AJI Imbau Media Massa Patuhi Kode Etik Soal Berita Kekerasan Seksual Ketua KPU

Independen- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengimbau media massa mematuhi kode etik jurnalistik versi Dewan Pers serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran dalam memberitakan kekerasan seksual yang melibatkan Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy’ari. 

AJI melihat pemberitaan sejumlah media massa mengabaikan sejumlah pasal sesuai Kode Etik Wartawan Indonesia. Sebagian pemberitaan menyebutkan identitas korban kekerasan seksual. AJI mendesak Dewan Pers memberi sanksi yang tegas terhadap media massa yang mengabaikan kode etik jurnalistik. 

Pemberitaaan kasus kekerasan seksual penting untuk membangun kesadaran publik melawan kekerasan seksual. Namun, menyebutkan identitas korban dan mendeskripsikan peristiwa kekerasan seksual secara vulgar mengandung kerentanan dan risiko bagi korban.

“Media massa hendaknya memperhatikan secara serius perlindungan dan pemulihan korban untuk meminimalisasi dampak trauma,” kata Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida. 

Pasal 5 Kode Etik Wartawan Indonesia menyatakan wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila. Penafsiran pasal itu adalah identitas menyangkut semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. 

Ketua Bidang Gender, Anak, dan Kelompok Marjinal AJI Indonesia, Shinta Maharani mengatakan media massa seharusnya menghindari pemberitaan yang bias gender, misalnya pelabelan korban yang menjurus pada objektifikasi yang merendahkan perempuan, victim blaming atau menyalahkan korban, dan diskriminatif. Objektifikasi dan stereotipe terhadap perempuan contohnya menyematkan kata cantik dan seksi.

Menyalahkan korban dan penghakiman misalnya penyematan tindakan asusila, penggoda, dan pelakor. Diskriminatif misalnya menyebut korban menikmati. 

Pasal 8 Kode Etik Wartawan Indonesia menyebutkan wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan. 

Sebagian pemberitaan media massa mengumbar sensasi dan mengobjektifikasi perempuan sebagai korban kekerasan seksual. Contohnya penulisan profil korban yang berpotensi memperpanjang kekerasan berbasis gender dan pelacakan data maupun informasi tanpa persetujuan korban. 

Pasal 2 Kode Etik Wartawan Indonesia menjelaskan wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik yaitu menghormati hak privasi dan menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian berita. 

Temuan lainnya adalah media massa mencampurkan fakta dan opini tentang syahwat Ketua KPU yang tak terbendung. Pasal 3 Kode Etik Wartawan Indonesia menyebutkan wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Pemberitaan yang mengabaikan kode etik jurnalistik dan tidak berperspektif adil gender seharusnya menjadi perhatian serius Dewan Pers. AJI mendesak Dewan Pers membuat pedoman khusus pemberitaan kekerasan seksual dan memberikan sanksi yang tegas terhadap media massa yang melanggar ketentuan tersebut supaya tidak mengulangi berbagai pelanggaran tersebut.

“Dewan Pers seharusnya segera menyusun pedoman itu supaya media massa punya panduan teknis. Perlu upaya lebih maju guna mengurangi pemberitaan yang tidak berperspektif adil gender,” kata Nany Afrida. 

Masyarakat yang menemukan pemberitaan melanggar kode etik jurnalistik bisa melapor ke Dewan Pers. Caranya, masuk ke situs web dewanpers.or.id. Klik laman data pengaduan, kemudian silakan mengunduh formulirnya melalui https://dewanpers.or.id/datapengaduan/form, lalu kirim formulir pengaduan yang sudah diisi ke alamat pengaduan@dewanpers.or.id

Untuk diketahui, Ketua Majelis DKPP, Heddy Lugito, resmi membacakan putusan perkara dengan Nomor 90/PKE-DKPP/V/2024, Rabu (03/07/2024). Ketua KPU Hasyim Asy’ari terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap korban, seorang perempuan anggota PPLN.

Sebelumnya, pada 18 April 2024,  korban sudah melaporan Hasyim ke DKPP dengan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yakni mendekati, merayu, dan berbuat asusila terhadap korban. Pelaporan tersebut diwakilkan oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI) dan LBH APIK.

Diduga Hasyim sudah melakukan pelecehan terhadap korban rentang September 2023 hingga Maret 2024. Perbuatan tersebut dilakukan pelaku terhadap korban ketika pelaku melakukan kunjungan kerja ke Eropa dan saat korban datang ke Indonesia. Selain itu, pelaku juga intens menghubungi korban saat kedunya tidak bertemu.

Awalnya, korban menolak, namun pelaku terus memaksa korban hingga hubungan badan tersebut benar-benar terjadi pada 3 Oktober 2023 di Belanda. Tak hanya itu, pelaku juga memanupulasi dan memberikan janji-janji terhadap korban.

kali dilihat