Pemilu di Lapas Perlu Hadirkan Saksi dan Media

Oleh: Mohammad Ghazi

Independen -- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Wihadi Wiyanto mengungkapkan kecurigaan akan terjadinya kecurangan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Kecurigaan itu didasarkan pada pergantian Kepala Lapas yang terjadi menjelang pelaksanaan Pemilu.

Wihadi  menyampaikan kecurigaannya itu dalam Rapat Kerja dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yassona H Laoly, akhir November tahun 2023 lalu.

Kecurangan di Lapas, kata dia, bisa terjadi karena semua petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) merupakan sipir Lapas. Sehingga dapat dengan mudah mengatur pihak mana yang akan didongkrak perolehan suaranya.

Di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, sejumlah pihak juga menyampaikan kekhawatirannya bahwa akan terjadi kecurangan proses pemilu di Lapas, sehingga akan mengurangi kualitas pelaksanaan Pemilu tahun ini.

Menurut ketua Tim Pemenangan Daerah (TPD) Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) Pamekasan KH. Ali Wafa,  Lapas merupakan lembaga khusus yang memiliki aturan yang sulit diakses pihak lain. Potensi lembaga tersebut "memberlakukan sistem khusus" dalam pemilu juga terbuka lebar, meskipun hal ini membutuhkan bukti.

"Kecurangan bisa saja dilakukan pihak manapun termasuk oknum petugas Lapas. Sebab, di lembaga tersebut sulit diakses sehingga kemungkinan terjadi kecurangan juga ada," katanya. 

Ali Wafa mengatakan kecurangan bisa dilakukan siapa saja yang tidak memiliki komitmen kuat terhadap tegaknya demokrasi dan memiliki kesempatan untuk melakukan hal tersebut.

Khusus di Lapas, kata dia, masih bersifat kekhawatiran karena kemungkinan berpihaknya pengelola lembaga tersebut kepada calon tertentu sangat bisa mempengaruhi pilihan para napi.

"Memang sebatas kecurigaan dan kekhawatiran. Karena untuk mencari bukti sangat sulit," katanya.

Hal senada juga disampaikan Ketua Barusan Rakyat Nusantara (Baranusa) Pamekasan, Agus Sujarwadi. Baranusa adalah sebuah kelompok sayap pemenangan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran).

Agus mengatakan kondisi di Lapas mirip dengan lokasi khusus lain, yakni Pondok Pesantren (Ponpes). Dimana, para napi seperti dituntut untuk patuh dengan kebijakan pengelola Lapas, seperti para santri ponpes yang tunduk dan patuh pada pimpinan pesantren.

Hanya saja, perbedaannya di pesantren akan lebih mudah pengawasannya karena kondisinya yang lebih terbuka. Sementara di Lapas, tidak semua orang bisa dengan mudah masuk, sehingga terjadi atau tidaknya pengkondisian untuk mendukung calon tertentu akan sulit diketahui halayak.

Jika akan melakukan kecurangan pemilu di Lapas, jelas Agus, cukup dengan memanfaatkan kejiwaan para napi yang ingin mendapat perlakuan khusus dan pengurangan hukuman.

"Bisa jadi dengan ancaman tidak akan diajukan untuk mendapat remisi, napi akan bisa dikendalikan," katanya.

Namun menurutnya, kondisi tersebut tidak bisa dijadikan dasar untuk menuduh bahwa pelaksanaan pemilu di lembaga khusus tersebut telah dicurangi. Sebab, perlu ada bukti yang kuat untuk hal tersebut dan ketertutupan akses di Lapas bukan merupakan sebuah bukti, melainkan memang prosedur yang harus dijalankan.

Ketua Tim Pemenangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD Kabupaten Pamekasan, KH. Wazirul Jihad, mengatakan tertutupnya akses Lapas tidak serta-merta diindikasikan dan mencurigai bahwa di lembaga tersebut akan terjadi kecurangan dalam pemilu di lembaga tersebut. Meskipun di TPS yang terbuka, kecurangan bisa saja terjadi.

