Whoosh Melesat: Banjirnya Sawah di Cihanjuang (Bagian 2)

Oleh Bambang Aprianto

INDEPENDEN-- Tiga kali sudah,  sawah yang digarap warga di Kampung Cihanjuang, Desa Mandalasari, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat rusak tersapu banjir  Sungai Cilangkap. Amuk Cilangkap tak cuma berupa luapan air saja, lumpur hingga batu ikut menerjang persawahan. Pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung pun diduga menjadi penyebab peristiwa yang berulang tersebut.

Titing, perempuan 67 tahun itu hanya bisa menitikkan air mata saat menuruni lembah kecil menuju sawah garapannya di tepi Sungai Cilangkap, Rabu (28/2/2024). Sebagian besar sawah itu rusak tertimbun lumpur dan bebatuan karena luapan Cilangkap sehari sebelumnya. 

Banjir itu terjadi sehari sebelumnya, atau Selasa (27/2/2024) malam. Awalnya, hujan lebat mengguyur kawasan Cihanjuang dari Selasa sore. Hingga malam, hujan deras masih terjadi.

"Ngaguruh (Suara arus Cilangkap bergemuruh)," kata Titing yang tinggal tak jauh dari persawahan itu.  

Kala itu, ia sudah mafhum sesuatu yang buruk tengah terjadi menimpa sawah garapannya. Dan Rabu pagi, firasat buruk tersebut menjelma nyata saat sawah didapatinya telah rusak. Terdapat beberapa kotak sawah yang digarap Titing dan suaminya, Mamat. Satu kotak sawah yang cukup luas berada di dekat saung. Beberapa kotak kecil lainnya terletak di seberang, terpisah aliran Cilangkap. Titing menunjukkan langsung kondisi sawah-sawah yang rusak itu kepada "PR" yang datang ke lokasi itu, Rabu sore. 

Lumpur  yang sudah mengering serta bebatuan masih menutupi permukaan sawah. Sebagian padi-padi bahkan telah lenyap, entah tercabut terbawa arus banjir atau tertimbun lumpur dan bebatuan. 

Padahal, padi-padi yang ditanam Titing dan Mamat hanya tinggal menunggu hasil saja. Padi yang ditanam di kotak-kotak sawah yang kecil misalnya, hanya butuh dua bulan lagi untuk dipetik hasilnya atau panen. 

Titing memperkirakan, panen bakal terjadi di pertengahan Ramadan. Sementara satu kotak lainnya yang ukurannya lebih luas, ditaksir butuh waktu satu bulan lagi untuk panen.

Mimpi dan harapan  itu kandas sudah. Cuma tersisa beberapa padi lain yang tersisa dan selamat dari luapan Cilangkap. Meski begitu, banjir masih mengintai padi-padi yang tersisa tersebut karena hujan masih kerap mengguyur di sana. 

"Seep modal, tanagi (Habis modal dan tenaga)," ucap Titing. 

Untuk modal saja, ia dan suaminya mengeluarkan uang senilai Rp5 juta. Uang itu digunakan untuk berbagai keperluan seperti membeli pupuk serta obat hama.

Penggarap

Titing bukanlah petani pemilik sawah tersebut. Ia merupakan petani penggarap. Satu kotak sawah merupakan milik dari saudaranya. Sementara kotak-kotak sawah kecil berstatus lahan perkebunan di kawasan Maswati. 

Tak ayal, rusaknya padi berdampak kepada pembagian hasil panen nanti. Semakin banyak padi yang rusak dan gagal panen, tambah menyusut pula hasil yang diperoleh Titing.

Peristiwa tersebut pun bukanlah kali pertama terjadi. "PR" bahkan sempat dua kali  memberitakan kejadian serupa di lokasi yang sama. Pada  Rabu (14/12/2022) misalnya,‎ peristiwa tersebut terjadi. Lumpur, bebatuan hingga batang pohon naik ke sawah garapan Titing dan merusak padi yang cuma butuh sebulan lagi untuk dipanen. Cilangkap saat itu meluap sekira dua pekan sebelumnya. Pada Rabu (29/6/2022), "PR" juga mewartakan kejadian yang sama di lokasi itu.

