Warga Sekitar PSN di Maluku Utara Pesimis: Kerusakan Lingkungan Terus Berlanjut

INDEPENDEN- Warga yang tinggal di sekitar kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Maluku Utara semakin pesimis terhadap pemerintahan baru dalam menangani dampak lingkungan akibat industri pertambangan. Alih-alih membawa kesejahteraan, ekspansi hilirisasi nikel dinilai justru memperburuk kondisi lingkungan.

Diketahui, Maluku Utara menjadi salah satu daerah dengan proyek strategis nasional yang besar. Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 2021 Tahun 2022, sekurangnya ada enam PSN yang ada di wilayah tersebut. Meliputi industri Pulau Obi, Halmahera Selatan, kawasan Weda Bay Nikel, Halmahera Tengah dan Smelter PT Aneka Tambang (Antam) dan PT Antam Niterra Haltim, Halmahera Timur. 

Kemudian, pengolahan pasir besi dan vanadium oleh PT Alchemist Metal Industry, Halmahera Utara, kawasan industri pengolahan dan pemurnian nikel terintegrasi untuk EV Battery Nasional di Halmahera Timur serta Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pulau Morotai.  Meskipun sebagian proyek ini belum beroperasi penuh, warga telah merasakan dampak negatifnya.

Krisis Sumber Pangan dan Pencemaran

Di Halmahera Tengah, tambang nikel telah mengokupasi lahan produktif warga. Mardani Lagaelol, warga Desa Sagea, menyebutkan bahwa akibat ekspansi tambang, sumber pangan lokal semakin menipis, sementara pencemaran udara, sungai, dan laut terus meningkat.

Bahkan, kawasan wisata karst Gua Boki Moruru kini terancam akibat operasi hilirisasi nikel yang semakin masif.

"Tidak mungkin kita mengharapkan pemerintahan baru bisa melakukan pemulihan, karena mereka didukung oleh partai yang terafiliasi dengan rezim ini," ujar Mardani, warga Desa Sagea, Halmahera Tengah saat diwawancara Sabtu, 22 Februari 2025.

Lain lagi dengan kondisi di Halmahera Timur, pulau-pulau kecil di Teluk Buli hancur akibat aktivitas pertambangan. Said Marsaoly, warga setempat, mengungkapkan bahwa tambang nikel terus menggerogoti daratan dari Subaim hingga Maba, bahkan mengancam Pegunungan Wato-wato, yang menjadi sumber utama air bersih bagi warga.

"Perempuan di sini paling terdampak, karena kebutuhan rumah tangga mereka bergantung pada air bersih yang kini terancam tercemar," jelas Said.

Banyak warga meragukan kepemimpinan daerah yang baru akan berpihak pada lingkungan. Alih-alih menyelamatkan ruang hidup yang tersisa, pemerintahan daerah justru dikhawatirkan hanya akan mempercepat ekspansi industri tambang.

"Mustahil mengandalkan gubernur atau bupati baru. Mereka hanya operator istana yang mempercepat daya rusak tambang," pungkas Said

kali dilihat