OLEH Yulia Adiningsih
INDEPENDEN --Pertengahan 2018, Yenni Nuvrita merasakan sakit luar biasa pada dadanya. Namun, dia bingung. Mau ke rumah sakit, tapi isi dompet tipis. Maklum, saat itu Yenni masih berstatus mahasiswa di salah satu PTN di Bandung.
Akhirnya, dengan bermodal kartu BPJS, Yenni nekat mendatangi IGD di salah satu RS swasta dekat kampusnya. Sebagai perantau, tak banyak orang yang bisa diminta bantuan olehnya. Dia pun datang seorang diri.
Sesampainya di sana, dia dibantu oleh perawat untuk mengurus administrasi dan langsung mendapatkan tindakan. Saat itu juga dokter langsung melakukan Endomyocardial Biopsy (EMB), dengan memasukan selang kecil ke tubuh Yenni untuk pengambilan sampel jaringan otot jantung (miokardium).
Tak memakan waktu lama, berbagai tindakan sudah dilakukan kepada Yenni. Pada hari yang sama, Yenni sudah bisa mengetahui alasan di balik dadanya yang sakit luar biasa itu.
"Akhirnya dokter ngasih tau diagnosa aku tuh 80 persen adalah aritmia," kaya Yenni.
Yenni terkejut mendengar diagnosis dokter tersebut, apalagi saat itu usianya baru 18 tahun.
Aritmia adalah salah satu gangguan pada jantung. Biasanya, penderita aritmia mempunyai gangguan seperti detak jantung berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur.
Di tengah kondisi itu, Yenni tiba-tiba didatangi oleh perawat. Dia diberi tahu bahwa BPJS-nya sudah tidak aktif. Dia pun harus membayar biaya konsultasi dan tindakan dengan total puluhan juta.
Yenni kelimpungan. Sudah kaget karena diagnosis dokter, ditambah pula dengan insiden BJPS tak aktif.
"Itu shock banget itu. Itu harusnya puluhan. Puluhan juta, soalnya itu ada tesnya tuh bener-bener cepet banget kan aku masuknya IGD," ucapnya.
Untungnya, pihak RS swasta tersebut memutuskan membantu Yenni. Walhasil, Yenni cukup membayar Rp300.000. Namun, tanpa dokumen diagnosisnya.
Oleh sebab itu, Yenni tak bisa mendapatkan obat untuk aritmia. Setiap sakit dan periksa ke klinik lain, dia selalu diberi obat asam lambung.
Selain dada sakit, memang gejala lain yang dia rasakannya mirip dengan penyakit lambung, salah satunya seperti perut perih.
Yenni tak ada pilihan lain. Dia masih pikir ulang jika harus kembali melakukan pemeriksaan dan membeli obat di RS swasta sebelumnya. Meskipun pelayanannya bagus, ada uang yang harus dikeluarkan oleh Yenni.
Yenni pun disarankan untuk mengubah pola dan konsumsi jenis makanan yang lebih sehat, seperti makanan yang dikukus, direbus, dan bukan makanan ultra proses.
Pada 2022, Yenni sudah lulus dari kampus. Dia membuka bisnis sendiri. Saat itu, dia akhirnya daftar asuransi.
Yenni langsung kembali melakukan pemeriksaan ke RS swasta pada penghujung tahun tersebut. Kali ini di kampung halamannya, Bogor.
Tapi, ternyata layanan asuransinya belum bisa dipakai. Yenni baru bisa memakai asuransi tersebut tiga bulan kemudian.
Sementara itu, gejala yang dia rasakan semakin hari, semakin parah. Bahkan, ketika sedang tidak melakukan apa-apa, dada Yenni sering berdebar kencang.

Dalam sepekan, intensitasnya semakin tinggi. Dia bisa merasakan itu empat sampai enam kali dalam sepekan.
Masalahnya bukan hanya berdebar sangat kencang, Yenni juga merasakan sesak napas, pusing hingga mual-mual secara tiba-tiba.
"Kalau lagi bekerja, kan aku kan bangun bisnis juga ya, nah itu juga sama kayak yang mual kayak muntah terus, kayak yang pusing deg-degan gak jelas, rasa nyeri dada tertusuk," ungkapnya.
Akhirnya, pada Februari 2023 dia kembali ke salah satu RS swasta di Bogor. Saat itu, dirinya masih diberi obat lambung.
Namun, obat itu tidak menjadikan kondisinya lebih baik. Sampai suatu hari, Yenni kesakitan dan dibawa oleh rekan kerja dan pacarnya ke RS.
Saat itu, langsung dilakukan pengecekan kolesterol jahat (Low-Density Lipoprotein/LDL) dan kolesterol baik (High-Density Lipoprotein/HDL).
