Oleh: Rian Dwi Putra (Jurnalis Warga di Bengkulu)
INDEPENDEN---Desa Pasar Seluma, terletak di Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, merupakan salah satu desa yang masih kokoh memegang tradisi dan kearifan lokal suku Serawai. Namun, di tengah ancaman kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir dan perkebunan sawit, masyarakat adat di desa ini menunjukkan perlawanan konkret dengan menanam pohon pinang di sepanjang bibir pantai sebagai pembatas wilayah adat. Langkah ini, yang dikenal sebagai "pengaling," tidak hanya berfungsi untuk melindungi ekosistem pesisir dan menjaga batas wilayah adat, tetapi juga menjadi simbol keteguhan dan persatuan masyarakat dalam menghadapi arus perubahan zaman.
Aku adalah pohon pinang, saksi bisu dari perjuangan masyarakat Desa Pasar Seluma. Di tepi pantai ini, aku dan saudara-saudaraku berdiri kokoh, berbaris rapat, menghadap langsung ke samudera luas. Angin laut yang asin membawa cerita, baik dari masa lalu maupun masa kini. Aku bukan sekadar pohon; aku adalah penjaga kearifan lokal, pelindung wilayah adat, dan simbol keteguhan hati masyarakat suku Serawai.
Aku ditanam dengan tujuan yang mulia, sebagai pengaling—sebuah penghalang yang menandai batas wilayah adat dan melindungi pemukiman warga dari ancaman alam dan manusia. Aktivitas tambang pasir dan perkebunan sawit telah merusak keseimbangan alam di sini. Abrasi pantai kian parah, mengikis lapisan pelindung yang selama ini menjaga pesisir kami. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Seluma, Sudarman, S.P, berbicara tentang bagaimana abrasi ini menghilangkan habitat laut dan mencemari air, yang berdampak buruk bagi nelayan dan petani yang bergantung pada laut.
“Kalau sudah abrasi tentu yang hutan hutan yang memang ini harus dipertahankan ini lama-lama kelamaan itu akan tergerus dan habis. Efeknya terhadap masyarakat tentunya kalua memang selama ini disitu ada pencarian remis segala macam kemungkinan komoditi-komoditi itu akan lambat laun akan punah” ucap pria berpeci itu.
Namun, masyarakat adat Pasar Seluma tidak tinggal diam. Mereka meminangku untuk menjadi perisai alami mereka. Akar serabutku menembus dalam tanah, memberikan cengkeraman kuat yang mencegah abrasi. Aku mampu tumbuh di lingkungan yang keras, dengan kadar garam tinggi, dan menyerap air dalam jumlah signifikan. Keberadaanku di sini adalah bentuk perlawanan terhadap eksploitasi yang merusak.
Tidak hanya sebagai pelindung alam, aku juga memiliki tempat istimewa dalam budaya dan kepercayaan suku Serawai. Dalam upacara adat, buahku sering disajikan sebagai simbol penghormatan dan persembahan kepada roh leluhur. Datuk Dustan, anggota Badan Musyawara Adat Kabupaten Seluma, mengatakan bahwa aku adalah tanda batas yang jelas, menjaga keutuhan lahan adat dari intervensi pihak luar, serta buah ku sering digunakan dalam upacara adat sebagai simbol penghormatan
“Nah jadi yang terutamo kegunoan siria pinang itu disepakati supayo itu yang namonyo pagar. Nyadi pagar itu bukan pagar diistilah tanaman yang ini, pagar istilah o batas artinyo kalo jemo dulukan kito dibatasi” ucap datuk dustan.
Mak Zemi, tokoh masyarakat adat di sini, sering memandangku dengan penuh harapan. "Kami terus menjaga dan menanam ketika ada yang rusak" katanya. Dengan kehadiranku sebagai pengaling, masyarakat berharap bisa membangkitkan semangat juang untuk melestarikan warisan nenek moyang. Aku berdiri sebagai tanda persatuan, keberanian, dan keteguhan hati mereka dalam menghadapi arus perubahan zaman.
Menanamku bukanlah tugas mudah. Ini melibatkan seluruh lapisan masyarakat—pemerintah desa, lembaga adat, dan warga desa—bekerja bersama untuk memastikan keberhasilanku tumbuh dan berfungsi dengan baik. Arian Sosial, S.P, M.Si, (Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Kabupaten Seluma) menjelaskan betapa mudahnya merawatku dan betapa besar manfaat ekonomis yang bisa kuhasilkan. Buahku digunakan dalam pengobatan tradisional, sebagai stimulan, dan bahkan dalam produk industri seperti pestisida alami dan pewarna.
“Untuk membudidayakan tanaman pinang tidak begitu sulit karena tidak membutuhkan keilmuan atau keahlian khusus. Tanaman pinang, gampang ditanam, murah biaya pemeliharaan budidayanya dan nilai ekonomisnya bagus serta manfaat terhadap masyarakat juga sangat banyak” ujar Arian.
Aku adalah bagian dari ekosistem yang kompleks dan kaya makna. Dalam setiap helai daun dan setiap buah yang kuhasilkan, terdapat cerita tentang keberanian, keteguhan, dan cinta akan tanah leluhur. Sebagai pohon pinang, aku merasa bangga menjadi simbol perlawanan dan penjaga warisan Desa Pasar Seluma. Bersama masyarakat, aku akan terus berdiri kokoh, melawan segala ancaman, dan menjaga keseimbangan alam serta budaya di sini.
==
Liputan ini merupakan hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu/Ambon dan Deutsche Welle (DW) Akademie