Berbagai macam produk dipamerkan, seperti keranjang belanja, tempat minuman, sapu, tirai, hiasan bunga, dan lain-lain. Bahkan, Budi Susila membawa gapura setinggi 2 meter yang akhirnya digunakan panitia Trashstock Festival sebagai dekorasi panggung. Semua kerajinan ini terbuat dari sampah plastik dan dikerjakan oleh siswa SD.
Siswa SDN 1 Mambang telah terbiasa membuat kerajinan dari sampah plastik. Peminatnya pun semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sekalipun peminatnya banyak, waktu belajar di sekolah justru sangat terbatas. Akhirnya, Budi pun membentuk Sanggar Seni Jegeg Bagus yang berisi siswa kelas 4 hingga 6 SDN 1 Mambang.
“Di sekolah hanya sempat belajar teori saja. Praktiknya kita lakukan di sanggar, di luar jam sekolah,” tutur guru SDN 1 Mambang.
Selain sanggar, Budi juga mendirikan bank sampah untuk mengumpulkan sumber daya kerajinan sanggar. Siswa kelas 1 hingga 3 membawa sampah plastik ke sekolah untuk ditabung. Sampah plastik yang terkumpul akan dihitung nilainya dan menjadi tabungan saat kelulusan nanti.
Semenjak kelas 4, siswa-siswa SDN 1 Mambang sudah pasti masuk sanggar. Bahkan ada pula siswa kelas 3 yang ingin bergabung. Antusiasme para siswa ini bukan tanpa sebab. Budi menciptakan regenerasi yang cukup baik untuk sanggar dan sekolahnya. Bahkan, Budi mencetuskan sistem organisasi layaknya kabinet presiden.
“Ada Presiden dan para Menteri yang bertugas mengatur ketertiban siswa lainnya. Kami sebut pendidikan politik demokrasi a la SD, tapi serius,” kisahnya.
Kiprah dan sosok Budi Susila dalam mendidik anak-anak,masih banyak hal menarik untuk disimak.