Tiga bulan kemudian, Yenni kembali ke rumah sakit untuk mengetahui hasil tes. Alih-alih aritmia sembuh, ia ustru didiagnosis jantung koroner. Tak percaya, Yenni memeriksakan diri ke rumah sakit lain, namun hasilnya sama.
Ia menangis sejadi-jadinya ditemani rekan kerja dan pacarnya, tanpa ingin merepotkan keluarga. Tak lama kemudian, dokter menyarankan pemasangan ring, tetapi rencana itu tertunda karena ditemukan infeksi di jantungnya. Yenni pun mengikuti anjuran dokter agar kondisinya tidak memburuk.
"Jadi aku memang ditemani oleh mereka-mereka. Nangis-nangis. Kena mental," tuturnya.
Yenni diberitahu faktor apa saja yang menyebabkan ilmu keolahragaan itu bisa terkena jantung koroner. Dari hasil tes, lemak jahat/LDL Yenni jauh di atas 100 mg/dL.
Jika jumlahnya terlalu tinggi, kolesterol bisa menumpuk di dinding pembuluh darah, membentuk plak. Kemudian plak itu bisa menyebabkan penyempitan dan penyumbatan arteri (aterosklerosis).
Dokter menjelaskan bahwa kemungkinan besar faktor utamanya dari konsumsi makanan yang mengandung lemak trans. Yenni mengakui, memang dari kecil dirinya suka makan gorengan yang dimasak menggunakan minyak berkali-kali.
"Aku tuh suka makanan seperti itu. Bahkan minyaknya itu aku gunakan berulang-ulang kali gitu. Ini dari kecil sampai ya SMA," ucapnya.
Dia juga disarankan untuk berhenti banyak mengonsumsi cemilan yang ada di minimarket. Sebab, banyak cemilan yang mengandung lemak trans.
Karena tidak bisa dipasang ring, Yenni terus mengonsumsi obat sembari mengubah pola hidupnya menjadi lebih sehat.
Yenni benar-benar menghentikan mengonsumsi makanan tak sehat. Dalam kurun waktu 1 tahun, dia sudah merasakan perubahan dalam tubuhnya.
Lemak jahat di tubuhnya menurun. Bersamaan dengan itu, pusing, sesak napas, hingga mual-mual sudah tak lagi sering dialaminya.
Yenni bukanlah anak muda satu-satunya yang mempunyai masalah jantung. Jonathan (bukan nama sebenarnya) sudah divonis memiliki gangguan jantung sejak umur 19 tahun.
Jonathan lupa saat itu tanggal berapa, namun dia ingat peristiwa itu terjadi pada 2019. Jonathan demam tinggi, dadanya sesak, tubuhnya dibasahi keringat, dan gelisah menyertainya. Pagi hari di tahun itu, dia dibopong ke IGD.

Setelah diperiksa dan mendapatkan tindakan, Jonathan diberi tahu bahwa dirinya mengalami gangguan lemah jantung. Dokter mengatakan bahwa pola hidup dan pola makan yang tidak baik yang menyebabkan hal itu terjadi.
Jonathan langsung menyadari bahwa memang selama ini dia punya kebiasaan yang tidak sehat. Meski tidak merokok, dia minum kopi berlebihan dan sering begadang. Konsumsi makanannya pun bermasalah.
“Sebelum diagnosa saya memiliki kebiasaan makan-makanan berminyak seperti gorengan, tepung tepungan seperti, donat, martabak, dan olahan lainnya,” ucap Jonathan.
Hingga saat ini, keluhan yang dia rasakan masih sering kambuh jika terlalu banyak makanan berminyak, kue dan donat.
Lemak Trans dan Tren Jantung Koroner Pada Anak Muda
Sejumlah dokter dan penelitian mengungkapkan adanya tren peningkatan prevalensi penyakit jantung pada anak muda, termasuk jantung koroner. Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, Vito Anggarino Damay mengamati pada beberapa tahun terakhir, anak muda yang terkena jantung koroner terus bertambah. “Dari Survey memang cenderung lebih muda pasien jantung koroner , demikian pula dari pengamatan praktek sehari hari. Tidak terlalu heran lagi melihat pasien serangan jantung usia 30-40 tahunan,” ucapnya.
Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) itu mengatakan mengatakan lemak trans adalah salah satu faktor penyebab permasalahan jantung, termasuk jantung koroner. Dia menjelaskan lemak trans bisa meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) dan menurunkan kolesterol baik (HDL). Akibatnya, terjadi penumpukan plak di dinding pembuluh darah yang kita sebut aterosklerosis.
