Independen -- Sejak tahun 2013, berbagai cara ditempuh warga untuk memprotes pelanggaran pengelolaan limbah B3 oleh PT PRIA, mulai dari mendatangi pabrik hingga instansi pemerintah dan menggugat secara hukum.
Warga yang tergabung dalam perkumpulan Penduduk Lakardowo (Pendowo) Bangkit dan Green Woman telah mengadukan masalah limbah B3 yang dikelola PT PRIA ke berbagai pihak mulai dari Pemkab Mojokerto, Pemprov Jawa Timur, DPRD Jawa Timur, DPR RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), hingga Kantor Staf Presiden. Bahkan beberapa warga bersama aktivis Ecoton pernah menggelar aksi demonstrasi di Jakarta.
Warga dengan didampingi kuasa hukum dari Ecoton juga telah dua kali mengajukan gugatan hukum pada PT PRIA dan pihak terkait. Namun pengadilan menolak kedua gugatan tersebut.
Pada tahun 2018, Pendowo Bangkit mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya atas Surat Keputusan (SK) Bupati Mojokerto Nomor 188/ 1886/ KEP/ 416 - 110/ 2017 tertanggal 20 Oktober 2017 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Usaha Industri Batako PT. Putra Restu Ibu Abadi (PRIA).
PTUN Surabaya menolak gugatan tersebut dan sampai kasasi serta Peninjauan Kembali (PK), Mahkamah Agung (MA) tetap menolak gugatan warga dengan nomor perkara 100/G/LH/2018/PTUN.SBY tersebut. Putusan PK turun pada Agustus 2020.
Pada tahun 2020, Pendowo Bangkit mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto dengan nomor perkara 4/Pdt.G/LH/2020/PN Mjk. Namun pengadilan menolaknya dan sampai di tingkat kasasi, MA juga menolak gugatan warga. Putusan kasasi turun pada Maret 2022.
Dalam gugatan tersebut, warga menuntut PT PRIA meminta maaf kepada semua warga Desa Lakardowo dan Desa Sidorejo; memulihkan penimbunan limbah B3 di Desa Lakardowo dan Desa Sidorejo; menjalankan dokumen Amdal dan aspek hukum, serta lingkungan hidup lainnya; merehabilitasi lingkungan hidup akibat penimbunan limbah B3; dan membayar biaya rehabilitasi lingkungan hidup akibat penimbunan limbah B3.
Warga Menolak Hasil Audit Lingkungan
Pada tahun 2016-2017, Kementerian LHK menunjuk enam orang sebagai tim auditor independen untuk melakukan Audit Lingkungan Hidup Wajib Ketidaktaatan pada PT PRIA. Penunjukan tim auditor independen tersebut diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan. Hasil audit telah disampaikan dan disosialisasikan ke masyarakat Desa Lakardowo dan Pemkab Mojokerto tahun 2018.
Hasil audit tertera di halaman 20-22 dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2018 yang disusun Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan di bawah Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK.
Ada tujuh kesimpulan dalam audit tersebut. Salah satunya mengenai kaitan dugaan pencemaran air tanah pada sumur warga dengan penimbunan limbah B3 tahun 2010 di dalam area lahan yang dulu dibangun pabrik PT PRIA.
Tim menyatakan dugaan pencemaran air tanah yang mencakup aliran air tanah/hidrogeologi, udara, sumber pencemar (source), pola sebaran (pathway), dan manusia/masyarakat terkena dampak (receptor), serta dugaan penimbunan limbah B3, tidak berkorelasi dengan kualitas air masyarakat. Menurut tim, penyakit kulit nonbiologis eksternal yang dialami masyarakat lebih berkorelasi dengan kualitas udara ambien di daerah setempat.
Kesimpulan dalam audit ini ditolak warga dan Ecoton yang selama ini mendampingi warga karena dianggap tidak sesuai fakta dan data yang selama ini dikumpulkan dengan bantuan laboratorium pemerintah maupun swasta dan perguruan tinggi. Tim audit juga tidak mempublikasikan data hasil uji sampel air maupun tanah yang sudah diteliti.
