Co-Firing Biomassa Langkah Mundur Pensiun Dini PLTU Pelabuhan Ratu

Penulis: Taufiqurrohman

Independen.id  -- Doyok, 46 tahun, sudah dua malam menginap di warung dekat gerbang masuk PLTU Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Ketimbang pulang untuk sahur pertama di bulan Ramadan bersama keluarga, selepas membongkar muatan sekam padi dari kampungnya di Jampang, Sukabumi, dia memilih bermalam bersama truknya untuk menjadi pengangkut bahan baku co-firing biomassa di PLTU Pelabuhan Ratu.

Berkarung-karung sekam padi ditumpuk sepanjang jalan menuju pintu masuk PLTU Pelabuhan Ratu. Doyok menginap di warung dekat tumpukan karung itu. Sebagai pengangkut sekam padi dari jalanan hingga bongkar muatan di PLTU, Doyok bisa mengantongi Rp750 ribu untuk satu kali muat-bongkar dalam sehari. Dia pun menyetor Rp500 ribu per hari ke juragan truk dan mengantongi sisanya untuk solar dan makan. “Disuruh bos nginep aja ketimbang pulang,” kata Doyok saat ditemui Jumat malam 1 Ramadan lalu.

Tidak hanya pengangkut dari jauh, warga sekitar PLTU Pelabuhan Ratu juga menjadi pengangkut sekam padi. Salah satunya Suhendi, 42 tahun, warga Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan, Sukabumi, yang berbatasan dengan Kecamatan Pelabuhan Ratu. Dia menjelaskan barang yang dimuat tidak hanya sekam padi, tapi juga serbuk kayu atau wood pellet untuk dipasok ke PLTU Pelabuhan Ratu. Suhendi mengatakan truk pengangkut lebih memilih menyerahkan barang angkutannya ke dirinya ketimbang harus mengantri sendiri untuk bongkar muatan di PLTU. “Untuk antri bongkar di dalam bisa seharian, mereka memilih langsung pulang,” kata Suhendi.

Waktu operasional bongkar muatan di PLTU Pelabuhan Ratu dibatasi dari jam 8 pagi sampai dengan jam 5 sore. Bongkar muatan di PLTU Pelabuhan Ratu dibantu 2 unit alat ekskavator. Meski dibantu alat berat, satu truk hanya mungkin membongkar satu putaran dalam satu hari karena harus antri.

Suhendi mengatakan muatan yang diterima berasal dari Cianjur, Sukabumi, dan Banten. Untuk sekam padi, biasanya dia beli dengan harga Rp6 ribu per karung. Tiap karung rata-rata seberat 5-7 kg tergantung kering atau basah. Tiap truk biasa memuat 4 ton karung sekam padi. Dia mengaku aktivitas pengangkutan itu dilakukan baru sekitar 3 tahun belakangan.

Penerapan co-firing biomassa PLTU di Indonesia terbilang belum lama. Dalam keterangan tertulis, PT PLN menerapkan teknologi co-firing atau pencampuran biomassa dengan batu bara pada 17 PLTU, termasuk PLTU Pelabuhan Ratu, hingga Juni 2021. Namun, implementasi co-firing biomassa naik menjadi 47 PLTU sepanjang tahun 2024. Langkah tersebut diklaim PLN menghasilkan energi hijau sebesar 1,67 juta MW, meningkat 60% dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 1,04 juta MW.

Dari peningkatan tersebut, konsumsi biomassa di sepanjang 2024 tercatat mencapai 1,62 juta ton, tumbuh signifikan dibandingkan konsumsi biomassa pada tahun 2023 sebanyak 1 juta ton. Pemanfaatan biomassa pada teknologi co-firing di PLTU ini diklaim menurunkan emisi karbon sebesar 1,87 juta ton CO2 di tahun 2024.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menegaskan PLN akan terus menggenjot penerapan co-firing biomassa sebagai bagian dari strategi untuk menurunkan emisi melalui pemberdayaan masyarakat lokal.

Di tahun 2024, PLN memanfaatkan berbagai sumber biomassa untuk mendukung co-firing di PLTU meliputi Sawdust, Woodchip, Cangkang Sawit, Sekam Padi, Pellet Sekam Padi, Bonggol Jagung, Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP), Pellet Tankos Kelapa Sawit, Cangkang Kemiri, dan Limbah Racik Uang Kertas (LRUK).