"PR" juga sempat bertemu ‎ Mamat, 70 tahun, suami Titing saat itu. Ia menyebutkan, ada sekitar enam kotak sawah seluas 6 patok atau sekitar 600 meter persegi yang digarapnya serta terkena dampak. 

Di luar itu, beberapa sawah warga lain juga turut tersapu banjir. Menurut Mamat, ‎ luapan Cilangkap kala hujan lebat tersebut terjadi dua kali, yakni pada Jumat (24/6/2022) dan Senin (27/6/2022).

Dampak Kereta Cepat

Selain kesamaan peristiwa, dugaan penyebabnya pun dari warga juga serupa. Dalam tiga kejadian terakhirnya umpamanya, baik Titing dan Mamat konsisten menduga penyebab banjir yang membawa lumpur dan bebatuan tersebut adalah pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Jalur proyek itu yang di kawasan Maswati, Cikalongwetan memang berada di wilayah yang lebih tinggi atau di atas kawasan persawahan yang tersapu banjir.

Titing tak menampik, banjir Cilangkap juga pernah terjadi sebelum proyek berlangsung. Namun, banjir tersebut tak berdampak parah hanya mengenai pinggir sawah. Saat ini, selepas pengerjaan proyek, daya rusak banjir semakin meningkat karena membawa lumpur dan batu. 

Dugaan serupa dilontarkan warga lainnya, Mussaid, 58 tahun. Menurutnya, material bekas galian alat berat seperti tanah galian terowongan dan jalur kereta dibuang ke pinggir Cilangkap. Tak pelak, material-material itu kemudian terbawa aliran Cilangkap saat meluap dan masuk  ke persawahan warga di bawahnya.

Pada Senin (22/4/2024), "PR" menelusuri kawasan yang diduga menjadi penyebab peristiwa tersebut. Lokasinya berada di sekitar Kampung Cikuda, Desa Mandalasari, Kecamatan Cikalongwetan. Sarmita, 60 tahun, warga RT 1 RW 12 Cikuda mengonfirmasi material kerukan proyek dibuang ke pinggir Cilangkap. Meskipun jarak terbilang jauh, material itu tetap masuk sungai. "Erosi da taneuh saeuran (Terjadi erosi karena itu tanah kerukan proyek)," ucapnya. Kerukan itu longsor dan diduga masuk ke sungai sehingga banjir yang merusak sawah terjadi. 

Proyek tersebut memang mengubah bentang alam di lokasi itu. Di bagian utara Cikuda, sawah-sawah garapan warga lenyap setelah‎ tergusur proyek itu. Sarmita memperkirakan, luas persawahan mencapai empat hektar. 

Sementara di selatan, kawasan bukit yang dipenuhi pepohonan karet juga dibongkar demi jalur sepur kilat itu. Pepohonan karet perkebunan Maswati juga ditebangi. Tak pelak, hilangnya tegakan-tegakan tersebut juga diduga membuat tanah menjadi erosi.

Aliran Cilangkap yang berhulu di mata air Cisaladah juga sudah tak dialirkan mengairi persawahan di utara Cikuda setelah keberadaannya  lenyap dikeruk proyek. Akibatnya, tutur Sarminta, air seluruhnya tumplek di Cilangkap. 

Ia menambahkan, pengerjaan proyek jalur kereta cepat mulai berlangsung di Cikuda sekira  ‎2017. Setahun sebelumnya, atau 2016, pengukuran lahan dan bangunan warga yang digusur berlangsung. Di Cikuda, terdapat sekitar 23 keluarga yang tergusur proyek.

Pantauan"PR"  mendapati gundulnya kawasan bekas perkebunan karet Maswati yang pepohonan telah ditebangi dan menjadi jalur perlintasan kereta cepat itu. Sebagian bekas lahan perkebunan kini berubah menjadi kebun-kebun warga. ‎Sementara aliran Cilangkap di wilayah hulu terlihat sempit. 

 

 Dokumen Amdal dan Kenyataan Jauh Panggang Dari Api

Berbagai dampak pembangunan terowongan kereta cepat Jakarta-Bandung di wilayah DKI Jakarta, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bandung Barat sebetulnya disinggung dalam dokumen  Analisis Dampak Lingkungan Hidup Rencana Kegiatan Pembangunan Jalan Kereta Api Cepat Jakarta Bandung 2016 di  halaman 272. Namun selepas Whoosh beroperasi, sejumlah persoalan yang tertinggal tak kunjung diatasi.

Dalam dokumen disebutkan, dampak-dampak yang muncul, yaitu timbulnya getaran, kebisingan, serta debu. Selain itu, bakal timbul pula dampak sekunder berupa sikap dan persepsi masyarakat ke arah negatif apabila hal tersebut tidak ditangani dengan baik. Yang menarik, dokumen tersebut juga mengakui pembangunan terowongan di tempat-tempat tertentu memang menggunakan bahan peledak. Tetapi, bahan peledak yang digunakan adalah jenis low explosive yang diklaim getaran dan bisingnya relatif rendah. Di dalam dokumen, disebutkan pula bahwa lokasi kegiatan yang mengunakan bahan peledak low explosif itu relatif jauh dari permukiman sehingga dampak diklaim menjadi kecil.

Dokumen analisis itu justru berbeda dengan kenyataan di lapangan yang dialami para warga perumahan Tipar Silih Asih, RT 4 RW 13, Desa Laksanamekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat yang rumahnya rusak dan ambles karena dugaan peledakan terowongan sepur kilat di lokasi tersebut.
Persoalan limpasan air atau banjir  sebetulnya juga tercantum dalam dokumen tersebut. Di halaman 152 tentang hidrogeologi misalnya, dijelaskan mengenai air permukaan yang terdiri dari bagian utama, yakni sungai, waduk dan genangan air di area lebih rendah. Banyaknya aliran sungai di wilayah yang dilintasi jalur kereta cepat juga diakui dan muncul dalam dokumen.

"Sudut persimpangan (crossing angle) yang besar akan diadopsi pada jalur persimpangan bagian atas aliran sungai untuk meminimalisasi dampak terhadap kondisi alami sungai dan memenuhi persyaratan dalam penanggulangan banjir." 

Demikian penanganan persoalan tersebut sebagaimana tertera dalam dokumen. Sementara di halaman 294 Bab 1V Evalusi Holistik Dampak Lingkungan, persoalan air limpasan sebagai dampak penting yang akan dievalusi secara holistik cuma muncul di tahap konstruksi. 

Di tahap tersebut, disebutkan mengenai peningkatan limpasan air permukaan akibat kegiatan penyiapan lahan dan pembangunan stasiun serta fasilitas pendukung.

Di tahap lain, seperti prakonstruksi dan operasi, urusan limpasan air tak muncul. Padahal persoalan banjir dengan membawa lumpur, batu serta potongan kayu yang merusak sawah di Kampung Cihanjuang, Desa Mandalasari, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Barat juga terjadi saat Whoosh telah melesat atau beroperasi. Luapan atau limpasan air itu pun diduga akibat pengerjaan proyek kereta cepat. Di halaman 305 terkait dengan pengelolaan air limpasan, penyebabnya turut disebutkan. 

"Air limpasan bersumber dari perubahan lahan yang semula tertutup tanaman/bangunan menjadi terbuka." 

Untuk itu, pengelolan yang dilakukan berupa pembuatan temporary ditch atau permanen ditch untuk mengalirkan air limpasan yang terjadi di musim hujan. Ditch tersebut bermuara di setting pond.