Uji Sampel Air, Kadar TDS Lebih Tinggi dari Rona Awal
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk membuktikan dugaan pencemaran pada air, tanah, dan tanaman pertanian warga di sekitar pabrik PT PRIA.
Kementerian LHK juga sudah beberapa kali melakukan uji sampel air di Laboratorium Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mojokerto. Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetland Conservation (Ecoton) juga pernah melakukan uji sampel air ke Laboratorium Perusahaan Jasa Tirta (PJT) 1 di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Juni 2016. Ada 12 sampel air yang diuji yang diambil dari sumur pantau dan air permukaan di area pabrik PT PRIA maupun sumur di rumah warga.
Hasilnya, sampel air pada sumur pantau dan bak kontrol PT PRIA serta sejumlah sumur warga ada yang melebihi batas baku mutu untuk parameter residu terlarut atau Total Dissolved Solid (TDS), besi, mangan, seng, sulfat, S sebagai H2S, minyak dan lemak, fenol, boron.
Dari tujuh sampel air pada sumur pantau dan bak kontrol PT PRIA, tiga sampel melebihi batas baku mutu TDS 1.000 miligram per liter. Ketiga sampel tersebut memiliki kadar TDS 1.740; 2.480; dan 1.636 miligram per liter. Sedangkan empat sampel lainnya masih di bawah baku mutu.
Sedangkan dari lima sampel air pada sumur warga, ada dua sampel yang melebihi batas baku mutu TDS, yakni mencapai 1.100 dan 2.680 miligram per liter. Sedangkan tiga lainnya masih di bawah baku mutu.
Selain tingginya kadar TDS, indikasi pencemaran juga bisa dilihat dari tingginya jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan limbah yang terkandung dalam air atau Chemical Oxygen Demand (COD). Dari tujuh sampel air pada sumur pantau dan bak kontrol PT PRIA, semuanya melebihi standar baku mutu COD 10 miligram per liter. Ketujuh sampel tersebut memiliki kadar COD 14,2 hingga 22,81 miligram per liter.
Lalu dari lima sampel air sumur warga, hanya satu sampel yang di bawah baku mutu COD dan empat sampel lainnya melebihi baku mutu COD dengan rentang angka 10,6 hingga 14,86 miligram per liter.
Sementara itu, jika dilihat dari parameter kimiawi, sampel air dari sumur pantau dan bak kontrol PT PRIA serta sumur warga juga ada yang melebihi baku mutu. Senyawa kimia yang melebihi baku mutu antara lain besi, mangan, seng, sulfat, S sebagai H2S, minyak dan lemak, fenol, dan boron.
Peta lokasi sampel air yang diuji tahun 2016. Icon pointer warna merah menandakan sampel air yang melebihi parameter TDS untuk kualitas air bersih (maksimal 1.000 miligram per liter):
Untuk membuktikan adanya parameter yang melebihi baku mutu, Ecoton juga membandingkan hasil uji sampel air tanah dan air permukaan tahun 2016 dengan data rona awal hasil uji sampel air tanah dan air permukaan tahun 2011 yang tertera dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) PT PRIA. Hasilnya, ada kenaikan rentang angka yang signifikan pada sejumlah parameter yang melebihi baku mutu termasuk TDS di tahun 2016.
Rentang kadar TDS tahun 2011 sebesar 504-688 miligram per liter dan tahun 2016 naik menjadi 580-2.480 miligram per liter untuk air area pabrik dan 512-2.680 miligram per liter untuk air sumur warga. Kenaikan parameter TDS diatas 1.000 miligram per liter ini melebihi baku mutu kualitas air bersih yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum.
Sampel air yang sama juga diuji di UPTD Laboratorium Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mojokerto tahun 2016. Jika dibandingkan dengan data rona awal tahun 2011, maka juga ada kenaikan yang signifikan termasuk TDS. Misalnya, kadar TDS tahun 2011 sebesar 504 miligram per liter di dalam pabrik PT PRIA, naik menjadi 1.380 - 2.997 miligram per liter tahun 2016 pada beberapa sumur pantau, bak kontrol, dan kolam di PT PRIA.
