PLTA Cisokan (3) - Mereka Harus Naik Bukit Menuju Masjid

Oleh  Bambang Arifianto 

INDEPENDEN --Dua kali tergusur dan pindah tempat, begitulah yang dialami Hasan, 37, warga Lembursawah, RT 3 RW 1. Kali pertama, ia tergusur pada 2016. Ia mesti merelakan rumah panggung seluas 45 meter persegi dan tanamannya terkena proyek pembangkit listrik di perbatasan KBB dan Cianjur itu dengan ganti rugi total Rp 65 juta. Dari sana, Hasan pindah dan mendirikan rumah semi permanen yang masih berada di Lembursawah. Jarak dari rumah pertama dan keduanya hanya sekitar 200 meter.

Rupanya, rumah barunya itu juga kembali tergusur guna kepentingan pembangunan akses switchyard proyek pada 2023. Kawasan Lembursawah memang bakal dijadikan lokasi switchyard proyek tersebut. Ia kembali pindah dan mendirikan rumah ketiga  yang berjarak sekira 100 meter dari rumah kedua yang tergusur itu. Dari ganti rugi bangunan dan tanaman, ia memperoleh sekitar 170 juta. Tanah tak ikut memperoleh ganti rugi, lantaran berstatus milik orang tuanya.

Kediaman ketiganya itu berupa bangunan permanen yang berada di lereng kawasan Lembursawah. Hasan memilih tak pindah ke Babakan Bandung dan bertahan di kampung asal dengan sejumlah pertimbangan. "Abdi ninggal situasi cai (Saya mempertimbangkan kondisi sulitnya air di Babakan Bandung)," kata Hasan saat ditemui di kediamannya, Rabu (4/10/2023). Kendati ditinggalkan banyak warga, Lembursawah masih memberikan jaminan ketersediaan air yang terbilang melimpah. Air itu berasal dari mata air. Berbeda dengan Babakan Bandung yang warga sukar memperoleh air dan mengandalkan sumur gali dan sumur bor.

Pertimbangan lainnya adalah biaya. Apabila pindah, Hasan harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli lahan dan membangun tempat tinggal. Namun bertahan di kampung asal juga bukan sesuatu yang gampang. Soalnya, tidak ada kepastian kediaman Hasan yang terbaru tersebut tak bakal terjamah proyek lagi, alias bebas gusuran. Kesukaran lain yang dihadapi Hasan dan warga yang bertahan adalah tak adanya fasilitas pendidikan serta minimnya fasilitas agama. Untuk pendidikan misalnya, Sekolah Dasar Negeri Girimukti yang awalnya berada di Lembursawah turut tergusur dan dipindahkan ke Babakan Bandung.

Tak ayal, anak Hasan yang masih bersekolah mesti menempuh perjalanan sekira dua kilometer dengan medan curam menuju ke sana. Demikian pula keberadaan masjid. Kendati masjid juga telah pindah ke Babakan Bandung, tempat ibadah tersebut masih ada di Lembursawah. Namun saat salat Jumat, warga tak bisa menunaikan ibadah itu. Pasalnya, jumlah warga yang salat tak memenuhi syarat pelaksanaan ibadah itu karena kurang dari 40 orang. Akhirnya, warga harus kembali naik bukit atau menuju masjid di Babakan Bandung yang berada di atas Lembursawah guna menunaikan salat tersebut.  

"Nu tos sepuh ayeuna bade Jumatan, mapah (warga yang sudah lanjut usia untuk Salat Jumat, ada yang jalan kaki ke Babakan Bandung)," tutur pria yang berprofesi sebagai petani tersebut. 

Pilihan tetap bertahan juga dilakukan warga Lembursawah lainnya di wilayah RT 1 RW 3, Wawan, 53 tahun dan istrinya, Mimin, 51 tahun. Meskipun sejumlah warga telah tergusur, rumah panggung Wawan seluas 5 x 10 meter memang belum tersentuh proyek itu. Namun, kondisi lingkungan tempat tinggal Wawan kini sepi. Dari sekitar 15 rumah di sekitar kediamannya, hanya 4 yang dihuni warga. 