Jika berkaca pada kasus Cihanjuang yang diterjang tiga kali banjir, persoalan berupa timbunan material proyek yang dibuang ke pinggir sungai hingga akhirnya longsor dan berujung luapan air justru tak muncul dalam pengelolaan air limpasan. 


Dampak yang Diidahkan

Berbagai persoalan yang tertinggal setelah Whoosh beroperasi juga disoroti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat. Direktur Eksekutif Walhi Jabar Wahyudin mempertanyakan tanggung jawab pemerintah maupun KCIC mengenai dampak yang tidak ditangani itu. 

‎"Beberapa hal yang tidak dijalankan itu salah satunya menyelesaikan dampak kerusakan yang muncul dari pascakontruksi, baik dampak sosial maupun dampak lingkungan, dan perlu di ingat hingga saat ini di berbagai wilayah yang terkena dari aktivitas KCJB (Kereta Cepat Jakarta-Bandung) belum kunjung selesai terkait hal-hal yang di keluhkan masyarakat," kata Wahyudin beberapa waktu lalu.

Ia juga mencontohkan nasib warga Perumahan Tipar Silih Asih yang mengalami kerusakan rumah karena dugaan pengerjaan proyek terowongan. Warga, lanjutnya, Wahyudin telah beberapa kali melaporkan permasalahan tersebut kepada Walhi.

"Pemerintah dan KCIC seakan terus menutup mata, pasca kontruksi dan saat beroperasi dianggap pihaknya tidak menyisakan dampak keresahan di kalangan warga, padahal sangat nyata warga telah mengalami kerugian, baik kerugian material maupun kerugian sikologis yang setiap hari terus dihantui oleh retakan rumah dan longsoran," ucapnya.  

Apabila kondisi itu terus dibiarkan, Walhi menilai pemerintah dan KCIC telah sengaja melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia serta melanggar UUD 1945 yang salah satu bunyi pasalnya mengatakan,“Masyarakat berhak mendapatkan kelayakan lingkungan yang  baik dan sehat.”  

Walhi mendesak‎ pemerintah dan KCIC segera menyelesaikan  tanggung jawab sosial dan dan lingkungan yang belum kunjung selesai hingga saat ini. 

‎"Tidak hanya itu KCIC perlu melakukan pemulihan kerusakan lingkungan dengan cara melakukan reforestasi (penanaman pohon kembali)  beberapa titik yang mengalami kerusakan secara serius," kata Wahyudin.


Bungkam

"PR" mencoba meminta konfirmasi dan klarifikasi mengenai persoalan-persoalan tersebut kepada Corporate Secretary PT KCIC Eva Chairunisa. Pada Rabu (28/4/2024), "PR" mengirimkan pesan WhatsApp kepada Eva untuk meminta tanggapan serta menanyakan pertanggungjawaban piha kereta cepat mengenai banjir di Cihanjung. Eva tak membalas pesan itu. 

Pada Minggu (14/4/202), "PR" kembali mengirimkan pesan WhatsApp menanyakan kembali persoalan banjir itu kepada Eva. "PR" saat itu juga mengirimkan pertanyaan soal bagaiman pertanggungjawan kereta cepat atas kerusakan rumah-rumah di Tipar Silih Asih. Eva sempat  mengirimkan pesan WhastApp balasan yang meminta "PR" menunggu. Namun jawaban tak kunjung datang hingga "PR" kembali mengirimkan pesan WhatsApp pada 

Senin (15/4/2024). Hasilnya tetap nihil jawaban. Upaya lain ditempuh dengan menelfon yang bersangkutan pada Sabtu (27/4/2024) siang. Eva juga tak mengangkat sambungan telfon itu. 

 

Catatan Redaksi
*) Tulisan ini merupakan republikasi berita yang naik di portal Pikiranrakyat.com pada 8 Mei 2024. Liputan ini merupakan program penulisan Jurnalisme Kolaboratif untuk Memonitor Proyek Strategis Nasional kerjasama AJI Indonesia dan Kurawal.
 

kali dilihat