Begitu juga dengan kadar TDS pada air sumur warga yang naik signifikan pada tahun 2016 dibanding 2011. Dari kadar TDS 656-688 miligram per liter di tahun 2011, ada yang naik menjadi 1.005-2.552 miligram per liter tahun 2016.
Pada 4 Oktober 2022, para perempuan Lakardowo yang tergabung dalam Green Woman juga melakukan pengukuran TDS pada sampel air dari empat sumur warga dengan alat pengukur kualitas air. Hasilnya antara lain:
|
||
Pemilik Sumur |
Lokasi |
TDS (mg/l) |
Riadi |
Dusun Sambi Gembol |
1.384 |
Rapuk |
Dusun Sambi Gembol |
1.350 |
Lilik Siti Alfiah |
Dusun Sumber Wuluh |
1.203 |
Lisa |
Dusun Sumber Wuluh |
785 |
Sumber: Green Woman |
CEK TDS - Koordinator Green Woman, Sutamah, mengecek kadar TDS pada sampel air sumur warga di Dusun Sambi Gembol, Desa Lakardowo, Selasa, 4 Oktober 2022. Dok: Green Woman
Kadar TDS keempat sampel air sumur tersebut melebihi standar baku mutu kualitas air bersih maupun air minum yang ditetapkan pemerintah. Standar baku mutu zat padat terlarut atau Total Dissolved Solid (TDS) untuk air bersih maksimum 1.000 miligram per liter. Standar ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum.
Sedangkan standar baku mutu TDS untuk air minum adalah 500 miligram per liter sebagaimana diatur dalam Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Menanggapi hasil uji kualitas air yang pernah dilakukan di Laboratorium Perusahaan Jasa Tirta (PJT) Jawa Timur 1 dan Laboratorium Lingkungan DLH Kabupaten Mojokerto, manajemen PT PRIA tidak merespons saat dikonfirmasi melalui telepon, email, dan media sosial. Jurnalis Independen.id juga telah mengirimkan sejumlah pertanyaan ke manajemen PT PRIA melalui email dan media sosial namun tidak ditanggapi.
Independen.id juga telah menghubungi nomor telpon kantor dan pabrik PT PRIA untuk meminta konfirmasi dari pimpinan maupun bagian humas PT PRIA namun petugas customer service enggan memfasilitasinya. “Silakan menghubungi nomor telepon kantor,” kata petugas di pabrik. Begitu juga saat menghubungi nomor kantor PRIA, hanya disarankan menghubungi pabrik.
Independen.id juga berusaha menghubungi nomor Direktur PT PRIA Luluk Wara Hidayati namun sudah tidak aktif. Independen.id juga menelpon dan mengirimkan file daftar pertanyaan melalui media sosial ke nomor seluler Manajer Pabrik (Plant Manager) PT PRIA, Mujiono, namun tidak direspons.
Terkait pengawasan pada PT PRIA, Independen.id berusaha mengonfirmasi ke Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 (PSLB3) Kementerian LHK Rosa Vivien Ratnawati namun tidak direspons. Jurnalis Independen.id telah mengontak dan mengirimkan sejumlah pertanyaan ke nomor seluler Vivien namun tidak dijawab.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mojokerto, Zaqqi, mengatakan sesuai dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), PT PRIA secara berkala wajib menyampaikan hasil uji lab atas sampel air di sumur pantau dan bak kontrol di dalam area pabrik.
“Kami tidak bisa turun ke setiap perusahaan karena keterbatasan personel,” kata Zaqqi, Selasa, 4 Oktober 2022.
Menurutnya, PT PRIA melakukan uji laboratorium di UPTD Laboratorium Lingkungan DLH Kabupaten Mojokerto. “Dalam Amdal, mereka memiliki kewajiban ini, uji labnya di kami juga. Sepanjang yang kami ketahui dari hasil lab itu memenuhi baku mutu,” kata Zaqqi yang menjabat Kepala DLH setempat sejak Januari 2022.