Ia mencontohkan pemungutan suara oleh pemilih tuna netra. Petugas pendamping, bisa saja mengarahkan pada calon tertentu. Terutama pemilih tuna netra yang tidak didampingi pihak keluarga, sehingga harus didampingi petugas.

"Kalau bicara yang perlu dikawatirkan terjadi kecurangan, bukan hanya di Lapas. Di manapun bisa terjadi dan bisa saja dilakukan oleh siapapun,"  kata Wazirul.

foto: Aktivitas di KPU Daerah Kabupaten Pamekasan (foto: Moh. Ghazi)

 

Kepala Lapas Pamekasan, Seno Utomo, mengatakan meskipun lembaganya termasuk TPS Khusus dengan perlakuan khusus, namun pihaknya berkomitmen menfasilitasi pelaksanaan pemilu sesuai aturan yang berlaku.

Dirinya mengingatkan para sipir yang bertugas sebagai anggota KPPS untuk menjalankan tugasnya dengan baik sebagai bentuk pengabdian pada negara, dan tidak melakukan hal yang dapat menciderai Lapas Pamekasan secara kelembagaan.

"Tidak ada pengkondisian untuk memenangkan calon tertentu. Saya jamin itu," katanya.

Seno menjelaskan, terkait pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di Lapas yang dipimpinnya, dirinya hanya fasilitasi pelaksanaan tahapan, mulai dari pembentukan KPPS, sosialisasi kepada para napi hingga nanti pada tahap penghitungan suara.

"Sementara untuk figur atau pasangan yang akan dipilih, sepenuhnya merupakan hak para napi, dan kami tidak ikut campur untuk urusan itu," ucapnya.

Ditanya soal kekawatiran akan terjadinya kecurangan di Lapas, Seno menyatakan bahwa pihaknya sudah disumpah untuk patuh pada undang-undang (UU). Dirinya juga mempersilakan pihak luar yang akan melakukan pemantauan untuk aktif melakukan pemantauan pemilu di Lapas.

"Silakan dipantau. Kami terbuka. Tentu dengan prosedur yang harus diikuti," katanya. Seno mempersilakan media atau jurnalis yang hendak meliput datang pada hari H atau 14 Februari 2024.  

Di antara prosedur itu, jelas dia, harus ada surat resmi dari lembaga yang akan melakukan pemantauan, dilarang membawa barang yang membahayakan, termasuk juga alat rekam kecuali yang dibutuhkan dalam kegiatan pemantauan.

Sejauh ini, kata Seno, tidak ada instruksi apapun dari atasannya untuk melakukan pengkondisian para napi selain memberi pemahaman kepada mereka tentang hak napi dalam pemilu.

Komisioner KPU Pamekasan Bidang Perencanaan Data dan Informasi (Rendatin) Ibnun Hasan Mahfudz menjelaskan status Lapas sebagai lokasi khusus sama dengan ponpes. Seluruh petugas KPPS menggunakan warga di lingkungan sekitarnya.

"Karena Lapas berada di kawasan permukiman khusus pegawai Lapas, maka petugas KPPS otomatis keluarga Lapas," katanya.

Namun demikian, ia memastikan proses tersebut sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

Dari jumlah DPTb (Daftar Pemilih Tetap Tambahan) yang masuk ke KPU Pamekasan pada saat proses pembentukan TPS, ada sebanyak 857 pemilih di Lapas Pamekasan dan 1.071 di Lapas Narkotika, maka di kedua Lapas masing-masing terdapat 4 TPS Khusus.

"Segala kesiapan, termasuk Bimbingan Teknis KPPS serta sosialisasi kepada narapidana sudah dilakukan dan kami menekankan agar tidak takut dalam menyalurkan hak pilih," kata Ibnun.

 

Sementara Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pamekasan, Sukma Umbara Tirta Firdaus, mengatakan meskipun TPS di Lapas merupakan  TPS Khusus, namun pihaknya sudah menyiapkan Tenaga Pengawas Lapangan (TPL) yang akan mengawasi pelaksanaan pemungutan hingga penghitungan suara di lembaga tersebut.