“Jika dibiarkan, plak ini bisa menyumbat aliran darah ke jantung atau otak, yang berisiko menyebabkan serangan jantung atau sumbatan pembuluh darah,” kata Vito kepada Independen.id, Sabtu (19/7/2025).
Dalam kasus pembengkakan jantung atau gagal jantung, kata dia, lemak trans tidak secara langsung menyebabkannya, namun bila pembuluh darah jantung sudah tersumbat, otot jantung bisa rusak dan lama-lama melemah. Jantung yang melemah akan membesar sebagai upaya kompensasi, sehingga terjadi pembengkakan jantung.

Selain itu, lemak trans juga bisa meningkatkan inflamasi (peradangan) di dalam tubuh. Inflamasi ini membuat pembuluh darah menjadi lebih kaku/ rusak. Contoh makanan yang sering mengandung lemak trans di antaranya gorengan dengan minyak yang dipakai berulang-ulang, makanan cepat saji seperti fried chicken dan kentang goreng, margarin padat, kue kering, biskuit, donat, dan pastry olahan pabrik hingga popcorn instan.
Dia pun mewanti-wanti agar makanan tak sehat tersebut dihindari, agar tidak berisiko terkena permasalahan jantung.
Tak hanya Vito, Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS), Vireza Pratama juga mendapati tren serupa. Dia menduga ini disebabkan adanya pergeseran gaya hidup. “Saat ini bahkan di rumah sakit Mayapada juga semakin tahun ke tahun itu semakin muda usianya,” ujarnya.
Dia mengatakan saat ini semuanya bisa didapat dengan cepat, termasuk makanan. Namun, di sisi lain makanan-makanan yang didapat dengan cepat itu justru banyak membahayakan.
“Ada pergeseran lifestyle, gaya hidup. Dan jangan lupa pola makan kita saat
ini adalah lebih manis. Yang disukai oleh generasi muda saat ini ya yang lebih instan, lebih mudah didapat dan jumlah karbohidratnya mungkin lebih tinggi dan lemak trans, lemaknya juga cukup tinggi itu menjadi masalah, dan itu masalah bersama,” ucapnya.
Radityo Prakoso, President of Indonesian Heart Association mengungkapkan terdapat peningkatan prevalensi serangan jantung pada usia kurang dari 40 tahun, sebanyak 2 persen setiap tahunnya. Salah satu penyakit jantung yang mengalami peningkatan pada usia muda adalah penyakit jantung koroner. Survei ini dilakukan pada sampel berusia 16-50 tahun.
Dia menjelaskan bahwa jantung itu butuh makan dan oksigen. Keduanya disuplai oleh aliran darah dari pembuluh koroner yang berukuran kecil. Paling besar diameternya adalah 4 mm.
Sehingga, kata dia, sedikit aja ada sumbatan, maka pembuluh darah koroner ini menjadi terganggu. Sumbatan pada pembuluh koroner, baik akibat deposit kolesterol, atau karena peradangan dapat menyebabkan penyakit jantung koroner.
“Kalau dia penyempitannya sampai hampir sempurna, maka akan terjadi gangguan dalam aliran bisa mengakibatkan kematian pada otot-otot jantung yang diperdarahinya,” ucapnya.
Faktor risiko penyakit jantung koroner pada usia muda terbagi menjadi dua kategori, yakni faktor risiko yang bisa diubah dan tidak bisa diubah. Faktor risiko yang tidak bisa diubah salah satunya adalah genetik.
Genetik ini adalah riwayat keluarga dengan penyakit jantung. Jadi kalau orang tua ada riwayat sakit jantung, dia akan diturunkan kepada anak-anaknya. Tetapi kadang-kadang tidak muncul.
Adapun faktor risiko yang dapat diubah antara lain merokok, tekanan darah tinggi, gaya hidup yang menyebabkan kolesterolnya tinggi, diabetes, kebiasaan makan berlemak, dan konsumsi alkohol berlebih.
Dia menyebut 1 dari 6 anak muda ternyata lebih memilih memakan fast food dua kali sehari. Beberapa penyebab tingginya angka konsumsi fast food di usia muda karena stres akademis, manajemen waktu yang buruk, kurangnya tersedia opsi makanan sehat di lingkungan sekolah, dan masalah kepraktisan.
“Konsumsi fast food menginduksi terjadinya inflamasi yang berperan dalam pembentukan plak pada pembuluh darah dan meningkatkan risiko penyakit jantung,” ucapnya.
