- 24 Nov 2022 06:13 am
- Editor: Bayu
Bantu kami terus meneliti dan menginformasikan. Kami sangat berterima kasih kepada semua yang telah mendukung kami
bayar sekarang
Independen --- Salah satu modus hoaks yang makin banyak digunakan adalah mencatut nama media berita tertentu. Cara ini digunakan untuk memanipulasi publik agar lebih mempercayai isi hoaks dan ikut membagikannya.
Jika Anda pernah mendapatkan informasi yang mencantumkan nama dan logo media tertentu, berhati-hatilah. Sebab dalam lima tahun terakhir, sejak 2018 hingga 2022, hoaks dengan mencatut nama media berita kredibel meningkat tiga kali lipat.
Peningkatan signifikan terjadi pada 2018 ke 2019. Pada 2018, tim pencari fakta hanya menemukan 3 jenis konten. Namun 2019, hoaks yang menggunakan media berita naik signifikan menjadi 16 jenis konten. Sebanyak 12 jenis konten di antaranya bertemakan politik. Hal itu bersamaan dengan momentum Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden 2019.
Peningkatan jenis konten hoaks dengan menggunakan media massa juga terjadi pada kurun 2021 hingga 2022. Dari data yang dihimpun, jumlahnya dari 20 menjadi 30 jenis konten. Topiknya pun lebih beragam mulai dari tema politik, agama, kesehatan dan lainnya, kendati politik masih mendominasi.
Adapun secara keseluruhan, media yang paling banyak dicatut yakni CNN Indonesia, Detik.com, kemudian Kompas TV, Kompas.com, Majalah TEMPO, Merdeka.com, serta Narasi TV atau program Mata Najwa. Hoaks tersebut menyebar hampir di seluruh media sosial, paling banyak melalui Facebook, lalu Twitter, Whatsapp, serta Tiktok.
Kategori hoaks yang paling banyak adalah konten menyesatkan bertemakan agama, bencana, etnis dan kesehatan. Kemudian kategori kedua adalah konten palsu, dengan tema kesehatan dan lainnya, sedangkan kategori ketiga adalah konten dimanipulasi dengan tema utama politik.
CNN Indonesia berada di urutan pertama, sebagai media yang paling banyak dicatut untuk hoaks isu politik. Misalnya demo rusuh yang menentang isu tiga periode Presiden Joko Widodo dan isu bahwa Jokowi tunduk terhadap Tiongkok.
Hoaks catut CNN Indonesia dengan Detik.com
Sementara pencatutan Detik.com yang berada di urutan ke dua, di antaranya bertema kesehatan, misalnya Covid-19. Salah satunya peliburan karyawan di Jawa Tengah akibat pandemi serta vaksin Covid-19 yang bisa memicu HIV/AIDS.
Tingginya peredaran hoaks dengan mencatut media massa ini, tentunya membuat publik harus lebih waspada, tidak sebaliknya malah semakin terjebak dalam kabar bohong.
Tips Mengenali Hoaks Catut Media
Berikut ini adalah sejumlah tips yang bisa Anda lakukan jika menerima pesan berisi informasi yang mencantumkan nama dan logo media tertentu:
1. Skeptis. Jangan mudah termakan judul yang provokatif, apalagi langsung menyebarkannya. Cek dulu isi informasi dengan membandingkan pada situs aslinya. Caranya, buka mesin pencari seperti Google.com, Bing.com, DuckduckGo, lalu masukkan judul informasi yang Anda terima. Cara lain adalah dengan membuka situs medianya, lalu masukkan judul yang akan Anda cek.
2. Jika memang informasi itu benar dimuat oleh situs tersebut, cek apakah situs media berita tersebut kredibel atau tidak. Caranya dengan memeriksa apakah situs tersebut memuat penanggung jawab redaksi, alamat kantor dan nomor atau email yang bisa dihubungi? Anda bisa mengeceknya melalui halaman ‘Tentang Kami’ atau ‘About Us’ pada halaman depan sebuah situs. Jika tidak ada keterangan tersebut, Anda patut curiga jika itu situs kurang bisa dipercaya.
3. Cek keaslian foto yang disebar dengan memanfaatkan fitur Google Image atau Yandex Image. Melalui fitur ini, kita bisa memvalidasi asal muasal gambar yang beredar di media sosial. Sehingga bisa diketahui dengan jelas bila gambar tersebut disalahgunakan.
4. Cek melalui situs-situs cek fakta, seperti cekfakta.com. Biasanya beberapa media telah menurunkan hasil pemeriksaan fakta atas hoaks yang beredar setiap hari. Jika belum hasil cek fakta atas konten yang Anda butuhkan, laporkan melalui hotline Whatsapp yang tertera dalam situs cekfakta.com.
Hasil riset data:
https://docs.google.com/spreadsheets/d/1stWJh5xymeqDD8j0R6RlcBKuWD4L9VbGNC84dytYfAM/edit?usp=sharing
Kontributor: Tri Suharman