Berapa Juta Orang Indonesia Belum Terjangkau Air Bersih?

Oleh: Ais Fahira 

INDEPENDEN- Air adalah sumber kehidupan. Kita hidup di negeri yang dikelilingi sungai, danau, dan hujan yang turun hampir sepanjang tahun. Namun, di balik kelimpahan itu, jutaan saudara kita masih harus berjalan jauh, menimba dari sumur dangkal, atau bergantung pada air yang keruh dan tak terjamin kebersihannya. Setiap tetes yang mereka dapatkan bukan hanya soal kebutuhan dasar, tetapi juga soal kesehatan, produktivitas, dan kesempatan hidup yang layak.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, sekitar 92,64% rumah tangga di Indonesia memiliki akses terhadap sumber air bersih yang layak minum. Angka ini terlihat tinggi, tetapi capaian antarprovinsi dapat jauh berbeda secara signifikan, misalnya DKI Jakarta mencatat angka tertinggi dengan 99,96%, sementara Papua Pegunungan hanya 30,64%. 

Sementara itu, masih ada 7,36% rumah tangga yang belum dapat menikmati akses air bersih layak minum. Jika dihitung berdasarkan jumlah rumah tangga Indonesia pada sensus penduduk 2020, yaitu sekitar 70,63 juta rumah tangga, berarti ada sekitar 5,19 juta rumah tangga yang belum memiliki akses air minum yang layak. Dengan rata-rata anggota keluarga 4–5 orang, jumlah ini setara dengan 20,7 hingga 25,9 juta jiwa. Angka ini sejalan dengan rilis Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan pada pertengahan 2025, yang menyebutkan bahwa sekitar 28 juta penduduk Indonesia masih mengalami kesulitan akses air bersih yang layak minum.

Meski data BPS menunjukkan capaian nasional hampir 93%, laporan lain memberikan perspektif yang berbeda, Macro Trends yang merangkum data dari JMP (Joint Monitoring Programme) WHO & UNICEF melaporkan bahwa pada tahun 2022, hanya 30,27% penduduk Indonesia yang memiliki akses air bersih yang terkelola dengan aman, naik tipis 0,27% dari tahun sebelumnya. Dengan jumlah penduduk Indonesia di tahun 2022 sekitar 275,77 juta jiwa, berarti sekitar 192 juta orang belum menikmati air bersih yang aman dan terkelola dengan baik sesuai standar internasional.

Perbedaan Definisi: Mengapa Angkanya Berjauhan?

Lantas mengapa angka BPS dan JMP bisa berbeda jauh? Perbedaan ini muncul karena definisi yang digunakan dan metodologi yang berbeda. Berikut penjelasannya:

1. Definisi Air Bersih Layak Minum (Basic Access) – BPS

  • Mengacu pada akses ke sumber air yang terlindungi, seperti sumur terlindungi, PDAM, atau mata air terlindungi.
  • Menilai apakah rumah tangga bisa mengakses air, tanpa memperhatikan kualitas air secara rinci atau kontinuitas pasokan.
  • Lebih fokus pada ketersediaan fisik dan keberadaan infrastruktur dasar.
     

2. Definisi Safely Managed Water – JMP (WHO & UNICEF)

  • Air minum harus berasal dari sumber yang ditingkatkan dan tidak tercemar.
  • Tersedia di lokasi rumah tangga dan dapat digunakan setiap saat saat diperlukan.
  • Memastikan bebas dari kontaminasi mikrobiologis dan aman untuk dikonsumsi.
  • Kriteria ini mencakup tiga aspek utama: akses langsung, kontinuitas pasokan, dan kualitas air, sehingga lebih ketat dibanding definisi nasional.

3. Implikasi Perbedaan Definisi

Perbedaan definisi ini membuat angka rumah tangga dengan akses air bersih yang layak minum sangat berbeda. Data BPS menunjukkan angka tinggi, karena hanya menilai akses fisik. Sedangkan data JMP yang dirangkum Macro Trend menunjukkan angka jauh lebih rendah, karena memperhitungkan kualitas dan ketersediaan air yang aman.

Jadi meski capaian nasional terlihat tinggi, standar air “safely managed” justru menegaskan bahwa masih banyak rumah tangga yang tidak mendapatkan akses air bersih layak minum. Isu ini diperkuat oleh hasil riset Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Survei Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAM-RT) 2020. Survei tersebut menemukan bahwa hampir 70% sampel air minum rumah tangga terkontaminasi bakteri E. coli, indikator pencemaran tinja yang serius. 

Temuan ini kemudian menjadi landasan bagi kampanye UNICEF #DihantuiTai, yang bertujuan meningkatkan kesadaran keluarga Indonesia tentang sanitasi aman dan dampak pencemaran air oleh limbah tinja terhadap kesehatan masyarakat.

Paparan dan proyeksi data ini menegaskan bahwa, meski Indonesia kaya akan sumber air, akses terhadap air bersih dan aman masih jauh dari merata. Air yang tidak layak konsumsi, terutama yang terkontaminasi bakteri, bisa menimbulkan keracunan, penyakit, bahkan kematian pada kelompok rentan. Angka-angka ini bukan sekadar statistik—mereka adalah panggilan untuk pemerintah, lembaga, dan kita semua agar memastikan air bersih menjadi akses universal, bukan kemewahan. (**)

kali dilihat