Oleh: Nany Afrida
Pengacara Yan Warinussy ditembak di Papua, menambah jumlah kekerasan yang menimpa para pejuang HAM di provinsi yang sedang bergolak itu
INDEPENDEN- Advokat Hak Asasi Manusia (HAM) Yan Christian Warinussy ditembak oleh orang tidak dikenal (OTK) di depan sebuah bank di Kelurahan Sanggeng, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, pada Rabu (17/07/2024), sekitar pukul 16.00 WIT.
Peristiwa tersebut terjadi saat Yan Warinussy keluar dari sebuah bank di Sanggeng, Kabupaten Manokwari.
"Beliau pas keluar dari bank langsung ada OTK langsung menembak beliau," ujar Yohanes Akwan, advokat yang menjelaskan kejadian tersebut pada media.
Tembakan itu melukai dada sebelah kiri Warinussy dan diduga peluru berasal dari senapan angin. Lelaki itu langsung dilarikan ke rumah sakit untuk penanganan.
Para aktivis pembela HAM mengutuk penembakan tersebut sebagai serangan langsung untuk para pembela HAM.
Salah satunya adalah kelompok pembela HAM yang menamakan diri sebagai Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua. Mereka meminta polisi segera melakukan penyelidikan untuk mencari pelaku penembakan tersebut.
Koalisi ini, lewat pernyataan yang diterima Independen.id, meminta Kapolri segera memerintahkan Kapolda Papua Barat bersama Kapolresta Manokwari membentuk tim penyelidik khusus untuk mengungkap tindak pidana penyalahgunaan senjata api.
Selain itu Koalisi juga meminta agar ada perlindungan terhadap keselamatan Yan dari Komnas HAM dan juga Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK).
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, penembakan tersebut adalah teror terhadap Yan Warinussy dan kerja-kerjanya selama ini.
"Amnesty International mengutuk peristiwa penembakan terhadap Yan Warinussy. Yan merupakan seorang pengacara yang telah lama membela hak asasi manusia serta perdamaian di Tanah Papua," kata Usman menambahkan bahwa polisi harus mampu menuntaskan kasus ini.
Dikutip dari media lokal Jubi, Komisaris Besar Rivadin Benny Simangunsong sudah menerima laporan penembakan dan penanganan kasus penembakan terhadap Yan Warinussy menjadi perhatian khusus polisi.
“LP-nya (laporan polisinya) sudah kami terima. Kami tidak boleh menduga-duga [pelaku dan motifnya]. [Namun,] kami berusaha semaksimal mungkin mengungkapnya,” kata Rivadin, seusai menjenguk Warinussy.
Pihak Polisi telah meminta korban dan pihak keluarga menyampaikan informasi yang berhubungan dengan penembakan Warinussy untuk memudahkan pengungkapan kasusnya.
“Jangan ada asumsi, ataupun katanya. Kalau ada yang mengetahui informasi [yang berhubungan dengan penembakan], silakan datang [ke Polresta Manokwari]. Kami jamin keamanan [pelapornya],” kata Rivadin.
Berdasarkan data yang dikumpulkan Amnesty International Indonesia, tahun 2023 merupakan tahun yang suram bagi perlindungan kebebasan sipil dan perlindungan pembela HAM karena setidaknya ada 268 korban serangan, termasuk kriminalisasi, serangan fisik dan intimidasi. Jumlah serangan mencapai 95 kasus, atau yang tertinggi sejak 2019 ketika jumlah korban mencapai 125 orang.
Aktivis HAM Papua adalah sasaran serangan terbanyak, yaitu 103 orang; disusul wartawan (89 serangan), petani (31 serangan) dan masyarakat adat (24 serangan)
Komnas HAM juga memberikan penekanan pada kondisi Papua berdasarkan kasus kekerasan yang dilaporkan. Sepanjang 2023, ada 114 kasus terkait HAM di Papua, termasuk yang melibatkan konflik bersenjata. Kasus-kasus ini sudah dilaporkan langsung ke Menkopolhukam pada April lalu.
Salah satu kasus yang menyita perhatian adalah tewasnya aktivis pembela HAM perempuan Michelle Kurisi Doga oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Michelle tewas karena dituduh menjadi intelejen aparat keamanan pada Agustus 2023 lalu.
Jenazah Michelle ditemukan di Distrik Kolawa Kabupaten Lanny Jaya Provinsi Papua Pegunungan dalam keadaan dikubur dan tertutup dedaunan. Sebelum ditemukan tewas, terdapat video berisi klaim KKB yang membunuh Michelle.
Kalau pembunuhan Michelle terkesan terbuka karena ada yang mengaku sebagai pelaku, maka berbeda dengan Pendeta Yeremia Zanambani. Pendeta Yeremia tewas ditembak pada September 2020 di Kabupaten Intan Jaya, Papua dan hingga saat ini pelakunya belum terungkap. Padahal Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Komnas HAM mengatakan aparat keamanan diduga terlibat.
Kasus Pendeta Yeremia hanya satu dari puluhan kasus kematian di luar hukum yang belum diketahui siapa yang harus bertanggung jawab, alih-alih dibawa ke meja sidang.
Data Amnesty International Indonesia menjelaskan bahwa sejak 2018 hingga 2022, setidaknya 94 kasus pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Papua.
Kekerasan ini melibatkan aparat TNI, Polri, petugas lembaga pemasyarakatan, dan kelompok pro-kemerdekaan Papua yang menewaskan setidaknya 179 warga sipil.
Dalam periode waktu yang sama, jumlah korban yang meninggal dari pihak TNI sebanyak 35 jiwa dari 24 kasus pembunuhan di luar hukum, sembilan anggota Polri dari delapan kasus, dan 23 anggota kelompok pro-kemerdekaan Papua dari 17 kasus.