"Nya eta tos aralimen, da teu aya batur tea (Ya karena warga sudah tak mau mendiaminya, sebab sudah tak ada teman/tetangga rumahnya)," ucap Wawan saat ditemui di rumahnya, Senin (9/10/2023). Warga-warga yang pergi pun sebetulnya belum terkena pembebasan proyek. Namun, keadaan warga Lembursawah yang telah terpencar dan minim fasilitas setelah proyek hadir jadi penyebabnya. 

Wawan juga mengaku kesulitan menjalankan salat Jumat di kampungnya setelah jumlah warga Lembursawah berkurang dan berpindah. "Jumatan tos jauh ka Babakan Bandung (Menunaik Salat Jumat harus pergi ke Babakan Bandung yang jauh)," ucapnya. Demikian dengan keberadaan warung yang dulu dekat di bawah tempat tinggalnya, kini sudah  tak lagi ada lagi karena tergusur. Warung memang masih ada di Lembursawah, namun  Wawan sekarang mesti menempuh jarak sekitar 500 meter untuk mencapainya.  

"Karaos mah asa terpencil we, ka warung jauh kamana-mana  jauh, nu dagang teu nepi bararingung (Terasa seperti terpencil, ke warung jauh, kemana-mana jauh, yang dagang pun tidak sampai sini, kondisi ini membuat bingung)," ucapnya. Fasilitas pendidikan seperti sekolah juga telah dipindahkan dari Lembursawah karena proyek. Hal tersebut membuat Wawan berpisah dengan putri bungsunya yang dititipkan di saudaranya di wilayah Sukarama, Kabupaten Cianjur agar tak kesulitan bersekolah.

Hilangnya tetangga juga membuat warga yang bertahan kesulitan kala ada yang yang sakit. Warga semakin sukar untuk saling bantu jika ada yang sakit karena jumlah warga yang melorot drastis setelah tergusur proyek. Mertua Wawan, bahkan telah dipindahkan ke Sukarama setahun lalu karena menderita stroke. Sulitnya berobat di Lembursawah menjadi alasan pemindahan itu.

‎Sistem pembebasan yang dilakukan sepotong-sepotong juga membuat warga tak memperoleh kepastian hidup.  "Lamun diperyogikeun sadayana, nagara teh ulah sabelah-belah kan masyarakat jadi kacau (Kalau memang diperlukan negara, pembebasan jangan dilakuan sebelah-sebelah, kan masyarakat jadi kacau)," ucapnya.

Ketua RW 1 Lembursawah Asep Suherman atau Uus mengatakan, terdapat sekira 17 keluarga yang masih bertahan di Lembursawah. Alasan sebagian keluarga tetap tinggal di kampung asal tersebut karena lahan dan bangunan mereka belum terkena pembebasan proyek. Ada pula warga yang sebetulnya telah tergusur, tetapi kembali ke Lembursawah. Penggusuran memang bisa terjadi beberapa kali dan menimpa warga yang sebelumnya sudah terkena.

"Dibebaskan sesuai kebutuhan," kata Uus saat ditemui di kediamannya di Babakan Bandung, Rabu (4/10/2023).‎ Ya, pembebasan didasarkan pada kebutuhan pembangunan switchyard tersebut. Uus menambahkan, jumlah total warga Lembursawah mencapai sekitar 106 keluarga.

Dengan 17 keluarga masih bertahan, jumlah yang pindah mencapai 89 keluarga. Sementara luasan lahan di area kampung itu yang terkena proye diperkirakan mencapai 11 hektar. 

==

CATATAN EDITOR

Tulisan ini adalah hasil publikasi ulang dari Pikiran Rakyat Tanggal 18 Oktober 2023

kali dilihat