Kasus Mario Dandy, Sejumlah Media Abai Kode Etik

Independen ----  Pemberitaan kasus Mario Dandy, sebagian media online masih mengabaikan Kode Etik Jurnalistik. Hal ini disampaikan oleh Ketua Bidang Gender, Anak dan Kelompok Marjinal AJI Indonesia, Nani Afrida, yang melakukan monitoring pada sejumlah media online. 

Pengabaikan kode etik, terutama  dalam memberitakan kekasih tersangka, Mario Dandy Satrio yang berstatus anak. Kekasih Mario berumur 15 tahun dan polisi menetapkan statusnya sebagai anak yang berkonflik dengan hukum dengan tuduhan memprovokasi.  Sejumlah pemberitaan media online memuat profil dan foto-foto anak tersebut. Sebagian juga menyebutkan alamat sekolah dan mengulik latar belakang keluarganya. Foto-foto pacar Mario sebelumnya beredar luas di media sosial. 

Pada pasal 5 Kode Etik Jurnalistik berbunyi wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan anak yang menjadi pelaku kejahatan. "Anak-anak memiliki hak untuk dijaga privasinya, bahkan jika dia terduga pelaku dalam kasus hukum," kata Nani Afrida (8/3/2003). 

Nani tidak menyebutkan media mana saja yang abai kode etik. Namun hasil monitoring AJI ini adalah sebagai peringatan pada media massa untuk kembali memperhatikan Kode Etik Jurnalistik.  

Bahkan pada Pedoman Pemberitaan Ramah Anak menyebutkan bahwa: Wartawan merahasiakan identitas anak dalam memberitakan informasi tentang anak, khususnya yang diduga, disangka, didakwa melakukan pelanggaran hukum atau dipidana atas kejahatannya. 
 
Identitas yang harus dilindungi dari anak yang terlibat kasus hukum adalah nama, foto, gambar, nama saudara, orang tua, paman/bibi, kakek/nenek. Informasi tentang rumah, alamat desa, sekolah, perkumpulan dan apapun yang menunjukkan ciri anak itu juga harus dihindari. 

Namun dalam monitoring AJI, masih banyak media online yang tidak melindungi namun justru makin gencar memberitakan profil dan latar belakang pacar Mario Dandy tersebut. Meski statusnya tersangka, media harus memperhatikan bahwa pacar Mario ini masih di bawah umur dan perlu dilindungi identitas pribadinya. Media cukup memberitakan perkembangan kasus hukumnya saja,  

AJI menyayangkan sebagian pemberitaan media massa yang tidak berperspektif anak. Mengejar klik bait untuk meraup cuan menjadi tren di tengah persaingan dan gempuran arus digitalisasi dengan mengabaikan aturan. "Dampaknya berpotensi membuat anak menjadi korban kedua kalinya," ujar Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito Madrim. 

AJI Indonesia juga mengingatkan perusahaan media untuk menaruh perhatian serius terhadap liputan berperspektif anak dan taat pada Kode Etik Jurnalistik. Dewan Pers hendaknya aktif menyosialisasikan pedoman pemberitaan ramah anak yang diterbitkan sejak 2019. 

 

kali dilihat