Dampak Pembangunan IKN Jadi Ancaman Kelestarian Teluk Balikpapan 

INDEPENDEN– Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda mengkritisi pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) melalui serangkaian kegiatan diskusi publik, podcast, dan pameran foto bertajuk "Kisah Suram Gemerlap Pembangunan IKN".

Acara ini berlangsung di Warkop Bagios, Jalan Basuki Rahmat, Samarinda, pada Sabtu (8/2/2025) sore. Sebanyak 15 karya jurnalis Kalimantan Timur (Kaltim) dipamerkan dalam kegiatan tersebut.

Dampak Lingkungan dari Pembangunan IKN

Pembangunan IKN di Kalimantan Timur membawa dampak signifikan terhadap lingkungan, sosial, serta sumber daya alam di sekitarnya. Salah satu kawasan ekologis yang terdampak adalah Teluk Balikpapan.

Teluk Balikpapan merupakan habitat bagi pesut Mahakam, bekantan, hutan mangrove, dan berbagai spesies lainnya. Namun, percepatan pembangunan IKN dinilai berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Timur, Fathur Roziqin Fen, menyoroti ancaman pembangunan IKN terhadap kawasan ekologis tersebut.

"Keanekaragaman hayati di lanskap Teluk Balikpapan terancam akibat pembangunan IKN," tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa lebih dari empat hektare hutan mangrove di Teluk Balikpapan telah dibabat habis untuk membuka jalur akses alat berat. Hal ini menyebabkan terganggunya ekosistem fauna.

"Habitat pesut, duyung, dan biota laut lainnya tentu terganggu dengan hadirnya IKN," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana Otorita IKN, Onesimus Patiung, menyatakan bahwa semua pihak harus terlibat dalam upaya pelestarian Teluk Balikpapan.

"Pelestarian Teluk Balikpapan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat dan dunia internasional," ungkap Onesimus.

Ia mengakui bahwa pembangunan IKN berdampak langsung terhadap Teluk Balikpapan, namun Otorita IKN berkomitmen untuk meminimalisir dampak tersebut.

"Kami telah melakukan evaluasi untuk mengurangi pemanfaatan garis pantai sebagai salah satu upaya mitigasi," tambahnya.

Onesimus juga menegaskan bahwa OIKN terbuka terhadap kritik masyarakat sebagai bentuk pengawasan terhadap pembangunan IKN ke depan.

“Mari kita bersama-sama memberikan masukan dan pandangan agar lebih banyak pihak yang terlibat dalam penyelamatan Teluk Balikpapan,” tutupnya.

LBH dan Walhi Kritik Keras OIKN

Menanggapi pernyataan OIKN yang meminta masukan dan solusi dari masyarakat, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi, melontarkan kritik tajam.

"Banyak laporan yang masuk, tetapi implementasi dan tindak lanjutnya nihil. Pemerintah sering meminta kritik disertai solusi, padahal mencari solusi adalah tugas mereka," kritik Fathul.

Menurutnya, pemerintah dibayar dengan uang rakyat untuk mencari solusi atas permasalahan negara, termasuk dalam pembangunan IKN.

"Bukannya mencari solusi, malah meminta masyarakat yang mencari solusi. Ini adalah bentuk ketidakbecusan pemerintah," tegasnya.

Di sisi lain, Direktur Walhi Kaltim, Fathur Roziqin Fen, menilai bahwa proyek IKN hanyalah "ilusi nasionalisme" yang menanamkan narasi kebanggaan semu kepada masyarakat.

"Seolah-olah pembangunan IKN adalah representasi kebanggaan nasional. Padahal, di balik kemegahannya, ada ancaman terhadap keanekaragaman hayati, penggusuran masyarakat adat, serta kerusakan ekologis lainnya. Semua itu seakan ditutupi oleh euforia pembangunan," paparnya.

Fathur menekankan pentingnya diskusi masyarakat, terutama di kalangan anak muda, agar mereka lebih kritis terhadap proyek IKN.

"Pembangunan IKN bukan sekadar proyek kebanggaan, tetapi ada penderitaan di baliknya. Kritik terhadap IKN bukan berarti menolak pembangunan, melainkan sebagai pengingat bagi pemerintah," ujarnya.

Menurut Fathur, sejak awal pembangunan IKN dijanjikan akan bersifat inklusif, tetapi kenyataannya tidak demikian.

"Kami mengkritik bukan untuk menggagalkan proyek ini, melainkan untuk mengingatkan pemerintah agar tidak semakin merusak lingkungan dan mengabaikan hak masyarakat," tegasnya.

Sayangnya, lanjut Fathur, kritik dari masyarakat sering kali dianggap sebagai upaya menjegal kebijakan negara.

"Apakah rakyat mampu menjegal kebijakan negara? Ini hanya sekelompok kecil masyarakat yang menuntut haknya, bukan tindakan makar," pungkasnya.

kali dilihat