Menurut Darmawan, pemanfaatan biomassa tidak hanya berkontribusi dalam peningkatan bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia, tetapi juga mendukung prinsip keberlanjutan dalam aspek Environmental, Social, and Governance (ESG). Selain mengurangi emisi karbon, teknologi ini turut mendorong pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien dan berkelanjutan.

​  Keterangan foto: Abrasi membuat sebagian rumah warga di Pelabuhan Ratu hancur (foto: Taufiqurrohman)  ​
Keterangan foto: Abrasi membuat sebagian rumah warga di Pelabuhan Ratu hancur (foto: Taufiqurrohman)

Namun energi hijau yang diklaim ramah lingkungan itu masih sebatas angan-angan. Masyarakat Pelabuhan Ratu mengeluhkan beberapa penyakit yang dirasakan setelah penerapan co-firing PLTU. Mulai dari sesak napas pada saat angin berembus ke pemukiman hingga gatal-gatal yang menimpa kebanyakan warga sekitar PLTU. Seperti yang dialami Leni, 40 tahun, merasakan gatal-gatal dan bintik-bintik merah di kulit sekitar setahun yang lalu. Pedagang makanan dan minuman di Pantai Batu Bintang yang bersebelahan dengan PLTU itu mengeluhkan bintik-bintik merah. “Gatal-gatal, bisul di sekujur badan,” kata dia.

Gatal-gatal yang dialami Leni juga menimpa kebanyakan warga sekitar PLTU Pelabuhan Ratu. RW 21 Kelurahan Pelabuhan Ratu hanya berjarak sekitar 500 meter dari PLTU. Ketua RW 21, Wahyu, menyebut 80 persen dari 400 kepala keluarga di RW 21 mengalami gatal-gatal di kulit sekitar enam bulan lalu secara bersamaan. “Sebelum ada campuran belum ada gatal-gatal,” kata dia.

Selain penyakit kulit, kualitas udara di sekitar PLTU tampak kotor dengan embusan debu halus dari pembakaran. Yanti, 49 tahun, kakak Leni yang juga berdagang di Pantai Batu Bintang itu menyapu debu yang menempel di toples dagangannya dengan tangan. Butiran debu hitam tampak menempel di jari-jarinya. “Kalau angin arah ke sini debunya banyak,” ujarnya.

Selain kualitas udara yang buruk, ada yang mengalami gangguan pernapasan akibat kebakaran kapal tongkang pada 2017. Sesepuh di Kelurahan Pelabuhan Ratu, Ujang Sudira, menceritakan kebakaran kapal tongkang itu membuat asap batu bara yang turut terbakar dengan kapal berembus menyengat ke pemukiman. Akibatnya, istri Ujang mengaku sesak dan mengidap asma. “Padahal sebelumnya ga ada asma. Malah periksa ke dokter jadi ada penyakit jantung,” kata dia.

Keluhan sesak napas atau penyakit saluran pernapasan seperti ISPA memang banyak dikeluhkan di kawasan sekitar PLTU. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari staf Puskesmas Simpenan yang dikutip portal Bandung Bergerak, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) termasuk ke dalam 10 penyakit terbanyak yang ditangani setiap bulannya. Puskesmas Simpenan merupakan salah satu puskesmas terdekat dengan PLTU Pelabuhan Ratu yang berjarak sekitar lima kilometer.

Berdasarkan data penyakit ISPA di Puskesmas Simpenan periode Januari- Agustus 2023, rata-rata penderita setiap bulannya mencapai 275 orang. Secara rinci, terdapat 367 penderita pada Januari, 364 penderita pada Februari, 397 penderita pada Maret, 226 penderita pada April, 362 penderita pada Mei, 217 penderita pada Juni, 133 penderita pada Juli, dan 136 penderita pada Agustus.

Darmawan Prasodjo tidak menjawab pesan singkat Independen.id saat mengonfirmasi terkait dampak co-firing biomassa PLTU Pelabuhan Ratu terhadap penyakit yang dikeluhkan masyarakat sekitar. Darmawan juga tidak menjawab terkait co-firing biomassa menjadi opsi alternatif dari rencana pensiun dini PLTU Pelabuhan Ratu.

