Luncurkan Gerakan Save Our Surroundings, Tanda Bahaya Intervensi Industri Rokok

Penulis: Marina Nasution

Independen -–Memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia, jaringan masyarakat sipil pro pengendalian tembakau di Indonesia secara resmi meluncurkan gerakan baru Save Our Surroundings, dengan tagline Lindungi Kini Nanti, bertempat di Taman Dukuh Atas, Jakarta, (2/6/2024). 

Gerakan SOS merupakan inisiatif anak muda, Indonesian Youth Council For Tactical Changes (IYCTC) bersama Komnas Pengendalian Tembakau, Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI), Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Forum Warga Kota (FAKTA), Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Generasi Anti Rokok, dan Yayasan Lentera Anak.

“Gerakan Save Our Surroundings atau disingkat SOS terinspirasi dari bahasa sandi yang menyalakan alarm tanda bahaya. Konteks SOS ini adalah bahaya meningkatnya prevalensi anak muda yang kecanduan rokok, bahaya terhadap perokok pasif, bahaya dampak buruk rokok terhadap kesehatan, ekonomi dan lingkungan,” ujar Manik Marganamahendra, Ketua Umum Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), kepada Independen.id, (2/6/2024).

Ia menekankan, gerakan SOS utamanya bertujuan mendesak pemerintah untuk menghentikan campur tangan industri rokok yang masuk ke semua lini, bahkan mengintervensi (memengaruhi) anak melalui iklan, promosi dan sponsornya.

“Terbukti dengan RPP kesehatan yang hingga hari ini belum disahkan, bahkan berkali-kali kita coba mengadvokasi belum juga masuk dan belum juga disahkan harapan dari masyarakat,” katanya. 

Ni Made Shellasih kemudian menambahkan, slogan Lindungi Kini Nanti juga bermaksud mengangkat aspek intergenerasional dalam isu pengendalian tembakau. Sebab, bukan hanya orang-orang yang sakit hari ini akibat konsumsi rokok, tetapi juga generasi masa depan sebagai sumber daya manusia Indonesia,” ujar Program Manager IYCTC ini, (2/6/2024).

Dalam kesempatan yang sama, Manajer Program Komite Nasional Pengendalian Tembakau, Nina Samidi, menyatakan bahwa dalam 10 tahun terakhir masyarakat tidak mendapatkan perlindungan pemerintah dari intervensi industri rokok. Jaringan pengendalian tembakau mendesak pemerintah segera merevisi PP 109 dari tahun 2017, 2018, tetapi sampai sekarang tidak ada artinya bagi pemerintah. Ia pun menyinggung RPP Kesehatan, turunan dari UU Kesehatan No.17/2023, yang juga tak kunjung ditandatangani pemerintah. 

“Kami mendesak pemerintah untuk menjawab pertanyaan ke mana keberpihakan pemerintah saat ini? Kami mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap perlindungan kesehatan masyarakat kita karena intervensi industri rokok begitu besar ke pemerintah. Sampai pemerintah sekarang mati kutu di bawah industri rokok,” tukasnya.

Data Tobacco Interference Index 2023, Indonesia merupakan negara keempat di dunia dengan intervensi industri rokok yang tinggi. Selaras itu, Koordinator Kampanye Yayasan Lentera Anak, Effie Herdi menyebut intervensi kuat dari industri rokok ini akhirnya melemahkan aturan pengendalian konsumsi rokok di Indonesia.

“Buktinya Indonesia menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang belum memiliki peraturan pelarangan iklan rokok, promosi, dan sponsorship rokok. Sementara di negara lain sudah tidak ada iklan, promosi, sponsorship berlebihan,” ujarnya pada Independen.id (2/6/2024). 

Absennya peraturan pelarangan iklan rokok membuat kondisi prevalensi angka perokok anak di Indonesia masuk dalam status darurat. Beladenta Amalia, Project Lead for Tobacco Control, Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) mengatakan, “Kami sangat mendorong upaya-upaya pengendalian tembakau dari pemerintah melalui pengesahan RPP Kesehatan supaya anak-anak kita cepat terlindungi, begitupun masyarakat rentan lain, khususnya kaum miskin. Kami juga mendorong harga cukai hasil tembakau terus dinaikkan dengan harga yang signifikan sehingga mereka yang rentan termasuk anak-anak tidak bisa menjangkaunya lagi,” timpalnya, (2/6/2024).

Situasi darurat ini juga merembet ke permasalahan stunting. Saat ini, kata Risky Kusuma Hartono dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), Indonesia belum sukses menurunkan prevalensi stunting yang ditargetkan 14 persen, tetapi terealisasi hanya 20 persen. 

Tuntutan untuk mendesak pemerintah melalui gerakan SOS juga datang dari kalangan mahasiswa. Ketua Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI), Nadhir Wardhana menyatakan ada 34 kampus memperingati HTTS bersama dengan mengikuti gerakan Save Our Surroundings. Keterlibatan dalam gerakan SOS terdorong oleh kebijakan pemerintah yang kerap kontradiktif dengan komitmen memajukan kesehatan masyarakat.

“Kami mahasiswa merasa bahwa ini bukan persoalan data ilmiah, apakah rokok berdampak bagi kesehatan, atau tidak. Ini sudah masalah politis, ini atas dasar intervensi dari industri itu sendiri. Kita mendorong SOS supaya pemerintah tahu bahwa masyarakat juga peduli terhadap kesehatan diri sendiri dan orang lain,” tutupnya.

Peluncuran gerakan SOS diawali dengan senam bersama, lalu Long March dan Kompetisi Dance Keren Tanpa Rokok di kawasan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) Jakarta. Pawai dilengkapi peniupan peluit tanda bahaya untuk memperingatkan pemerintah segera mewaspadai dampak dan campur tangan industri rokok pada masa depan kesehatan masyarakat Indonesia.

kali dilihat