Tak hanya parameter fisik berupa TDS, penimbunan limbah B3 yang dilakukan PT PRIA pada tahun 2010 dan dampak polusi dari pembakaran limbah B3 melalui insinerator diduga juga menyebabkan tingginya kandungan logam berat dan mineral pada air, tanah, dan padi yang ditanam dan dipanen warga di sekitar pabrik PT PRIA.
Lembaga nonpemerintah asal Italia yang fokus di bidang pencemaran lingkungan dan masalah kesehatan akibat industri, Source International, pernah melakukan penelitian kandungan logam berat dan mineral pada air, tanah, dan padi petani yang ditanam dan dipanen dari sawah dekat pabrik PT PRIA. Penelitian dilakukan langsung oleh Pendiri sekaligus Direktur Source International, Flaviano Bianchini, pada 5-10 Agustus 2017. Hasilnya bisa ditengok di tautan ini.
Dari delapan sampel air yang diambil di sekitar pabrik PT PRIA termasuk sumur warga, ditemukan ada yang mengandung logam berat yang melebihi batas yang diatur dalam peraturan tentang persyaratan kualitas air minum.
Source International juga mengambil enam sampel tanah yang dekat hingga jauh dari pabrik PT PRIA untuk diteliti kandungan konsentrasi logam berat dan mineral di dalamnya. Tiga di antaranya diambil di dekat pabrik PT PRIA terutama di lahan pertanian.
Hasilnya,mengandung kadar logam berat dan mineral yang melebihi batas maksimal dan tidak cocok untuk lahan pertanian dan hunian atau pemukiman. Jenis logam berat dan mineral yang melebihi batas tersebut antara lain Arsenic, Beryllium, Cadmium, Cobalt, Chromium, Nikel, Lead (Timbal), Copper (tembaga), Selenium, dan Zinc.
Source International juga menguji lima sampel padi atau beras milik warga yang ditanam dan dipanen dari sawah yang dekat hingga jauh dari pabrik PT PRIA.
Hasilnya, dua dari tiga sampel padi yang dipanen dari sawah dekat pabrik mengandung senyawa kimia beracun berupa Arsenik yang melebihi batas maksimal 0,2 miligram per kilogram dan batas maksimal kadar Arsenik pada makanan untuk anak-anak dan bayi sebesar 0,1 miligram per kilogram. Dua sampel padi tersebut mengandung Arsenik 0,17 dan 0,51 miligram per kilogram.
Dalam kesimpulannya, Source International menyatakan kandungan logam berat dan mineral dalam air, tanah, dan padi yang melebihi batas maksimal tersebut berbahaya bagi kesehatan manusia. Dugaannya, kandungan logam berat dan mineral yang melebihi batas tersebut berasal dari polusi udara dari pembakaran limbah B3 dalam jangka waktu lama dan penimbunan limbah B3 dalam jumlah besar di bawah tanah yang diratakan untuk pembangunan pabrik PT PRIA tahun 2010.
Source International merekomendasikan agar pemerintah setempat melakukan investigasi lebih mendalam untuk memastikan penyebab pencemaran dan segera menghentikan penyebabnya agar tidak terjadi dampak yang lebih kritis bagi lingkungan dan masyarakat desa setempat.
Dermatitis Menurun, ISPA Tetap Tinggi
Meskipun hasil audit menyatakan tidak ada kaitan antara penimbunan limbah B3 dengan kualitas air sumur warga yang memburuk, sekitar tiga atau empat tahun setelah penimbunan limbah B3 oleh PT PRIA tahun 2010, warga mulai mengalami dermatitis (peradangan kulit) setelah menggunakan air sumur. Sejak tahun 2014, terjadi kasus dermatitis massal. Sebelumnya, kasus dermatitis dalam jumlah banyak belum pernah terjadi di Desa Lakardowo maupun Sidorejo.