Tren peningkatan prevalensi penyakit jantung pada anak muda ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Berdasarkan laporan Heart Disease and Stroke Statistics 2023 yang dikeluarkan oleh American Heart Association (AHA), terdapat peningkatan kasus penyakit jantung koroner (PJK) pada usia di bawah 40 tahun. Laporan tersebut menyebut sekitar 1 dari 5 serangan jantung kini terjadi pada usia muda (<40 tahun). Faktor utamanya adalah gaya hidup sedentari, obesitas, merokok, konsumsi makanan ultra-proses, stres, dan penggunaan zat adiktif.
Lemak Trans di Tubuh Kita
Hasil Kajian Sumber Lemak Trans pada pangan Olahan dan Siap Saji yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukan bahwa produk pangan di Indonesia mengandung Lemak Trans lebih dari 2 persen. Survei Konsumsi Makanan Individu tahun 2015 juga menyebut 27 persen penduduk Indonesia sudah mengonsumsi lemak total melebihi batas rekomendasi per hari (>67 gram/hari).

Sementara itu, hasil kajian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Seafast Center IPB menunjukan sebelas dari 130 (8,46 persen) sampel memiliki kandungan lemak trans yang tinggi yakni lebih 2 g/100 g lemak total atau di atas rekomendasi ambang WHO.
Dina Kania, NPO Policy and Legislation WHO Indonesia mengatakan kandungan lemak trans yang tinggi ditemukan pada produk-produk yang banyak dikonsumsi masyarakat seperti biskuit, wafer, bolu, pastry, dan jajanan kaki lima seperti martabak dan roti maryam.
Kandungan lemak trans yang tinggi juga ditemukan pada bahan-bahan yang banyak digunakan untuk membuat kue dan roti seperti mentega putih (shortening) serta campuran margarin dan mentega (baik produk impor maupun dalam negeri).
“Satu dari empat (25 persen) sampel makanan panggang memiliki kandungan lemak trans yang tinggi. Kandungan lemak trans tertinggi ditemukan pada campuran margarin dan mentega (produk impor), yaitu 22,68 g ALT, atau 10 kali lebih tinggi dibandingkan rekomendasi ambang WHO,’ bebernya.
Perlu eliminasi lemak trans
Dina menilai lemak trans perlu dieliminasi karena meningkatkan risiko serangan jantung dan
kematian dari penyakit jantung koroner. Penyakit ini setidaknya telah menyebabkan 500.000 kematian setiap tahun di seluruh dunia.
Dia menyebut sebenarnya Indonesia sudah punya dasar hukum untuk membatasi lemak trans dan melarang PHO, sebagaimana tertuang di dalam PP 28 Tahun 2025. Pasal 194 (1) dalam PP tersebut berbunyi: “Dalam rangka pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak, Pemerintah Pusat menentukan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak dalam pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji.”
Namun, tanpa adanya peraturan turunan mengenai eliminasi lemak trans, menurutnya, Indonesia menghadapi risiko masuknya produk produk impor yang mengandung lemak trans tinggi sehubungan dengan para produsen yang menyasar pasar-pasar yang masih mengizinkan produk tersebut.
Keputusan Ka BPOM 70/2025 tentang Perubahan Kategori Pangan & Perubahan Bahan Baku yang Berasal dari Tanaman dan Hewan jo PerBPOM No.34 Tahun 2019 tentang Kategori Pangan juga sebenarnya mengatur terkait lemak trans. BPOM menetapkan karakteristik dasar kadar asam lemak trans 0 persen pada kategori pangan minyak goreng dan minyak goreng padat.
Kemudian, Peraturan BPOM No.24 Tahun 2020 tentang Pengawasan Pangan Olahan untuk Keperluan Gizi Khusus (PKGK) juga melarang penggunaan lemak terhidrogenasi parsial (PHO) dan membatasi kadar lemak trans pada beberapa jenis pangan olahan untuk keperluan gizi khusus.
Misalnya, pangan olahan untuk keperluan gizi khusus, seperti untuk formula bayi, maka kandungan lemak trans tidak boleh lebih dari 3 persen dari total lemak.
Namun, Dina menilai peraturan yang ada belum sesuai dengan rekomendasi best practice. Persyaratan lemak trans 0% baru terbatas pada minyak goreng, minyak goreng padat, serta pangan untuk gizi khusus. Menurutnya, perlu diperluas ke semua jenis pangan.
“Peraturan yang ada belum dapat melindungi seluruh populasi dari konsumsi lemak trans,” ujarnya.
Menurutnya, Indonesia perlu membuat peraturan eliminasi lemak trans dengan membatasi kandungan lemak trans 2 persen dari kandungan lemak total di segala produk makanan atau melarang produksi, penggunaan, penjualan, dan impor minyak yang terhidrogenasi sebagian (PHO).