Whoosh Melesat: Rumah Rusak, Keamanan Warga Tak Pasti (Bagian 1)

OLEH Bambang Arifianto

INDEPENDEN--Di tengah sepur Whoosh yang melesat, sejumlah warga di Padalarang dan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat ketiban dampak buruk berupa rumah retak, ambles dan sawah yang rusak disapu banjir berkali-kali. Persoalan-persoalan itu muncul diduga sebagai imbas pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Di tulisan pertama,  "PR" menelusuri rusaknya rumah-rumah warga di Padalarang.

Aris Sugihartanto, 54 tahun menunjukkan retakan-retakan yang menjalar di dinding rumahnya di Perumahan Tipar Silih Asih, RT 4 RW 13, Desa Laksanamekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Minggu (18/2/2024). 

Retakan tersebut merambat dari dinding pertengahan rumah hingga bagian belakang. Kondisi terparah berada di area belakang. Selain retak di dinding, lantai di area tersebut itu ambles. Di dindingnya masih terpasang crack meter melintang di atas retakan. Alat itu dipakai untuk mengukur pergeseran retakan. 

Aris mengungkapkan, kerusakan tempat tinggalnya bermula saat peledakan pertama pengerjaan tunnel atau terowongan yang melubangi Gunung Bohong, bukit yang berada di dekat Tipar Silih Asih pada awal September 2019. 

Ledakan itu menghasilkan getaran yang merusak rumah-rumah warga. Makin lama, retak-retakan tersebtu terus melebar dan bertambah. Tanah yang menahan kediamannya juga turun. 

"Bagian belakang paling terasa (tanahnya turun)," kata Aris. 

Berselang lima tahun kerusakan terjadi, ia mengaku tak ada pertanggungjawaban dari pihak kereta cepat atau pemerintah untuk memperbaiki kerusakan rumahnya. Aris juga tak melakukan perbaikan dari koceknya. 

"Dibiarin, soalnya mau uang (perbaikan) dari mana," ujarnya. Aris merupakan korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dari sebuah bengke body repair. 

Kini, ia menyambung hidup dengan bekerja sebagai  pengojek online. 

 

Golput

Kerusakan rumah yang diduga akibat proyek sepur kilat  juga membuat Aris kehilangan kepercayaan terhadap pemilihan umum. Penguasa berganti dalam pemilu, tetapi nasibnya tetap sama.

Pada Pemilu 2024, Aris pun memilih menjadi golongan putih (Golput) atau tak memilih karena tak percaya lagi dengan pemerintah. 

"Saya hidup di negara ini, saya tidak dapat keadilan," tuturnya. 

Ia menegaskan meminta pertanggungjawaban pemerintah atas kerusakan yang tersentuh perbaikan tersebut. 

Tak cuma persoalan kerusakan, warga juga tak memperoleh kepastian keselamatan terkait dengan aman tidaknya rumah-rumah mereka ditinggali hingga sekarang. Soalnya, retakan juga terjadi di rumah warga-warga lain.  

"Kalau aman saya minta diperbaiki kembali. Kalau tidak aman,  pindahin (relokasi)," ucap Aris. 

Ia juga merasakan keselamatannya juga tambah terancam kala musim hujan. Ancaman pergesaran tanah mengintai pula kediamannya saat hujan mengguyur.

"Sudah nyawa ini mah, siapa yang bertanggung jawab," kata Aris.

 

Mengontrak Rumah

Kerusakan rumah juga dialami warga RT 4 lainnya, Linda Kurniasari. Perempun 54 tahun itu mengatakan, ledakan proyek membuat kamar mandi rumahnya ambruk. Langit-langit tempat tinggal Linda juga berjatuhan. 

"Karena abdi sieun abdi ngontrak (Karena takut, saya memilih mengontrak rumah)," ujar Linda. 

Ia terpaksa pindah dan mengontrak di Perumahan Puri Fajar Cibeber sekira 2021 lalu. Tak ada kompensasi atau ganti rugi atas kerusakan rumah yang dialaminya. 

Namun, beban tanggungan uang kontrak membuat kembali pulang ke rumahnya. Ia memilih memperbaiki kerusakan tempat tinggalnya secara bertahap.

 "Gaduh artos sakedik disangsangkeun (Punya uang sedikit, saya pakai untuk memperbaiki rumah)," ujarnya. 

