Tanggal 2 Desember 2016 lalu, di Jakarta saat demonstrasi besar Aksi Bela Islam 3 yang dipuji banyak pihak sebagai aksi super damai, justru menyisakan kekerasan pada jurnalis. Setidaknya tercatat 3 peristiwa kekerasan pada jurnalis di hari tersebut. Pertama, di halaman Masjid Istiqal, Shinta Novita (juru kamera) dan Aftian Siswoyo (reporter) dari MetroTV. Lalu kedua, di depan Gedung Sapta Pesona, Rifai Pamone (reporter) dari MetroTV juga. Ketiga, di Markas Komando Brimob , Depok kekerasan dialami Wara (juru kamera) dari RCTI.
Dua kejadian yang dialami jurnalis Metro TV, adalah kekerasan yang dilakukan oleh massa peserta aksi. Di halaman Masjid Istiqal, kedua jurnalis mengalami intimidasi kata-kata tidak pantas bahkan Aftian sempat dipukul dari belakang. Sementara Rifai Pamone mengalami tendangan di kaki, didorong bahkan diguyur air oleh massa. Kejadian berbeda dialami Wara saat hendak meliput di Mako Brimob Depok tentang beberapa orang yang ditangkap polisi atas tuduhan makar, kamera milik RCTI sempat ditarik dan diambil oleh personil Brimob, meski kemudian dikembalikan lagi.
Atas kejadian tersebut, Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) lewat Koordinator Presidium, Agung Sedayu mengutuk dan mengecam segala bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis. Dan mendesak aparat penegak hukum berkerja profesional, menindak pihak-pihak yang terbukti melakukan tindak kekerasan dan intimidasi tehadap jurnalis. "Meminta para pimpinan perusahaan media untuk memegang teguh prinsip independensi, profesional, mematuhi kode etik jurnalistik, serta memperhatikan keselamatan wartawannya ketika melakukan peliputan, "kata Agung Sedayu lewat siaran persnya.
Respon serupa juga diberikan oleh Ketua AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Jakarta, Ahmad Nurhasim. "Manajemen Metro TV dan RCTI supaya melaporkan kasus intimidasi dan kekerasan ini kepada kepolisian agar pelaku diadili. Selama ini, kekerasan terhadap jurnalis kerap berulang karena korban enggan melaporkan kasusnya ke kepolisian dan pada saat yang sama laporan yang sudah masuk jarang ditindaklanjuti oleh kepolisian. Karena itu, kami mendorong kepolisian untuk segera mengusut kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis dan membawa pelakunya sampai pengadilan. Proses hukum ini penting agar ada pembelajaran bagi masyarakat bahwa mengintimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis adalah melawan hukum,"ujar Nurhasim.
Selain itu juga, AJI Jakarta mengimbau kepada semua pemimpin redaksi dan petinggi media untuk memperhatikan keselamatan dan keamanan jurnalisnya di lapangan yang meliput unjuk rasa atau liputan di daerah yang berpotensi konflik. Para reporter dan juru kamera adalah garda terdepan dalam proses produksi berita. Keamanan dan keselamatan mereka harus menjadi perioritas utama.