Oleh Moh. Yusro Safi’udin
INDEPENDEN -- POTONGAN kepala dan ekor lutung jawa tergeletak di bebatuan sungai dekat Air Terjun Dolo, Kabupaten Kediri. Bulu-bulu di kepala hewan primata itu rontok. Sedangkan rambut bagian ekornya menggumpal, seperti habis terkena sulutan api.
Bekas pembantaian primata berbulu hitam itu tak sengaja ditemukan oleh Ariyadin pada Minggu, 4 Agustus 2024. Pria yang bekerja sebagai fotografer ini semula hendak memotret lutung jawa di hutan Gunung Wilis. Namun, dia malah menjumpai hewan bernama latin Trachypithecus Auratus itu dalam wujud bangkai.
“Tak jauh dari aliran sungai itu saya juga menemukan bekas api unggun, ada serpihan tulang rusuk dan bulu-bulu hitam,” kata Ariyadin, Selasa, 3 September 2024.
Sarjana Program Studi Tadris Bahasa Inggris Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri itu bukan sekali ini saja menemukan sisa aktivitas perburuan liar lutung jawa. Selama dua bulan terakhir, jejak pembantaian hewan endemik Indonesia sudah dijumpainya sebanyak 3 kali.
Saat dia berkunjung kembali ke Air Terjun Dolo pada Minggu, 1 September 2024, Ariyadin sudah tak melihat satupun hewan endemik Jawa itu di pepohonan. Kawanan primata tersebut sudah lenyap dari area wisata Gunung Wilis tersebut.
Perburuan liar itu diduga marak akibat kepercayaan bahwa daging primata dapat meningkatkan vitalitas dan menyembuhkan asma. Klaim ini padahal belum terbukti secara ilmiah. Ada juga yang memanfaatkan daging lutung sebagai cemilan untuk meningkatkan sensasi mabuk. Dalam masyarakat Jawa, kebiasan ini disebut tambul. Daging lutung dimakan sembari menenggak alkohol.
“Kalau dilihat dari bukti temuan yang mengarah ke ekor berwarna hitam, maka ini benar lutung jawa,” Kata David Fathurohman, Kepala Resource Konservasi Wilayah 1 Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kediri.
David mengatakan, ada ketentuan hukum yang melekat bagi siapa saja yang membunuh, melukai, bahkan mengkonsumsi satwa dilindungi. Barang siapa dengan sengaja melanggar maka akan dijerat penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah.
Pada kasus perburuan liar ini, BKSDA Kediri akan berkoordinasi dengan pihak Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kediri. Seperti diketahui, kawasan hutan di sekitar Air Terjun Dolo menjadi otoritas Perhutani. Sehingga segala laporan yang berurusan dengan satwa dan hutan menjadi tanggung jawab KPH Kediri.
“Bagi masyarakat yang mengetahui perburuan ini, langkah pelaporan sebaiknya diarahkan langsung ke Polsek Mojo atau Perhutani,” ujar pria asal Jombang itu.
Selama ini, BKSDA Kediri yang membawahi wilayah Kediri, Nganjuk, Tulungagung, Jombang, Trenggalek, dan Blitar tidak dapat terlibat langsung bila ada laporan yang menyangkut wilayah hutan. Namun, akan siap mendukung jika terjadi gugatan hukum yang berpotensi masuk ke ranah pengadilan.
Kediripedia.com mencoba mengkonfirmasi perburuan lutung jawa ini pada Miswanto, Administratur Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Kediri. Dia mengatakan akan segera berkomunikasi dengan Bidang Keamanan dan Lingkungan Perhutani Kediri.
Habitat lutung jawa tersebar di Pulau Jawa, Bali, dan Lombok. Ciri-cirinya antara lain berbulu hitam pekat serta coklat kemerahan, kulit wajah kebiru-biruan, tubuh kecil, dan berekor panjang. Lingkungan tinggalnya di hutan pegunungan dengan ketinggian di atas 1.000 mdpl.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999, lutung jawa termasuk dalam kategori satwa dilindungi. Organisasi International Union for Conservation of Nature (IUCN) juga telah menetapkan lutung jawa sebagai satwa yang rentan punah. Selain perburuan liar, populasi hewan ini terus menyusut akibat perdagangan ilegal.
Tulisan ini sudah dipublikasi di kediripedia.com pada 3 September 2024. Link bisa dilihat di https://kediripedia.com/pembantaian-lutung-jawa-di-gunung-wilis-semakin-meruyak/