"Mereka akan melakukan tugas pengawasan di tiap TPS hingga proses penghitungan suara di tingkat kecamatan," kata Sukma.

Para PPL sudah mendapatkan pembekalan yang tidak hanya ditekankan pada aspek teknik formal, namun pada penguatan fungsi sebagai pengimbang dalam penyelenggaraan pemilu.

 

Perkuat Saksi dan Pemantauan

Ketua Lembaga Kajian dan Pemberdayaab Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Pamekasan, Wiyono, mengatakan isu kecurangan pemilu selalu mencuat di setiap menjelang pelaksanaan Pemilu. Kecurigaan itu muncul dari keinginan untuk menjaga agar pemilu yang diselenggakan berlangsung jujur dan adil.

"Kami berbaik sangka, bahwa kekhawatiran itu muncul dari niat baik agar pemilu berlangsung jujur dan tidak ternodai oleh kecurangan," katanya.

Namun kekhawatiran itu harusnya berdampak positif pada langkah antisipasi, misalnya dengan melakukan penguatan saksi dan pengawasan baik oleh lembaga pemerintah maupun organisasi non pemerintah.

PCNU sendiri, jelas Wiyono, tidak membentuk tim pemantau khusus, namun mempercayakan kepada lembaga yang sudah ada. Apalagi di lembaga penyelenggara pemilu di Kabupaten Pamekasan, sebagian besar adalah nahdliyyin yang aktif di beberapa kelembagaan NU, seperti Gerakan Pemuda Ansor, Muslimat, Fatayat maupun badan otonom NU lainnya.

"Kami hanya akan menekankan, teman-teman yang sekarang masuk dalam penyelenggara baik di KPU, Bawaslu, Panitia Pemilihan Kecamatan hingga penyelenggara di tingkat TPS untuk menjaga integritas," ucap Wiyono.

Pihaknya masih percaya terhadap lembaga penyelenggara yang diyakininya sudah disumpah dan melaksanakan pakta integritas yang sudah tandatangani.

Tim pemenangan tiga pasangan Calon Presiden-Wakil Presiden (Capres-Cawapres)  memiliki langkah mengantisipasi terjadinya kecurangan dengan melakukan penguatan saksi.

Seperti dikatakan Mohammad Alim, Sekretaris TPD pasangan Amin di Kabupaten Pamekasan, timnya akan memperkuat peran dan fungsi saksi, terutama di TPS Khusus termasuk Lapas.

Timnya akan memberi pembekalan khusus bagi para saksi yang akan ditugaskan di kawasan rawan dan dikhawatirkan terjadi kecurangan. Pembekalan itu, akan ditekankan pada  integritas dan kemampuan mamahami situasi dan kondisi.

Ketua Baranusa, Agus Sujarwadi, juga mengatakan penguatan peran dan fungsi saksi merupakan hal yang mutlak dilakukan. Sebab saksi merupakan bagian dari upaya menjaga kemurnian pemilihan umum.

"Bagi kami, penguatan saksi merupakan bagian dari pendidikan politik. Kami akan menanamkan pemahaman tentang pentingnya kesadaran dalam menjaga kewibawaan pemilu," ujarnya.

Senada, Ketua Tim Pemenangan pasangab Ganjar-Mahfud Pamekasan, KH. Wazirul Jihad, menyatakan timnya sudah menyiapkan saksi yang akan ditugaskan di TPS khusus baik pesantren maupun Lapas yang direkrut dari unsur relawan, bukan dari unsur partai pendukung

Para relawan tersebut sudah dibekali pemahaman tentang tugas dan fungsi mereka sebagai saksi, termasuk dilatih tindakan yang harus dilakukan saat menemukan kecurangan. 

 

Liputan ini  merupakan kolaborasi Independen.id,  AJI dengan media penerima beasiswa liputan Pemilu 2024 didukung USAID MEDIA - Internews

kali dilihat