Direktur LBH Bandung Heri Pramono mengaku sedang mendalami dampak co-firing biomassa PLTU Pelabuhan Ratu terhadap kesehatan masyarakat sekitar. Namun, dia menegaskan tidak sepakat bila co-firing biomassa itu menjadi opsi alternatif dari rencana pensiun sini PLTU Pelabuhan Ratu. “Karena penggunaan batu bara PLTU masih tinggi,” kata dia.

Sementara Manajer Kampanye Bioenergi Trend Asia Amalya Reza Oktaviani dengan tegas menyebut narasi transisi energi dengan co-firing biomassa adalah solusi palsu karena hingga saat ini penggunaan batu bara masih lebih dari 90 persen. Co-firing PLTU Pelabuhan Ratu baru mencapai 0,74 persen dari target 10 persen penggunaan biomassa atau sejumlah 41 ribu ton. Sementara Co-firing 47 PLTU dari target 52 PLTU baru mencapai sekitar 1 persen.

Kendala mencapai target salah satunya karena faktor suplai bahan bakar co-firing yang berkelanjutan sulit diimplementasikan. Amalya melihat pengusaha lebih memilih mengekspor wood pellet karena lebih menguntungkan ketimbang memasok bahan bakar untuk PLTU. Sehingga kebanyakan yang dipasok untuk PLTU co-firing adalah sekam padi.

Sementara itu, bahan baku dari perkebunan kayu untuk memasok PLTU co-firing menyebabkan emisi tinggi akibat terjadi pembukaan hutan. Menurut Amalya, pasokan dari perkebunan kayu butuh waktu untuk tumbuh kembali. Sementara proses pembakaran PLTU co-firing dilakukan tiap hari. “Emisi yang dihasilkan lebih besar karena ada pembukaan hutan untuk produksi biomassa,” kata dia.

Emisi dari PLTU diperparah dengan penggunaan batu bara yang digunakan berkualitas rendah. Menurut Amalya, batu bara berkualitas tinggi menghasilkan jumlah kalori lebih tinggi sehingga bisa meminimalisir pembakaran. “Batu bara yang bagus yang kalorinya tinggi itu diekspor,” kata dia.

Menurut Amalya, dengan kondisi itu maka co-firing biomassa dianggap bukan opsi yang tepat sebagai bagian dari pensiun dini PLTU Pelabuhan Ratu yang direncanakan dilakukan pada 2037 atau lima tahun lebih awal dari masa operasinya yang selesai pada 2042. Apalagi bila co-firing biomassa menjadi opsi alternatif menggantikan pensiun dini PLTU.

Pensiun dini PLTU Pelabuhan Ratu sebetulnya sudah direncanakan dengan skema pengalihan aset atau spin off PT PLN ke PT Bukit Asam. Kedua pihak telah menandatangani kesepakatan kerangka kerja atau principal framework agreement untuk mengakhiri lebih awal PLTU Pelabuhan Ratu yang berkapasitas 3 x 350 MW. Kesepakatan ini ditandatangani pada acara State-Owned Enterprises International Conference di Bali pada 18 Oktober 2022. Namun, hingga kini belum ada kejelasan tindak lanjut pensiun dini PLTU Pelabuhan Ratu.

Direktur Utama PTBA Arsal Ismail mengatakan akuisisi PLTU Pelabuhan Ratu sejatinya merupakan ranah dari pemerintah. Pasalnya, pengambilalihan PLTU akan menggunakan pendanaan murah dengan skema Energy Transition Mechanism (ETM).

"Pelabuhan Ratu domainnya itu kan ada di pemerintah ya yang ETM itu, nah PTBA waktu itu kan sedang melakukan kajian bagaimana kalau kita ditunjuk mengambil Pelabuhan Ratu ini. Kajian sudah kami lakukan, tapi bolanya lagi-lagi di pemerintah," kata Arsal seperti dikutip CNBCIndonesia.com pada 8 Maret 2024.

Direktur Utama PTBA Arsal Ismail tidak menjawab pertanyaan yang dilayangkan Independen.id terkait pengalihan aset PLTU Pelabuhan Ratu. “Silakan ke Sekper ya,” tulis Arsal.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menargetkan suntik mati PLTU dalam 15 tahun ke depan. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Brasil, Prabowo optimistis Indonesia akan mencapai target emisi nol atau net zero emission sebelum 2050.  Janji tersebut lebih cepat 10 tahun dari target pemerintahan sebelumnya, yaitu emisi nol pada 2060. Menurutnya, pensiun dini PLTU tenaga batu bara bisa terealisasi dalam 15 tahun ke depan lantaran RI memiliki cadangan geotermal atau panas bumi yang melimpah.

