Pengalaman menenggak ciu yang agak berbeda saya dapatkan saat berkunjung ke rumah Pak Jasmin di Desa Wlahar Kecamatan Wangon Banyumas. Berbeda dengan pengalaman minum ciu untuk kali pertama (frasa bakunya memang kali pertama, bukan pertama kali, awas jangan sampai lupa loh) pengalaman minum ciu ini agak sedikit berbeda.
Saat itu Pak Jasmin menghidangkan ciu di sebuah toples. Di dalamnya ada gingseng korea yang direndam dalam air ciu. Rasanya cukup berbeda dibandingkan ciu yang tanpa campuran atau istilahnya gel-gelan. Rasanya lebih smooth. Ringan dan halus di tenggorokan. Tidak membuat pening di kepala. Saya pun tak berani minum banyak, karena pulangnya harus naik sepeda motor. Lagi pula, saya memang tidak berniat mabuk. Hanya ingin mencoba ciu, minuman keras tradisional asal Banyumas.
“Setengah gelas saja sudah cukup, tak perlu banyak-banyak,” kata Pak Jasmin saat itu.
Di hadapannya, empat pemuda menggenggam masing-masing satu gelas. Gelas itu terisi setengahnya. Sedikit ragu, empat pemuda itu menenggak ciu hingga tandas.
Ciu, minuman keras tradisional dari Banyumas selama ini dikenal sebagai suguhan bagi tetemu di Desa Wlahar. Bagi warga setempat, minuman itu merupakan jamu untuk penyehat badan. Tak jarang ditemui, penderes kelapa yang sehari-hari harus memanjat pohon kelapa, harus meminum barang segelas sebelum melakukan aktivitasnya.