Independen --- Sampah seringkali menjadi persoalan di banyak daerah. Cara berpikir sampah adalah sesuatu yang harus dihindari dan dijauhkan dari pandangan mata, sering kali menjadi jamak dan dipraktekkan di banyak tempat. Maka tak heran jika kemudian Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah biasanya diletakkan di luar kota dan hanya ditumpuk begitu saja.
Tentu ini hanya solusi sementara. Akhirnya TPA menggunung dan penuh. Tragedi TPA Leuwigajah di Bandung, yang menewaskan 157 orang di 2 kawasan pemukiman, merupakan dampak dari kekeliruan cara pikir menangani sampah. Tragedi Leuwigajah tahuun 2005, yaitu longsornya gunung sampah dan menimpa pemukiman warga.
Sekarang beberapa kalangan sudah mengubah cara pikir dengan berdamai dengan sampah. Sampah ditangani dengan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam berbagai bentuk.
Salah satu cara Reuse atau menggunakan kembali adalah memanfaatkan sampah plastik menjadi fesyen. Ide kreatif ini dilakukan warga di sekitar Mailoboro, Yogyakarta. Mereka ini adalah para pedagang di Teras Malioboro 2 yang dengan kreatif memanfaatkan plastik sisa dagangan mereka menjadi pakaian. Hasil karya ini pun dipamerkan dalam sebuah acara jalan sehat. Bagaimana para warga Yogya memanfaatkan sampah dapat dibaca di Kabarkota.com: Menilik Kreativitas Warga Yogya Mendaur Ulang Sampah untuk Fesyen
(keterangan foto: Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang praktek membatik Tie Dye dengan kain sisa. sumber foto: Spectrum/Terakota.id)
Sementara itu di Malang, kelompok Spectrum mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang mengadakan pelatihan membatik dengan metode Tie Dye atau jumputan. Keunikan acara ini adalah bahan kainnya memanfaatkan kain sisa atau limbah fesyen yang tak terpakai. Sehingga dengan membatik, juga mengurangi atau Reduce limbah fesyen. Bagaimana kegiatan para mahasiswa ini, dapat dibaca selengkapnya di Terakota.id: Batik Tie Dye, Menyulap Pakaian Bekas menjadi Apik dan Menarik
(D02)