Untuk memperbaiki rumah, Linda juga mengaku meminjam uang senilai Rp50 juta dari bank.

Ketua RT 4 Heru Agam mengatakan, perumahan di wilayahnya memang paling dekat dengan trase kereta cepat. Kawasan RT 4 menjadi yang paling parah terdampak ledakan pembangunan terowongan itu. 

"Karena 100 persen (warganya) kena dampak)," kata Agam. 

Ada 24 rumah dengan 26 keluarga dan 101 jiwa terimbas ledakan itu. Ia juga menuturkan kronologis masuknya proyek sepur kilat itu di wilayah perumahan tersebut. 

Sosialisasi proyek sebetulnya telah ada sejak 2016. Saat itu, perwakilan warga bertemu dengan pihak Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Pertemuan tersebut menyosialisasian masuknya proyek kereta cepat di wilayah Tipar Silih Asih, terutama di RW 13, 10 dan 16. 

"Pertemuan itu hanya memberitahukan, ada pemberitahahuan itu, dan dia (KCIC) menjelaskan bahwa pembangunan itu dilakukan dengan cara pengeboran untuk pembuatan terowongan, terowong ini dinamakan tunnel 11," ucap Agam.

Warga kala itu masih menerima wilayahnya diterobos terowongan.

 "Siapa tahu dengan ada proyek itu area ini bisa terangkat secara finansial harga tanah dan rumah dan siapa tahu bisa menjadi daerah wisata," ujar Agam. 

Apalagi, pihak proyek juga menjanjikan air bersih artesis per RW satu titik. Namun harapan tinggal harapan. Pada 24 September 2019, ledakan awal proyek sonder pemberitahuan terlebih dulu membuat kaget warga.

 "Langsung, tidak ada bunyi sirine. Tiba-tiba ada ledakan dan ledakan sangat keras suaranya terdengar, getaran terasa sekali terutama kami di RT 4 yang jaraknya paling dekat kurang dari 150 meter dari titik ledakan pertama," ujar Agam. 

Ledakan perdana tersebut terdengar dari arah Cibeber (Cimahi). Warga yang kaget pun kelur dari rumahnya. Kencangnya getaran bahkan dirasakan melebih gempa bumi. 

"Galon juga airnya bergoyang," tuturnya.

Ledakan tersebut juga menuai pertanyaan. Pasalnya, warga sebelumnya dijanjikan pembuatan terowongan dilakukan dengan pengeboran, bukan peledakan. Warga lalu melakukan protes dengan mendatangi kompleks proyek. 

Pada sore hari, ledakan kembali terjadi tanpa ada pemberitahuan. Dari sana, ledakan terjadi dua kali pada pagi dan sore saban hari. Retakan mulai muncul pada hari kedua di ledakan keempat.

Di kediaman Agam, retakan terjadi di berbagai titik, dari ruang tamu hingga dapur. Laporan kerusakan dari warga-warga RT 4 lain juga diterima Heru dan dikirimnya ke Ketua RW. 

"Di RT 4 hampir semua (rumah rusak), hampir 100 persen sekitar 24 rumah retak-retak," ujarnya. 

Mediasi pun dilakukan oleh pemerintah desa mengenai prote warga. Namun, pihak kereta cepat menyangkal kerusakan rumah itu akibat ledakan proyek. 

Pada 2020, warga meminta penelitian independen dilakukan hingga disetujui pada 2021.

Heru mengatakan, penelitian dilakukan oleh PT LAPI ITB untuk memeriksa kontur tanah, rambatan getar akibat ledakan. Ia mengungkapkan, hasil penelitian melalui uji blasting atau ledakan tersebut  tidak disampaikan ke warga.

‎Hingga kini, warga terus digelayuti ketidakpastian akan keamanan tempat tinggalnya. 

"Enggak ada yang menyatakan di sini aman. Sementara warga menuntut, apakah kami masih layak tinggal di sini, aman atau tidak," tuturnya. Di tengah ketidakpastian nasib, kerusakan tempat tinggal warga justru semakin parah. 

==

Catatan Redaksi:

*) Tulisan ini merupakan republikasi berita yang naik di portal Pikiranrakyat.com pada 8 Mei 2024. Liputan ini merupakan program penulisan Jurnalisme Kolaboratif untuk Memonitor Proyek Strategis Nasional kerjasama AJI Indonesia dan Kurawal.

kali dilihat