Independen -- Peran perempuan pada beberapa konflik sosial menjadi faktor pemersatu atau perdamaian. Meskipun perempuan seringkali yang paling terdampak dalam sebuah konflik sosial, seperti kehilangan rumah, anggota keluarga meninggal sampai menjadi korban kekerasan.
Sayangnya, peran perempuan dalam proses perdamaian seringkali tidak terlihat bahkan tidak diberi ruang cukup. Padahal perempuan dalam banyak peristiwa, lebih mudah melepas 'cangkang persepsi' atau sterotype dan mulai saling belajar memahami satu dengan yang lain.
Seperti yang terjadi pada konflik Poso yang bernuansa agama, terjadi di akhir tahun 1998 dan berakhir pada tahun 2001 yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Malino. Namun di balik itu, peran perempuan di Poso jarang sekali diangkat ke publik. Meskipun sudah ada Deklarasi Malino, tetapi ketegangan dan kecurigaan antar warga masih sangat kuat. Di sini muncul sosok-sosok perempuan sebagai juru damai.
KompasTV Palu mengangkat kisah seorang perempuan bernama Martince Baleona, aktivis perdamaian di Poso. Martince warga lokal Poso yang menjadi korban konflik sosial. Dia mengaku sampai harus lari ke hutan dan mengalami depresi. Sampai kemudian dia mengikuti Sekolah Perempuan di Institute Mosintuwu, Martince bertemu dengan perempuan-perempuan lain yang identitas sosial adalah "musuh" di masa lalu. Bagaimana Martince menyikapi hal ini dan apa saja yang saat ini dilakukan oleh Martince, bisa kita saksikan di Perempuan Tangguh di Balik Perdamaian Poso (D02)