Pelanggaran HAM Mengiringi Gemerlap Kawasan Mandalika

Keterangan: Peneliti KPPII Sayyidatiihayaa Afra saat memaparkan hasil survei.
Bantu kami terus meneliti dan menginformasikan. Kami sangat berterima kasih kepada semua yang telah mendukung kami
bayar sekarangIndependen --- Di balik popularitas Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika dengan MotoGPnya, ternyata menyisakan cerita pilu bagi warga lokal. Perampasan tanah, penutupan akses ke sumber daya alam sampai pengasingan warga dalam bentuk relokasi terjadi di Kawasan Mandalika.
Kisah-kisah pilu warga Mandalika ini terkuak pada saat Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur Indonesia (KPPII) merilis laporan yang berjudul “Dampak-dampak Hak Asasi Manusia dan Sosio-ekonomi dari Proyek Pembangunan Infrastruktur Urban dan Pariwisata Mandalika: Kalau Merugikan Masyarakat Lokal, Buat Apa Pembangunan?” . Laporan ini dirilis pada Senin, 10 April 2022 di Hotel Sofyan Cut Meutia, Cikini, Jakarta.
Peneliti KPPII Sayyidatiihayaa Afra memaparkan survei yang terhadap 105 masyarakat terdampak proyek (69 laki-laki & 36 perempuan) sepanjang Desember 2022 hingga Januari 2023. Hasil survei menunjukkan bahwa pembangunan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika masih menyisakan persoalan sengketa lahan, pelanggaran hak asasi manusia, hingga dampak negatif sosio-ekonomi terhadap masyarakat di sekitar lokasi pembangunan proyek.
Sebagian besar warga yang terkena dampak proyek tidak dimintai pendapatnya mengenai proyek Mandalika. Meskipun mereka adalah bagian masyarakat adat Sasak, 98% responden survei tidak dimintai persetujuan. “Jadi jangankan konsultasi bermakna, konsultasi itu sendiri tidak dilakukan. Hal ini jelas-jelas adalah pelanggaran terhadap hukum hak asasi manusia internasional dan standar perlindungan yang digunakan oleh bank pembangunan multilateral ketika mendanai proyek-proyek berisiko tinggi,” tutur Haya, panggilan Sayyidatiihayaa.
Survei terhadap responden yang sama juga menemukan pola intimidasi sistematis yang dilakukan aparat keamanan Indonesia dan aktor negara di Mandalika. sebanyak 70% responden mengatakan mereka merasa dipaksa selama proses pembebasan lahan. Lebih lanjut, 84% responden terkena dampak dari pengerahan aparat keamanan Indonesia yang berlebihan selama acara balap motor internasional di sirkuit Mandalika - termasuk pembatasan gerak yang ketat, penahanan orang-orang yang mengkritik kekerasan militer, dan memaksa masuk ke rumah-rumah warga untuk menyerahkan tanah mereka.
Megaproyek Mandalika terletak di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Proyek ini mencakup taman, resort, hotel, hingga Sirkuit Internasional Mandalika — arena balap sepeda motor yang menyelenggarakan acara olahraga internasional seperti MotoGP dan World Superbike. Proyek ini dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara Indonesia Tourism and Development Corporation (ITDC) dan didanai oleh Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Proyek ini masuk dalam program strategis nasional dan juga bagian strategi “10 Bali Baru” yang dicanangkan pemerintah.
Intimidasi terhadap masyarakat lokal terus diabaikan oleh AIIB dan Badan Pengembangan Pariwisata Indonesia (ITDC), serta pemerintah Indonesia. Padahal AIIB dalam mekanisme internal mempunyai ESF atau Enviromental Social Framework. ESF ini digunakan untuk menilai kelayakan sebuah program yang didanai dengan uang AIIB. Namun pada kasus Mandalika, ESF ini diabaikan.
Hadir sebagai penanggap hasil riset ini adalah Komisioner Komnas HAM Prabianto Mukti Wibowo; Direktur Djokosoetono Research Center FH UI Patricia Rinwigati; Koordinator KPPII Muhammad Al Amin; dan Pendamping Masyarakat Adat Sasak Harry Sandy Ame.
Komisioner Komnas HAM Prabianto Mukti Prabowo menyatakan lembaganya mengakui sejak awal ada dugaan pelanggaran HAM dalam pembangunan proyek Mandalika. “Posisi Komnas HAM jelas bahwa kami sejak awal sudah menduga ada pelanggaran HAM dalam kasus mandalika ini,” tuturnya. Komnas HAM telah mengeluarkan rekomendasi dalam menanggapi kasus ini pada 2020 lalu.
Muhammad al-Amin, Koordinator KPPII, mendesak para pemegang saham AIIB untuk minta pihak bank melakukan investigasi independen atas proyek Mandalika.
Selain itu KPPII juga mendesak agar ITDC dan Pemerintah Indonesia tidak lagi melibatkan aparat keamanan negara dalam proses pembebasan tanah, pelaksanaan proyek. Karena hal yang dirasakan masyarakat adalah ketakutan dan intimidasi.