar dengan isu lingkungan untuk kehidupan yang berkelanjutan,” jelasnya.
Selain itu Sarifah Mudaim selaku ketua pelaksana juga menyampaikan kegiatan ini sebagai ajang reuni Jurnalis Rakyat “Kegiatan ini sebagai ajang reuni jurnalis rakyat Indramayu untuk saling memotivasi dan produktif menulis di Tempo Witness, juga saling berbagi pengalaman dan ilmu diskusi lintas generasi pelibatan bermakna karena isu lingkungan adalah isu kita bersama.