Oleh: Salsabila Putri Pertiwi/ Konde.co
INDEPENDEN-- Perlawanan tidak hanya hitam dan putih. Keberanian tidak hanya warna merah seperti darah. Warna-warna adalah simbol, dan dalam hal ini, rakyat sipil mendefiniskan warna perjuangannya melawan rezim penindas.
Sejak 25 Agustus hingga 1 September 2025, jalanan di berbagai kota besar Indonesia dipenuhi ribuan orang yang turun dengan satu tekad: mengutuk pejabat yang foya-foya, menolak represi, dan menuntut perubahan. Namun, ada yang berbeda dari aksi massa kali ini. Di antara poster, spanduk, dan pekikan orator, tiga warna mendominasi ruang publik. Resistance blue, brave pink, dan hero green. Warna-warna ini bukan dipilih secara kebetulan. Melainkan lahir dari kesepakatan kolektif lintas jaringan masyarakat sipil, seniman, dan aktivis, yang mencari simbol visual sederhana namun kuat untuk menyatukan keragaman isu dan aspirasi.
Warna-warna itu tidak lahir dalam semalam. Sejak gelombang unjuk rasa masyarakat sipil ‘Peringatan Darurat’ pada Agustus 2024 lalu, rakyat mendefiniskan warna perlawanannya sendiri. Dalam konteks aksi massa, kehadiran tiga warna simbolik ini menjadi perekat identitas gerakan sipil yang kerap dituduh terpecah dan sektoral.
Bendera biru, kain pink, hingga jaket hijau menghadirkan semacam bahasa universal yang mudah dikenali. Ia melampaui batas organisasi dan kelompok, menjadi tanda bahwa rakyat bersatu melawan ketidakadilan dengan cara yang inklusif dan berlapis makna. Seperti halnya warna dalam sebuah lukisan. Biru, pink, dan hijau menjelma identitas baru yang menghidupkan wajah perlawanan rakyat Indonesia di tahun 2025.
Biru Tua dan Perlawanan Sipil di ‘Peringatan Darurat’

Biru tua awalnya hanya warna. Secara spesifik, kode warnanya adalah #000072. Namun semua itu berubah ketika akun X @BudiBukanIntel mengunggah gambar Garuda Pancasila statis dengan latar belakang biru bertuliskan ‘Peringatan Darurat’ di media sosial pada Rabu, 21 Agustus 2024.
Unggahan itu awalnya hanya respon ringan Budi, pemilik akun tersebut, atas cuitan rekannya. Foto Garuda ‘Peringatan Darurat’ berlatar biru itu sendiri berasal dari film pendek analog yang diunggah Emergency Alert System (EAS) Indonesia Concept pada awal Desember 2022. Mereka kerap mengunggah film pendek ber-genre horor dengan menggunakan emergency alert system atau sistem peringatan dini sebagai benang merah. Dalam film itu, lambang Garuda Pancasila berlatar biru merupakan siaran darurat dari pemerintah ketika muncul ‘entitas asing’ yang membajak negara.
Sedangkan pada Agustus 2024, masyarakat Indonesia sedang dibikin resah. Pasalnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dianggap membangkang dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat pencalonan kepala daerah pada rancangan perubahan UU Pilkada. Keputusan MK saat itu terkait perubahan ambang batas pencalonan (treshold), batas usia minimal calon gubernur, dan batas usia minimal calon bupati atau wali kota. Meski MK telah ketok palu pada 20 Agustus 2024, Badan Legislatif DPR rupanya tetap membahas dan memutuskan sendiri ketetapan mereka atas tiga aspek tersebut pada 21 Agustus 2024. Sidang paripurna untuk mengesahkan RUU Pilkada versi DPR pun rencananya akan digelar pada keesokan harinya.
Keputusan serampangan itu bagai serangan fajar. Kontan rakyat marah. Masyarakat sipil hingga pengamat hukum pun berbicara, koalisi digelar serentak secara daring dan luring. Aksi massa direncanakan begitu mendadak karena DPR dan pemerintah selalu ugal-ugalan membuat keputusan sepihak yang merugikan rakyat.