Perkumpulan Pendowo Bangkit dan Green Woman Lakardowo memperkirakan jumlah kasus dermatitis selama tahun 2016 mencapai lebih dari 300 kasus sedangkan tahun 2017 tidak diketahui.
“Rata-rata anak-anak dan balita, karena kulit mereka rentan. Sejak saat itu, warga tidak berani menggunakan air sumur untuk mandi anak-anak, minum, dan memasak. Warga terpaksa beli air isi ulang sampai sekarang,” kata Koordinator Green Woman Lakardowo, Sutamah, ditemui di rumahnya, Minggu, 25 September 2022.
Sejak warga berganti air isi ulang, jumlah penderita dermatitis di Desa Lakardowo jauh menurun. Menurut data Puskesmas Jetis, jumlah kasus dermatitis tahun 2018 hingga September 2022 rata-rata tak sampai 50 kasus per tahun.
Begitu juga di Dusun Greol, Desa Sidorejo, dusun yang paling dekat dengan pabrik PT PRIA. Menurut data Puskesmas Jetis, kasus dermatitis cukup banyak di tahun 2014-2016 dan mulai menurun tahun 2017 sampai sekarang setelah warga menggunakan air isi ulang untuk mandi, minum, dan memasak.
DERMATITIS - Kulit orang dewasa dan anak-anak di Desa Lakardowo mengalami dermatitis pada tahun 2016. Dok: Ecoton
Tak hanya dermatitis, gangguan kesehatan lain juga berdampak ke masyarakat terutama Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). ISPA ini diduga akibat pencemaran udara dari cerobong asap pembakaran limbah B3 PT PRIA yang menggunakan insinerator dan pencemaran udara dari limbah batu bara dari PT PRIA yang pernah dibeli dan digunakan warga untuk menguruk lahan rumah dan jalan.
Bahkan menurut data Puskesmas Jetis, jumlah kasus ISPA di Desa Lakardowo rata-rata di atas 150 kasus per tahun sejak tahun 2018 hingga September 2022. Rata-rata kenaikan sebesar 21,6 persen per tahun.
Sedangkan di Dusun Greol, Desa Sidorejo, jumlah kasus ISPA dari tahun 2014 hingga September 2022 rata-rata juga di atas 100 kasus dalam setahun. Kasus terbanyak terjadi pada tahun 2015, 2016, dan 2020. Sedangkan kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2020 sebesar 108,09 persen dibanding 2019 dan tahun 2015 naik 74,27 persen dibanding 2014.
Kepala Puskesmas Jetis, Nurcahyati Akbar Kusuma Wardani, mengatakan penyebab dermatitis dan ISPA bermacam-macam. Jika dikaitkan dengan dampak sebuah industri, maka perlu melihat rekam medis atau diagnosis dari seorang pasien untuk mengidentifikasi apakah memang dipengaruhi dampak industri atau tidak.
“Harus memilah sesuai diagnosa, sesuai rekam medisnya, karena penyebab dermatitis dan ISPA itu bermacam-macam,” katanya saat dikonfirmasi, Selasa, 4 Oktober 2022.
Dokter yang akrab disapa Dani ini mengatakan dermatitis bisa dikategorikan dalam tiga macam. “Ada dermatitis kontak, alergi, dan iritan,” katanya.
Terlepas dari dampak penimbunan dan pembakaran limbah B3 oleh PT PRIA, Dani mengimbau masyarakat tetap menjaga Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). “Harus hidup bersih dan sehat, mulai dari diri sendiri. Dermatitis bisa juga dari pola hidup, harus sering membersihkan ruangan, tempat tidur, ganti baju kalau berkeringat. ISPA juga seperti itu, ruangan harus dapat ventilasi udara yang cukup,” katanya.
Beban Hidup Warga Bertambah, Beli Air dan Berobat
Keberadaan PT PRIA bisa berdampak positif pada warga yang jadi pekerja atau karyawan di perusahaan setempat. Sebab, bisa jadi kesejahteraan mereka meningkat dibanding bekerja sebagai petani atau buruh tani.
