Independen ---- Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) menilai keputusan Majelis hakim Pengadilan Negeri Kotabaru yang menyatakan bersalah pada jurnalis Diananta Putra Sumedi, Senin (10/8/2020) yang lalu adalah lonceng kematian pers Indonesia. Diananta sendiri divonis penjara 3 bulan 15 hari.
Majelis hakim menilai karya jurnalistik Diananta bermuatan SARA dan melanggar kode etik. Selain itu, laman Banjarhits.id dianggap tidak memiliki badan hukum. Majelis hakim menilai Diananta terbukti bersalah karena sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan. Ini sesuai pasal 28 UU ITE.
Ade Wahyudin dari LBH Pers sekaligus narahubung KKJ menilai tindakan yang dilakukan Diananta merupakan kerja yang menghasilkan produk atau karya jurnalistik sehingga tidak tepat diadili di pengadilan.
“Kasus ini adalah sengketa jurnalistik dan tidak dapat serta merta dibawa ke ranah pidana. Diananta Putra Sumedi adalah redaktur media online banjarhits.id yang bekerjasama dengan kumparan.com melalui program 1001 startup media. Melalui kerjasama tersebut berita wartawan banjarhits dimuat di kanal berita kumparan.com/banjarhits.id,”ujar Ade Wahyudin. Bahkan terhadap kasus ini Dewan Pers sudah mengeluarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers Nomor: 4/PPR-DP/11/2020 tentang Pengaduan PT Jhonlin Agro Raya Terhadap Media Siber .
Kasus Diananta bermula dari berita yang ditayangkan Banjarhits.id/Kumparan.com berjudul "Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel" pada 8 November 2019 pukul 19.00 WITA. Berita ini ditulis oleh Diananta Putra Sumedi dan merupakan hasil wawancara dengan narasumber dari masyarakat adat suku Dayak yaitu Bujino, Riwinto, dan Sukirman. Sebelum ditayangkan, Diananta selaku wartawan yang menulis berita sudah berupaya mengkonfirmasi dengan menghubungi Andi Rufi, Humas PT Jhonlin Agro Raya (JAR), akan tetapi tidak ada jawaban. Atas pemberitaan itu Diananta dilaporkan ke Polisi.
“Atas vonis ini, Komite Keselamatan Jurnalis meminta Komisi Yudisial untuk memeriksa majelis hakim yang memimpin sidang kasus Diananta karena telah mengadili perkara yang sudah selesai di Dewan Pers dan tidak memenuhi unsur adanya tindak pidana,” kata Nenden Sekar Arum dari lembaga SAFEnet yang juga tergabung di Komite Keselamatan Jurnalis.
Komite sendiri mencatat ada beberapa kejanggalan proses hukum Diananta ini, selain kasus ini sudah diputuskan oleh Dewan Pers sebagai kasus jurnalistik, tetapi Polda Kalimantan Selatan yang terus melanjutkan kasus Diananta ke pengadilan. Dalam pemeriksaan, polisi mengundang ahli pers tanpa koordinasi dengan Dewan Pers.