Kampung Tenggelam Tetangga PLTU Pelabuhan Ratu

Ujang Sudimara bercerita rumahnya sempat kemasukan banjir rob pada 15 Desember 2024. Gambar di ponselnya memperlihatkan suasa malam mencekam air laut masuk menerjang rumahnya hingga ke dalam. Pohon kelapa di depan rumahnya roboh. Beruntung rumahnya tak ikut roboh. Namun, rumah tetangga sebelahnya yang roboh, padahal sedang dijajaki untuk dijual. Terpaksa, kata dia, tetangganya itu menumpang tinggal di rumah orang.

Abrasi di kampung Ujang terjadi sejak 2012, tak lama setelah PLTU Pelabuhan Ratu dibangun. Dia saat itu masih jadi Ketua RT di RW 21 Kelurahan Pelabuhan Ratu. Menurut dia, abrasi terjadi akibat pembangunan dermaga yang berfungsi juga sebagai pemecah ombak sehingga mengakibatkan arus ombak mengarah ke rumahnya. Padahal jarak rumah ke bibir pantai dulu cukup jauh, mencapai 135 meter. “Dulu itu anak-anak bermain di lapangan bola di situ,” Ujang menunjuk bibir pantai depan rumahnya.

Ujang bercerita banjir rob parah menerjang rumahnya sebanyak 3 kali pada rentang 2024-2025. Sebanyak 13 rumah di Kelurahan Pelabuhan Ratu mengalami rusak parah, termasuk rumahnya. Banjir rob terakhir itu sampai masuk ke dalam rumah.

Banjir rob menghancurkan bangunan kayu
Keterangan foto: Banjir rob menghancurkan bangunan kayu (foto: Taufiqurrohman)

Ketua RW 21, Wahyu, mengaku was-was tiap ada ombak besar mengikis lahan pemukimannya. Dia pernah meminta pertanggungjawaban dari pihak PLTU Pelabuhan Ratu. Tapi hanya diberikan solusi sementara penahan ombak berupa karung pasir dan juga pagar bambu. Tapi usia penahan ombak pagar bambu terbilang singkat. Belum lama ini pagar bambu itu hancur terkena banjir rob.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo tidak menjawab pesan singkat Independen.id saat dikonfirmasi terkait dampak PLTU terhadap abrasi pemukiman sekitar.

Tidak hanya masalah pemukiman, kampung nelayan di Kelurahan Pelabuhan Ratu itu kini juga sulit mendapatkan ikan. Pembangunan dermaga yang menjadi tempat sandaran kapal tongkang mengubah wilayah tangkap ikan. Salah satu warga bercerita, Didin, 58 tahun, menunjuk area dekat dermaga itu menjadi wilayah tangkap para nelayan. Namun, kini mereka harus menjauh untuk mendapatkan ikan.

Kesulitan mencari ikan membuat Didin lebih memilih membawa perahu di Pantai Batu mengantar turis keliling. Selain sulit mendapatkan ikan, dia mengaku trauma menghadapi badai di tengah laut saat mencari ikan. “Hampir tenggelam saya,” kenangnya.

Namun, masalah tidak hanya ombak di tengah laut. Sebagai warga RW 21, Didin harus menghadapi masalah ombak di pinggir pantai yang menyebabkan abrasi.

Belum mendapatkan solusi terhadap persoalan abrasi, Ujang tidak menyerah. Beberapa pihak dijajaki Ujang, mulai dari pihak PLTU Pelabuhan Ratu, bahkan hingga ke DPRD Kabupaten Sukabumi. Namun, mereka berdalih itu harus melibatkan pemerintah pusat karena persoalan anggaran. “Pihak PLTU mau komunikasi, tapi katanya ga bisa kalau cuma sendiri penahan ombak permanen,” kata dia.

Penahan ombak permanen bagi Ujang sangat penting agar abrasi yang terjadi tidak menenggelamkan pemukiman. Harapannya hanya satu, dia bersama keluarga dan tetangga tidak lagi waswas saat rumahnya diterjang banjir rob besar.

 

kali dilihat