Di tengah semua itu, cuitan ‘Peringatan Darurat’ @BudiBukanIntel mencuri perhatian. Dengan cepat gambar biru itu menyebar dan direproduksi, diunggah ulang oleh begitu banyak pengguna media sosial. Termasuk para tokoh publik dan pemengaruh (influencer) seperti Najwa Shihab, Bivitri Susanti, Ernest Prakasa, Joko Anwar, Panji Pragiwaksono, Fiersa Besari, dan sebagainya. Garuda Biru ‘Peringatan Darurat’ juga digunakan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan berbagai LSM serta organisasi dan individu lainnya untuk mengorganisir massa.
Garuda biru tua ‘Peringatan Darurat’ segera tumbuh liar di mana-mana. Ia tak lagi sekadar gambar digital tangkapan layar. Dia menjelma stiker, kaos, bahkan bendera. Garuda biru itu menjadi simbol perlawanan rakyat sipil atas kesewenang-wenangan pemerintah dan badan legislatif yang selama ini mendaku sebagai perwakilan rakyat.
Unjuk rasa besar-besaran bertajuk ‘Peringatan Darurat’ pun terjadi pada 22 Agustus 2024 di Jakarta dan berbagai daerah lainnya di Indonesia. Warna biru tua pada ilustrasi ‘Peringatan Darurat’ menjadi simbol perlawanan rakyat sipil.
Belakangan, orang-orang menyebutnya sebagai warna ‘resistance blue’ (biru perlawanan). Beberapa juga menganggapnya sebagai shade warna biru yang kontradiktif dengan biru muda, warna yang digunakan Prabowo-Gibran saat masa kampanye menjelang Pilpres 2024. Warna biru muda itu kemudian disebut sebagai ‘biru oligarki’. Sejak ‘Peringatan Darurat’ 22 Agustus, rakyat pun menyatakan sikap menentang oligarki tersebut lewat biru tua perlawanan.
Merah Jambu dan Keberanian Perempuan dan Rakyat

Di tahun 2025, kita diperkenalkan pada dua warna ‘perlawanan sipil’ yang baru. Salah satunya ‘brave pink (merah jambu pemberani)’ dengan kode warna #F784C5 atau #F99FD2 (opsi ramah buta warna). Beberapa orang juga menyebutnya ‘power pink (merah jambu kekuatan)’.
Pada unjuk rasa 28 Agustus lalu, warna pink tampak mencolok di tengah kombinasi kusam langit mendung Jakarta, kelabu aspal jalanan di depan gedung DPR, dan cokelat seragam polisi yang berderet-deret membentuk barikade.
Pink adalah warna kerudung seorang perempuan yang dengan berani menantang kerumunan polisi itu seorang diri. Namanya Ana. Ia menghantamkan sebilah tongkat dengan bendera Merah-Putih yang berkibar di ujungnya ke arah tameng para polisi bersenjata lengkap. Ana juga berteriak-teriak mengutuk dan memaki DPR yang sewenang-wenang terhadap rakyat dan polisi yang melakukan kekerasan.
Potret dan video Ana tersebar di mana-mana. Ia dengan cepat menjadi ikon keberanian masyarakat sipil, terutama perempuan, dalam aksi selama sepekan terakhir. Secara spesifik, ia juga menjadi simbol perlawanan ibu, yang tak gentar berhadapan dengan perangkat penguasa untuk membela orang-orang yang dikasihinya. Warna kerudung yang dikenakannya segera dikonotasikan sebagai warna keberanian.
Perempuan selalu hadir dalam perjuangan melawan penindasan. Tidak hanya Ana, banyak sosok perempuan berani, khususnya ibu, dalam rentetan aksi sepekan terakhir. Ada para perempuan di daerah Pejompongan yang marah saat aparat menembakkan gas air mata ke permukiman mereka pada Senin, 25 Agustus 2025. Ada Merry, perempuan yang lantang mengecam brutalitas polisi terhadap massa aksi di Mako Brimob Kwitang pada Jumat 29 Agustus 2025. Begitu banyak perempuan kuat dan berani dalam setiap perjuangan rakyat sipil menentang penguasa yang fasis dan otoriter.
Warna merah jambu, yang biasanya diidentikkan dengan feminitas dan kelembutan, kini diingat sebagai warna kekuatan. Pengkotak-kotakan warna berdasarkan peran gender sudah tak berlaku lagi. Biru bukan hanya lekat pada laki-laki dan pink bukan hanya disematkan pada perempuan.
Pink, seperti warna-warna lainnya, adalah warna untuk semua. Hari ini, pink menjadi simbol kekuatan dan keberanian rakyat sipil bangkit dari penindasan. Sedangkan bagi perempuan, ini bukan cuma tentang mengidentifikasi pink dengan karakteristik ‘feminin’. Ini juga tentang kekuatan melawan kekerasan seperti yang dilakukan Ana, Merry, dan para perempuan pemberani lainnya. Perempuan kuat dan berani melawan rezim penindas.
Hijau dan Affan Kurniawan Sang Pahlawan

Hijau dengan kode warna #1B602F atau #165027 (opsi ramah buta warna) menjadi warna kepahlawanan. Bukan shade hijau ‘tentara’; hijau kali ini adalah hijau yang kerap kita temui pada identitas para pengemudi ojek online (ojol). Mereka yang menghadapi ketidakadilan sistem aplikator hingga represivitas aparat perangkat penguasa.
Tercetusnya warna hijau sebagai simbol kepahlawanan tidak hadir begitu saja. Ada duka yang menjadi titik awalnya. Pada Kamis malam, 28 Agustus 2025, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh tewasnya pengemudi ojol bernama Affan Kurniawan (21). Ia tewas dilindas kendaraan taktis (rantis) Barracuda milik Brigade Mobil (Brimob) Polri.
Saat itu, polisi memukul mundur massa aksi dari Gedung DPR di Senayan, dan Affan bahkan tidak sedang mengikuti aksi. Ia baru saja mengantar pesanan makanan dan hendak melanjutkan orderan. Dirinya tersandung saat hendak mengambil ponselnya yang terjatuh, mobil Barracuda di dekatnya tancap gas dan menabraknya hingga terpental dan terhimpit di jalan. Bukannya mundur, mobil rantis itu justru mengencangkan laju dan melindas Affan seraya meninggalkan lokasi.
Video kejadian itu segera menyebar di media sosial serta membuat masyarakat terkejut, marah, dan pilu. Publik mengutuk kekejaman polisi yang melindas Affan hingga tewas. Di atas semua itu, para pengemudi ojol merasakan gelombang duka dan amarah serempak. Pada malam yang sama, tanpa komando, mereka mengejar Barracuda tersebut hingga ke Mako Brimob Kwitang. Mereka menolak meninggalkan lokasi dan mengutuk polisi sebagai pembunuh rekan mereka, Affan. Setelah gagal berdialog, barikade polisi menembakkan rentetan gas air mata sebagai respon.
Affan sendiri punya cerita. Ia adalah tulang punggung keluarga meski belum lama menginjak usia 21 tahun. Ayah dan abangnya juga pengemudi ojol, ibunya buruh cuci, adiknya masih SMP. Keterbatasan ekonomi membuat Affan putus sekolah saat kelas 1 SMK. Affan bekerja apa saja untuk menabung dan menafkahi keluarga: jadi petugas keamanan, penjaga kos, dan sebagainya, hingga kemudian ia menjadi pengemudi ojol. Sejak dini hari, Affan ‘narik’ ojol, beristirahat pada siang menuju sore hari sebelum lanjut bekerja, dan pulang pukul 8 malam.
Affan adalah pahlawan bagi keluarganya. Kini, kepergiannya membuat dirinya juga menjadi simbol pahlawan bagi rakyat kecil. Pahlawan tidak melulu mereka yang berbuat besar seperti mendeklarasikan proklamasi atau disebut mencetuskan pembangunan—meski sebetulnya lebih banyak menyengsarakan rakyat. Sesungguhnya ada banyak pahlawan yang memperjuangkan kehidupan yang lebih baik bagi diri dan komunitasnya. Termasuk Affan dan para pengemudi ojol dengan seragam hijau mereka yang khas.
Hijau adalah warna pahlawan, seperti Affan yang berjuang untuk membahagiakan keluarganya. Hijau adalah warna pahlawan, seperti para pengemudi ojol yang bersolidaritas tanpa komando, mengantar Affan ke peristirahatan terakhir dan menggeruduk Mako Brimob Kwitang untuk menuntut keadilan kepada aparat pembunuh. Di samping sistem aplikator yang mencekik dengan kata ‘mitra’ untuk menghindari tanggung jawab kepada para pengemudi sebagai pekerja, hijau menjadi identitas perjuangan mereka.
--
Ini adalah tulisan dari Konde.co yang direpublikasi pada hari Kamis, 4 September 2025 pukul 13.01 WIB melalui website : https://www.konde.co/2025/09/resistance-blue-brave-pink-hero-green-tiga-warna-perjuangan-rakyat-sipil-lawan-rezim/