Namun, biaya sosial akibat penimbunan limbah B3 yang pernah dilakukan jauh lebih besar dan mungkin tidak bisa dihitung karena berdampak panjang. Tidak hanya pada lingkungan, manusia di sekitarnya juga terdampak.
Dampaknya, beban ekonomi warga yang rata-rata bekerja sebagai buruh tani bertambah. Selain terbatasnya penghasilan sebagai buruh tani, mereka kini harus menanggung beban tambahan untuk membeli air bersih dan berobat atau beli obat secara mandiri ke dokter dan apotek.
Jurnalis Independen.id telah melakukan survei biaya pembelian air bersih dan berobat atau beli obat pada 52 responden terdiri dari warga Dusun Sambi Gembol, Sumber Wuluh, Selang, dan Kedung Palang di Desa Lakardowo. Survei dilakukan dengan kuesioner selama 25 September 2022 hingga 4 Oktober 2022.
Dari 52 responden, seluruhnya mengaku tiap bulan harus mengeluarkan biaya pembelian air bersih. Biaya yang dikeluarkan bervariasi mulai dari Rp24 ribu hingga Rp240 ribu per bulan. Hal ini tergantung jumlah anggota keluarga dan banyaknya volume air yang digunakan untuk mandi anak atau bayi, minum, dan memasak. Harga satu galon air bervariasi antara Rp2.000 hingga Rp5.000
Sedangkan dari 52 responden, 46 orang menyebut biaya berobat atau beli obat di apotek untuk mengobati dermatitis. Biayanya bervariasi mulai dari Rp20 ribu sekali beli obat hingga Rp1 juta untuk biaya jasa dokter hingga beli obat dalam jangka waktu tertentu.
Biaya ini di luar pengobatan gratis yang pernah dilakukan di balai dusun maupun jaminan BPJS Kesehatan yang dimiliki warga. “Sebab, ada juga yang harus ke dokter dan beli obat di apotek secara mandiri, karena kalau pakai obat dari Puskesmas, nggak sembuh-sembuh,” kata salah satu warga Dusun Sambi Gembol, Suwono.
Suwono juga mengalami dermatitis karena masih menggunakan air sumur untuk mandi. Air isi ulang yang ia beli hanya digunakan untuk minum dan memasak. Ia mengaku biaya membeli obat dermatitis di apotek rata-rata Rp15 ribu dan digunakan untuk satu minggu.
“Kalau sampai sebulan berarti Rp60 ribu. Biaya segitu kalau bagi warga sini yang rata-rata buruh tani dengan pendapatan yang tidak mesti, ya cukup besar,” kata Suwono yang kulit lutut kaki dan sikutnya tampak meradang dan bersisik.
Pendapatan Suwono dan mayoritas warga Desa Lakardowo sebagai buruh tani rata-rata Rp50-60 ribu per hari dengan jam kerja pagi sampai siang. “Itu kalau ada yang membutuhkan (mempekerjakan), kalau nggak ada yang ngajak kerja ya nggak ada penghasilan,” katanya.
Karena keterbatasan penghasilan, berbagai cara dilakukan warga untuk mengobati dermatitis, termasuk Suwono. Ia pernah mengalami dermatitis sampai di kulit kepala dan telinga. “Sesuai saran warga, saya gunakan daun minyak kayu putih (eukaliptus), saya gosok-gosokkan di kepala dan telinga setiap hari, alhamdulillah bisa sembuh,” katanya.
OBAT DERMATITIS - Suwono, warga Dusun Sambi Gembol, Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, menunjukkan obat yang dibeli dari apotek untuk mengobati dermatitis yang dialami, Minggu, 2 Oktober 2022. Foto: Ishomuddin
BERSISIK - Kulit lutut kaki dan siku Suwono mengalami peradangan dan tampak bersisik karena masih menggunakan air sumur yang diduga tercemar limbah B3 di Dusun Sambi Gembol, Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, Minggu, 25 September 2022. Foto: Ishomuddin
Sementara itu, dari 52 responden, ada 14 orang yang menyatakan pernah mengalami ISPA. Namun dari 14 orang tersebut, hanya 9 responden yang menyebutkan biaya pengobatan ISPA, yakni antara Rp50 ribu sampai Rp600 ribu untuk sekali beli obat atau berobat ke dokter.
Koordinator Green Woman, Sutamah, mengatakan pada 2016, masyarakat sempat bergotong royong mengumpulkan uang untuk membeli tandon penampung dan air bersih yang didatangkan dari wilayah pegunungan di Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, sekitar 40 kilometer dari Lakardowo.
“Hasil dari urunan (sumbangan) dikumpulkan dan dibelikan tandon dan air yang akan dibagi-bagi ke masyarakat,” katanya. Salah satu tandon berukuran besar sebagai penampung berada di rumah Sutamah. “Ini sudah tiga kali ganti tandon, karena yang sebelumnya rusak (retak),” katanya.
Namun saat ini, antusias warga untuk menggalang dana secara swadaya berkurang sehingga Sutamah berinisiatif membeli sendiri air dan dijual lagi ke masyarakat. “Saya beli air satu tanki truk Rp350 ribu dan dijual lagi Rp2.000 per galon, tapi kadang saya gratiskan kalau untuk mandi anak-anak,” ujarnya.
Selain menggalang dana dari masyarakat, pada tahun 2016 sempat ada bantuan dari Pemprov Jawa Timur setelah Wakil Gubernur Jawa Timur saat itu, Saifullah Yusuf, berkunjung ke Lakardowo. Pemprov akhirnya memberikan bantuan uang. “Uang itu kami gunakan untuk beli tandon dan air, namun hanya cukup untuk delapan bulan,” kata Ketua Perkumpulan Pendowo Bangkit, Nurasim.
Butuh Solusi Jangka Panjang
Pakar limbah B3 yang juga dosen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, I Dewa Ayu Agung Warmadewanthi, mengatakan dampak pencemaran limbah B3 di Desa Lakardowo dan Sidorejo akan berlangsung lama.
“Kalau sekarang dilakukan clean up, kalau dianalisis kandungan logam berat dan limbah berbahaya lainnya mungkin di bawah baku mutu, tapi historinya sebelum dilakukan clean up masyarakat khan kena. Itu akumulasi, dari limbah itu dalam tubuh orang terakumulasi,” kata peraih gelar PhD bidang teknik kimia dari National Taiwan University of Science and Technology ini.
Menanggapi berbagai uji sampel air dan tanah di Lakardowo yang dilakukan berbagai pihak termasuk pemerintah, Warmadewanthi mengatakan hasil penelitian tergantung lokasi dan jumlah sampling serta analisisnya. “Karena berkaitan dengan validitas dan reliabilitas atau keandalan data. Artinya, karena melakukan sampling, representasi sampling sangat penting apakah berpengaruh atau tidak,” kata Warmadewanthi.
Meskipun tim auditor independen yang ditunjuk Kementerian LHK menyimpulkan tidak ada kaitan antara kualitas air sumur yang memburuk dengan penimbunan limbah B3 PT PRIA, Warmadewanthi menyarankan pada masyarakat agar tetap menjaga kebersihan dan sanitasi.
“Kebersihan dan sanitasi harus dijaga dan pasti tidak bisa menggunakan air bersih (sumur) yang ada di rumahnya masing-masing karena kemungkinan besar sudah tercemar oleh penumpukan limbah B3 yang ditumpuk sebelumnya,” katanya.
Untuk pemerintah, Warmadewanthi mengingatkan agar tetap melakukan pengawasan pada PT PRIA dan meneliti laporan hasil uji sampel air di sumur pantau PT PRIA yang dilaporkan secara berkala. “PT PRIA harus melaporkan secara berkala ke pemerintah pusat dan daerah, itu bisa ditindaklanjuti (pemerintah) dengan tetap memberikan sosialisasi ke masyarakat,” katanya.
