Warga sekitar PLTU Cirebon menghadapi berbagai dampak negatif sejak pembangkit listrik tersebut beroperasi. Emisi PLTU meningkatkan polusi udara hingga 67 µg/m³ PM2.5, jauh di atas ambang batas WHO sebesar 15 µg/m³, memicu lonjakan kasus ISPA hingga 40% pada anak-anak serta keluhan pernapasan kronis pada lebih dari 30% warga. Limbah cair PLTU yang mengandung logam berat seperti merkuri dan arsenik mencemari air, sementara deposisi sulfur dari pembakaran menurunkan kualitas tanah pertanian. Meski sejak awal masyarakat, terutama di Desa Kanci Kulon, telah menyuarakan kekhawatiran terhadap dampak lingkungan dan kesehatan, proyek ini tetap berjalan dan membawa dampak nyata sejak 2008. Upaya hukum oleh WALHI Jawa Barat sempat berhasil di PTUN Bandung, namun kalah di tingkat banding. Situasi ini mencerminkan perjuangan warga dalam mendapatkan lingkungan sehat yang bebas dari pencemaran, yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak.