Penanganan Sampah di Depok, Plastic Smart Cities Gandeng Bank Sampah 

Penulis: Ramadhan Wibisono

Independen.id  -- Depok sebagai kota penyangga Jakarta memiliki permasalahan sampah cukup pelik. Berdasarkan data  Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) 2023, tumpukan sampah di depok mencapai 1.265 ton per hari atau 462.000 ton setahun. Sedangkan SIPSN 2024 menunjukkan tumpukan sampah di Depok meningkat hingga 1.363 ton per hari atau 497.529 ton setahun. Pemerintah Kota Depok menghadapi tantangan besar mengelola sampah, terutama sampah plastik yang mengancam lingkungan dan kesehatan warga dengan hanya satu Tempat Pembuangan Akhir beroperasi, yaitu TPA Cipayung dengan 1.000 ton sampah setiap hari.  

Depok yang dilintasi Sungai Ciliwung menjadi lokasi penting pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Dengan pertumbuhan populasi pesat, Depok menghadapi peningkatan volume sampah plastik signifikan, termasuk sampah sekali pakai. Menurut data SIPSN dalam lima tahun terakhir, plastik menempati posisi kedua komposisi sampah terbanyak di Depok mencapai 19,8% setelah sisa makanan. 

ilus01
Tumpukan sampah di Depok mencapai 1265 ton per hari atau 462.000 ton setahun pada 2023. Sedangkan 2024, tumpukan sampah di Depok meningkat hingga 1363 ton per hari atau 497.529 ton setahun. (Sumber: Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional)

 

ilus2
Plastik menempati posisi kedua komposisi sampah terbanyak di Depok mencapai 19,8% setelah sampah organik sisa makanan (Sumber: Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional)      

 

Seperti disampaikan Dr. Jejen Musfah dalam buku Analis Kebijakan Pendidikan (2021), sampah plastik membutuhkan waktu ratusan tahun terurai sempurna. Mengutip laman http://perpustakaan.menlhk.go.id/, penguraian kantong plastik alias tas kresek butuh 200 tahun sampai 1.000 tahun, gelas plastik terurai perlu 50 tahun sampai 100 tahun dan botol plastik butuh 500 tahun. Saat ini, hanya dua jenis plastik yang mudah didaur ulang yaitu PTE (Polyethylene Terephthalate) dan HDPE (High Density Polyethylene). Dosen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta, Nurul Hidayati Fithriyah menjelaskan, sampah plastik sulit terurai sehingga butuh waktu sangat lama karena plastik mengandung bahan sintetis dari polimer yang strukturnya asing bagi mikroorganisme. Bakteri dan mikroba yang biasanya mempercepat mengurai sampah, tidak punya enzim yang cocok memecah plastik. Jika tidak dikelola dengan baik, sampah plastik berpotensi menimbulkan pencemaran hingga membahayakan manusia, hewan, dan lingkungan sekitar.        

Menyikapi masalah penanganan sampah plastik, World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia menggandeng pemerintah Kota Depok menggencarkan program Plastic Smart Cities (PSC) sejak 2021. Melalui PSC, WWF Indonesia bersama Pemkot Depok berupaya mengurangi sampah plastik di alam dan mendorong pengelolaan limbah berkelanjutan.

Menurut Munawir, Koordinator Program WWF Indonesia, program PSC bertujuan mengurangi kebocoran sampah plastik ke alam pada tahun 2030. “Fokus WWF Indonesia penanganan sampah plastik bocor ke alam melalui Plastic Smart Cities karena itu strategi kami secara global di WWF Internasional mengadapsi program No Plastic in Nature. Fokus PSC kerja sama dengan pemkot yang wilayahnya masuk kota besar atau kota wisata dan kota di pesisir. Sampah yang masuk ke alam dominan sampah dari kota. Target kami skala kota besar yaitu Bogor, Depok, Jakarta mengacu landscape Ciliwung. Kita juga lihat sampah plastik banyak mencemari Ciliwung yang mengaliri tiga kota besar tersebut. Dari analisis kami, ketiga kota itu memiliki masalah penanganan sampah,” ujar Munawir belum lama ini.  

Munawir menambahkan, WWF Indonesia juga mengedukasi peningkatan kesadaran warga memilah sampah dari sumbernya yaitu lingkungan rumah tangga. Dengan kerja sama erat pemerintah kota, masyarakat, sektor swasta, hingga lembaga swadaya masyarakat atau nonpemerintah dan organisasi internasional, PSC di Depok berkomitmen mewujudkan solusi pengelolaan sampah plastik berkelanjutan. Sebagai langkah nyata, berbagai program pengelolaan sampah diterapkan, termasuk melibatkan masyarakat melalui bank sampah, edukasi lingkungan, serta pengolahan sampah berbasis ekonomi sirkular. Keterlibatan warga mengelola sampah plastik menjadi kunci kesuksesan program PSC di Depok.    

“Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Depok, sampah terbesar dari rumah tangga. Kami lihat bank sampah terdekat dengan rumah tangga. Pengelola bank sampah secara aktif melakukan pengumpulan hingga pemilahan sampah. Jika warga telah milah sampah di rumah, maka bank sampah menawarkan tempat silahkan bawa sampah anorganik yang udah dipilah bisa ditukar uang, ataupun tabungan, hingga proses daur ulang jadi barang berguna mewujudkan ekonomi sirkular,” jelas pria yang akrab disapa Nawir ini.     

Tidak hanya Pemkot, mitra utama WWF Indonesia selama pelaksanaan PSC di Depok adalah Bank Sampah Induk (BSI) Rumah Harum Jalan Merdeka Kecamatan Sukmajaya yang berperan mengelola sampah plastik melalui pengumpulan, daur ulang, dan pemberdayaan masyarakat. Melalui dukungan PSC di Depok, BSI Rumah Harum mengelola 105 ton sampah plastik selama tujuh bulan pada 2023. Ada tiga skema BSI Rumah Harum yang dianjurkan WWF Indonesia. Pertama, skema donasi yaitu warga melakukan penyetoran usai pengumpulan dan pemilahan di lingkungan rumah kemudian penimbangan sampah anorganik di BSI Rumah Harum tanpa imbalan. Skema kedua, warga bisa mengirim sampah yang sudah dipilah melalui ojek daring atau jasa pengiriman secara sukarela. Skema ketiga, pengumpulan melalui Bank Sampah Unit (BSU) di perumahan yang melayani warga setempat dengan ketentuan setiap hari aktif melakukan penimbangan sampah anorganik di BSU selanjutnya ditukar uang.    

Hermansyah, pendiri BSI Rumah Harum Depok, mengungkapkan program utamanya sejalan dengan PSC yaitu melibatkan BSU di Depok sekaligus mengedukasi warga memilah hingga mengolah sampah. Di BSI Rumah Harum, tersedia program nasabah donatur serta nasabah tabungan. Nasabah donatur mencakup warga yang sukarela mendonasikan sampah anorganik terpilah ke BSI Rumah Harum Depok. Sedangkan nasabah tabungan meliputi warga yang menukarkan sampah anorganik dengan uang tapi dicairkan pada waktu tertentu layaknya menabung.              

“Hingga saat ini kita melibatkan lebih dari 200 BSU dan 500 lebih warga melakukan donasi sampah terpilah. Misalkan satu RT telah kita edukasi dan mau milah sampah terpilih lima sampai sepuluh pengurus BSU kemudian warga memilah dan menyetorkan sampah plastik pilahan ke BSU. Kita mengarahkan sampah terpilah dengan daur ulang ke BSU yang mengola sampah anorganik jadi kerajinan tangan berguna dalam kehidupan sehari-hari,” ungkap Hermansyah baru-baru ini.      

BSI Rumah Harum Depok dibentuk sejak 2013 berfokus pada pengelolaan sampah plastik jenis multilayer packaging (MLP) dan HDPE (High Density Polyethylene). Karena sifatnya yang tahan panas dan tidak mudah bereaksi dengan isi, HDPE sering digunakan sebagai kemasan botol susu, sabun, minyak, serta produk makanan ataupun minuman. Pembentukan BSI Rumah Harum dipicu rasa kepedulian penanganan sampah di Depok.      

“Saat itu kondisi Depok bermasalah dengan penanganan sampah. Karena kepedulian darurat sampah di Depok, saya bantu pemkot Depok menangani sampah. Sampai sekarang, ada 17 karyawan BSI Rumah Harum Depok. Kita mengedukasi warga memilah dan mengolah sampah,” ucap Hermansyah.     

ilus03
Kumpulan sampah plastik dari warga di BSI Rumah Harum sebelum penyortiran. (Foto: Ramadhan Wibisono)

 

Semua jenis sampah anorganik yang diterima bakal disortir ulang sesuai keperluan mitra sebelum dijual. Harga jualnya tergantung jenis dan berat tonase sampah yang terkumpul. Salah satu contohnya botol mineral dijual Rp7.500 sampai Rp9.000 per kilogram dengan batas minimal tonase penjualan tujuh kwintal hingga satu ton sepuluh hari sekali. Selain penerimaan sampah anorganik, petugas BSI Rumah Harum Depok melayani penjemputan sampah anorganik ke rumah warga atau lokasi mitra.  

“Ada pula penjemputan saat warga mengontak, kita door to door mengambil sampah yang sudah dipilah. Dalam waktu dekat, kita akan dorong nasabah donasi lebih banyak untuk mendukung operasional karena warga tidak harus dibayar sampahnya. Kami pun mulai bermitra dengan perusahaan. Jadi sampah anorganik dari perusahaan bisa diserahkan ke kita” tambah Herman, sapaan akrab Hermansyah. 

ilus04
Tumpukan botol plastik siap kembali dijual setelah penyortiran di BSI Rumah Harum. (Foto: Ramadhan Wibisono)

 

Sejumlah warga Depok merasa terbantu dengan aktivitas BSI Rumah Harum. Salah satunya Reni Nur Mega yang menjadi nasabah donatur BSI Rumah Harum sejak 2020. Biasanya minimal sebulan dua kali setiap Selasa atau Kamis petugas BSI Rumah Harum mengambil sampah yang sudah dipilah ke rumah Reni. Kehadiran bank sampah dianggap cukup efektif mewujudkan rasa peduli kebersihan lingkungan sekaligus mengurangi sampah di rumah.    

“Saya awalnya bingung buang sampah ke mana apalagi saat itu petugas kebersihan dari dinas lingkungan belum masuk area perumahan saya. Dari info teman jadi akhirnya saya pilih BSI Rumah Harum untuk menyingkirkan sampah di rumah. Saya juga menerima edukasi memilah sampah mana organik dan anorganik. Biasanya sampah anorganik yang saya kumpulkan dibawa petugas seperti botol plastik, gelas plastik, dan kadang mainan anak,” ujar wanita yang sehari-hari sebagai ibu rumah tangga ini.    

Senada dengan Reni, warga Depok lainnya, Binsar Siregar, kini mudah menyingkirkan sampah yang telah dipilah sejak menjadi nasabah tabungan BSI Rumah Harum delapan bulan silam. Setelah penyortiran di rumah, Binsar rutin menyetor sampah anorganik ke BSI Rumah Harum sebulan dua kali. Pensiunan pegawai Dinas Lingkungan Hidup ini mempelajari pengolahan sampah dari memilah sampah di rumah hingga disalurkan ke BSI Rumah Harum.  

“Saya pilih nasabah tabungan karena saya ingin terlibat pengolahan sampah melalui BSI Rumah Harum. Dari rumah udah saya pilah sampah organik dan anorganik. Saya minta anak saya juga memilah sampah. Pencairan tabungan bank sampah paling cepat dua hari atau tiga hari kerja dan paling lama sebulan ditransfer uangnya.” tutur Binsar.     

Binsar berharap pengelola BSI Rumah Depok sebaiknya selalu bersinergi dengan Pemkot Depok dalam pengolahan sampah terutama gencar sosialisasi agar warga rutin memilah sampah di lingkungan rumah tangga. Menurut Binsar, BSI Rumah Harum bersama BSU dan warga harus selalu didampingi Pemkot Depok agar pengolahan sampah berjalan optimal sehingga tumbuh kesadaran peduli kebersihan lingkungan.  

“Pemda merangkul warga dan BSI bersama BSU permudah mengolah sampah dan menjualnya sehingga tumbuh kesadaran meski awalnya dipicu uang supaya tertarik tapi harus tanamkan prioritas utama bukan uang tapi wujudkan lingkungan bersih dan sehat. Sampahmu adalah tanggung jawabmu. Saya anggap keberadaan BSI Rumah Harum cukup baik karena sudah ada wadahnya sedangkan kelayakan tergantung volume sampahnya. Kita lihat wilayahnya apa sebandingkah volume sampah dengan wilayahnya jangan sampai sampah tercecer ke sungai karena lokasi BSI Rumah Harum dekat sungai Ciliwung. Sejauh ini, saya lihat tidak ada sampah BSI Rumah Harum tercecer ke sungai” jelas Binsar.  

Untuk mempermudah pemilahan dan pengumpulan sampah anorganik, BSI Rumah Harum bersama WWF Indonesia menyebar drop box ke 30 sekolah di Depok hingga sejumlah lembaga seperti yayasan rumah zakat, masjid, puskesmas, dan kantor kelurahan. Salah satunya, penyediaan drop box botol plastik dan gelas plastik di Sekolah Dasar Negeri Mekarjaya 28 Depok.    

“Kita kerja sama dengan BSI Rumah Harum dari awal Januari 2024 terkait edukasi olah sampah. Selanjutnya pengadaan drop box botol plastik dan gelas plastik awal Januari 2025. Saat drop box tampak penuh, kita menghubungi relawan BSI Rumah Harum agar diambil sampahnya sekali atau dua kali sebulan,” kata Yulianti, Kepala SDN Mekarjaya 28 Depok.     

Lebih lanjut Yulianti mengatakan, ada tiga konsep kerja sama edukasi yang diterapkan di sekolah. Pertama, relawan BSI Rumah Harum mendatangi sekolah mengedukasi murid mengolah sampah organik dan anorganik. Kedua, mengajak murid berkunjung ke BSI Rumah Harum mempelajari alur pengolahan sampah anorganik. Ketiga, pengadaan drop box di sekolah. Kerja sama dengan BSI Rumah Harum bermanfaat mewujudkan kepedulian pemilahan sampah dan sampah anorganik yang sudah dipilah di sekolah bisa diserahkan ke BSI Rumah Harum agar diolah. Selain itu, menumbuhkan kesadaran pentingnya kebersihan sekolah yang diharapkan terbawa hingga lingkungan rumah.    
“Kita pun mengedukasi orang tua peduli kebersihan dengan mengajak orang tua yang punya sampah plastik bisa dimasukkan ke drop box sehingga tidak menambah sampah di rumah ataupun sekolah sehingga kesadaran menjaga kebersihan lingkungan terwujud. Tidak ketinggalan, para murid turut menerima edukasi sampah organik diolah jadi ekoenzim dan kompos kemudian pemanfaatan sampah anorganik untuk kerajinan tangan daur ulang dalam pembelajaran di sekolah,” ujar Yulianti.     

ilus05
Drop box dari BSI Rumah Harum bersama WWF Indonesia di SDN Mekarjaya 28 Depok untuk mempermudah pemilahan dan pengumpulan sampah anorganik botol plastik dan gelas plastik. (Foto: Ramadhan Wibisono)

 

Penanganan sampah di Depok sudah seharusnya mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah maupun Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga. Pemerintah Kota Depok fokus menangani sampah organik serta residu yang dinilai perlu penanganan mendesak. Sementara penanganan sampah anorganik, pemkot Depok memberdayakan warga yang didukung bank sampah. Salah satu pengolahan sampah organik di Depok menghasilkan pupuk kompos alias pengomposan melalui Unit Pengolahan Sampah (UPS) Organik Jalan Merdeka Kecamatan Sukmajaya yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Depok. 

“UPS ini dibentuk sejak 2010 untuk mengolah sampah organik dari rumah warga yang sudah dipilah. Sebelum diolah jadi kompos, sampah kita pilah ulang. Petugas DLH mendatangi permukiman warga sambil membawa ember kosong kemudian ditukar ember penampungan terisi sampah organik yang tersebar di sepuluh kecamatan. Banyak pula warga datang ke sini membawa sampah organik. Rata-rata butuh empat bulan mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos,” ucap Deane Kristina Natalia selaku Asisten Koordinator UPS Jalan Merdeka.

Mengatasi masalah sampah di Depok tidak bisa sendiri. Mewujudkan penangaan sampah secara optimal diperlukan kerja sama berbagai pihak. Kesadaran warga menjaga kebersihan termasuk inisatif memilah sampah tentu dibutuhkan apalagi didukung kehadiran bank sampah. Peran penting pemerintah juga tidak bisa diabaikan sebagai pemegang otoritas. Pemerintah harus tegas menegakkan peraturan sekaligus cermat menerapkan kebijakan strategis. 
 

kali dilihat