Mengenai air bersih, ia juga menyarankan agar pemerintah membantu penyediaan air bersih bagi warga karena air sumur mereka sudah tidak layak digunakan mandi, minum, dan memasak.
“Walaupun mungkin daerah itu menurut pemerintah tidak ada pencemaran, tapi buktinya bisa dilihat bahwa sanitasi masyarakat perlu diperbaiki dan dibantu pemerintah termasuk penyediaan air bersih,” ujarnya.
Menurutnya, sebagai solusi jangka panjang, pemerintah bisa membangun jaringan pipa air bersih yang layak digunakan sehingga masyarakat tidak perlu lagi membeli air bersih dari luar daerah.
“Paling tidak disediakan jaringan perpipaan untuk distribusinya ke sana, supaya masyarakat tidak memanfaatkan air sumur,” katanya.
Ia juga mengusulkan harus ada keringanan retribusi air bersih bagi masyarakat tidak mampu. “Masyarakat bisa masuk klasifikasi sebagai misalnya MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) yang tentu saja retribusi airnya jauh lebih kecil, pemerintah harus menyediakan itu kalau memang merasa daerah itu tidak tercemar B3,” katanya.
Bagi PT PRIA, ia mengingatkan agar tidak lagi melakukan pelanggaran dalam pengelolaan limbah B3 termasuk penimbunan tanpa izin tahun 2010 dan penjualan limbah B3 berupa limbah batu bara ke warga seperti yang pernah terjadi selama tahun 2012 hingga 2015. “Jangan ada dusta di antara kita, artinya jangan lagi terjadi pembuangan ilegal ke lokasi sekitar,” katanya.
Ia juga menyarankan agar PT PRIA bersama pemerintah ikut membantu penyediaan air bersih bagi warga. “Enggak ada salahnya ngadain air bersama pemerintah, paling tidak penyediaan air bersih bersama pemerintah,” ucapnya.
Ketua Perkumpulan Penduduk Lakardowo (Pendowo) Bangkit, Nurasim, mengatakan jaringan pipa PDAM sebenarnya sudah masuk di Desa Lakardowo, namun masih sedikit warga yang bersedia jadi pelanggan. “Memang dulu ada semacam kesepakatan dari warga bahwa bagaimanapun juga harus tetap menggunakan air sumur,” katanya.
Meski begitu, Nurasim akhirnya terpaksa menjadi pelanggan PDAM sejak tahun 2021. “Kalau saya ada alasannya, karena untuk mengebor sumur di lokasi tempat saya tinggal ini bisa mencapai 55 meter baru keluar airnya,” kata warga Dusun Sambi Gembol ini. Dalam sebulan, rata-rata ia membayar biaya langganan air bersih PDAM Rp85-90 ribu.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Ecoton, Daru Setyorini, mengatakan akibat kualitas air sumur warga yang memburuk karena tercemar limbah B3, maka harus dicari solusi lain yang tidak memberatkan warga. Sebab warga selama ini terpaksa membeli air bersih dari daerah lain untuk kebutuhan mandi anak-anak, minum, dan memasak.
“Harus ada sumber air bersih lain, dari PDAM, atau diberi filter (penyaring) di sumurnya, atau (tadah) air hujan,” ujarnya.
Daru juga mengingatkan PT PRIA untuk tidak lagi menimbun limbah B3. “Paling tidak, tidak ada tambahan baru lagi yang ditimbun. Saran kita, mereka berhenti menimbun karena dampak timbunan yang lama mencemari sumur di sana,” kata Daru yang juga dosen Fakultas Pertanian Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, Jawa Timur. (*)
Berita sebelumnya: Limbah B3 PT PRIA Timbulkan Penyakit dan Pencemaran Air Tanah (1)
Penulis: Ishomuddin
---------------------------------------------------
Karya ini merupakan hasil Pelatihan Jurnalisme Data Investigasi 80 Jam untuk Jurnalis yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Karya ini dimulai dengan tahapan mengumpulkan data dengan database dan dituangkan dalam kerangka masterfile. Berikut link database dan masterfile tersebut.