- 29 Mar 2019 04:52 am
- Editor: Bayu
Bantu kami terus meneliti dan menginformasikan. Kami sangat berterima kasih kepada semua yang telah mendukung kami
bayar sekarangIndependen --- Jelang pemilu, partai politik sedang sibuk-sibuknya berkampanye, entah mendukung capres atau pun caleg. Tentu ini membutuhkan dana yang tidak sedikit. Lalu bagaimana dengan transparansi keuangan partai, baik dana masuk maupun keluar?
Partai Politik dalam UU no 14/2008 tentang Kertebukaan Informasi Publik disebutkan dengan jelas sebagai Badan Publik/ Salah satu kriteria badan publik adalah menerima sebagian atau seluruhnya pendanaan dari APBN/APBD.
Partai selama ini menerima dana bantuan parpol dari negara berdasarkan jumlah suara yang diraup saat pemilu terakhir. Mulai tahun 2017, dana bantuan parpol ini naik menjadi Rp 1.000,- / suara (dari sebelumnya hanya Rp 108,- / suara). Contoh Partai Nasdem pemilu tahun 2014 meraih suara 8,4 juta maka menerima dana bantuan 8,4 milyar. Atau PKB yang meraih suara 11,2 juta maka mendapat dana bantuan 11,2 milyar/tahun. Dana ini diberikan per tahun.
Sebagai badan publik, partai politik wajib melaporkan penggunaan dana bantuan tersebut pada publik. Namun nyatanya, laporan keuangan partai politik ini tidak mudah ditemui di website sebagian besar partai. Dari 10 parpol yang masuk parlemen, hanya 4 parpol yang mengunggah laporan keuangan dana dari APBN, yaitu PKB, Gerindra, Nasdem dan PKS. Sisanya tidak ada laporan sama sekali.
Bahkan sebagai Badan Publik, partai politik mestinya menyediakan layanan informasi publik atau tata cara mendapatkan informasi publik dari partai. Dari 10 website partai politik di Senayan, hanya 3 partai yang memiliki layanan informasi lewat telepon maupun email, yaitu PKB, Gerindra dan PKS. Partai Nasdem sebenarnya mencantumkan fitur layanan informasi publik tetapi hanya lewat telepon. Sementara 6 partai politik sama sekali tidak ada layanan informasi publik.
"Transparansi parpol terutama soal keuangan, memang dari dulu jadi problem,. Ada problem di paradigma pengurus partai, mereka merasa bukan badan publik"ujar Erik Kurniawan, peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi.
Pada tahun 2015, ICW (Indonesia Corruption Watch) melakukan uji akses informasi ke Komisi Informasi Pusat, agar partai politik membuka informasi publiknya. Sebagian besar partai politik saat itu keberatan membuka akses keuangannya. Namun karena ini sudah mandat dan tertulis dalam UU, maka harus ditegakkan. Meskipun sampai saat ini tidak semua partai politik menaati.
Memang dalam UU ada ketentuan pidana bagi Badan Publik yang sengaja tidak menyediakan informasi publik, yaitu di pasal 52, di mana ancaman hukuman kurungan maksimal 1 tahun atau denda maksimal 5 juta. Namun pasal ini adalah delik aduan dan sampai saat ini belum ada yang melakukan.
Erik Kurniawan menyarankan perubahan UU Pemilu mengenai dana bantuan partai politik. Sistem di Jerman menurutnya bisa dicontoh. "Jerman menganut skema yang sama dengan di sini. Partai politik mendapat dana bantuan dari negara, sesuai jumlah suara yang diraih,"kata Erik. Bedanya, dana bantuan itu tidak diberikan langsung di muka. Partai harus melaporkan kemampuannya dalam menggalang dana dan besaran itulah yang diberi kompensasi oleh dana negara.
"Misalnya sebuah partai mendapat 4 juta suara, lalu dikonversi dana bantuan partai yaitu 4 juta euro, maka ini plafon tertinggi partai tersebut,"lanjut Erik. Kemudian partai akan melaporkan berapa jumlah dana yang bisa mereka kumpulkan. Misalnya hanya terkumpul 1 juta euro, maka negara memberi bantuan juga sebesar 1 juta euro dari plafon 4 juta euro. Pelaporan dana yang terkumpul, juga termasuk nama-nama donaturnya, sehingga prosesnya transparan. Termasuk juga nanti laporan penggunaan dana tersebut juga dilakukan secara terbuka.
Sistem di atas berjalan di Jerman karena ada saling keterkaitan dengan pajak. Setiap individu yang menyumbang partai politik ataupun LSM, nanti akan mendapat potongan pajak. Semua transaksi ini dilakukan lewat akun rekening resmi partai politik, sehingga tercatat baik pemasukan dan pengeluaran.
Sistem Jerman inilah yang diusulkan oleh Erik agar diadopsi di UU Pemilu. Begitu laporan keuangan partai sudah terbuka, maka hal-hal lain seperti program kerja, kinerja anggota DPR dll akan lebih termonitoring.
Penulis : Bayu Wardhana