Oleh Tim Independen.id
INDEPENDEN -- Pesan itu masuk ke aplikasi whatsapp sejumlah grup wartawan pada Sabtu 26 Agustus 2023 sore hari.
Pesan terdiri dari enam file lengkap dengan tiga file foto dan selebihnya video berdurasi 12 detik, 9 detik dan 50 detik.
Isi video sepanjang 12 detik berisi punggung seorang lelaki berkulit putih tanpa baju sedang dicambuk oleh lelaki yang tangannya memakai sarung tangan hitam.
Si lelaki merintih kesakitan dan menyebut asma Allah bersamaan dengan kulitnya kemerahan.
Video yang kedua berisi punggung lelaki itu yang penuh bilur merah dan suara rintihan kesakitan menyebut nama tuhan seraya memanggil-manggil ibunya dengan bahasa Aceh dan minta dikirim uang Rp 50 juta kalau tidak dia akan mati.
Sementara video ketiga dengan panjang 50 detik berisi percakapan gambar seorang lelaki yang dimintai uang oleh korban agar bisa bebas. Suara yang diperdengarkan lewat speaker memakai bahasa Aceh yang intinya minta dikirim uang kalau tidak dia akan mati.
Sedangkan tiga file foto lainnya berisi screenshoot dua laporan polisi tentang penculikan atas seorang lelaki bernama Imam Masykur (25). Laporan polisi itu dibuat Said Sulaiman.
Said Sulaiman adalah sepupu korban.
Sementara satu foto lainnya adalah gambar lelaki dengan menggunakan pakaian militer.
Caption di bawah foto lelaki berseragam itu adalah : pelaku.
Meskipun sudah viral, hanya beberapa media yang punya “nyali” menaikkan berita tentang penculikan dan pembunuhan tersebut. Kebanyakan dilakukan oleh media lokal di Aceh.
Media-media tersebut menggunakan video dan foto tersebut sambil menambahkan wawancara anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) untuk penyeimbang berita. Media juga memuat Surat Keterangan Penyerahan Mayat yang diterbitkan oleh Polisi Militer Kodam Jaya/Jayakarta pada Kamis (24/8/2023) yang ditandatangai oleh Serka Agus.
Dalam surat itu ditemukan informasi keberadaan Praka RM yang berdinas di kesatuan Batalyon Pengawal Protokoler Kenegaraan Paspampres.
Praka RM adalah lelaki berseragam militer dalam foto, dan kemudian jadi tersangka penculikan dan penganiayaan.
Korban penculikan adalah Imam Masykur, pemuda asal Kecamatan Gandapura, Bireun Aceh. Sehari-hari Imam Masykur berjualan alat kosmetik di kawasan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Gambar lelaki yang disiksa di video itu adalah dirinya sebelum akhirnya merenggang nyawa.
Beberapa saksi mata di kawasan Rempoa mengatakan melihat sendiri Imam Masykur dibawa ke mobil oleh lelaki dengan menggunakan borgol. Lelaki yang membawa Imam mengaku polisi. Di dalam mobil ada dua orang lainnya yang sudah menunggu.
Sejak itu Imam Masykur tidak pernah pulang lagi.
Berdasarkan surat laporan yang dikeluarkan polisi, Imam Masykur diculik sejak tanggal 14 Agustus 2023. Namun menurut Said Sulaiman, sebenarnya Imam menghilang sejak tanggal 12 Agustus 2023.
Surat laporan baru keluar baru bisa dibuat ketika Said Sulaiman berhasil membawa saksi hilangnya Imam Masykur ke polisi.
Dalam kondisi disiksa, Imam Masykur mencoba menghubungi keluarganya meminta dikirimkan uang.
Ibu Imam Masykur, Fauziah, yang dihubungi para jurnalis menyebut pelaku juga mengirimkan video penyiksaan Imam ke keluarganya. Menurutnya, para pelaku mengancam akan membunuh korban jika tidak ada uang tebusan.
"Video dia (Imam) disiksa itu dikirim ke kami. Saat itu saya coba telepon, tapi yang angkat pelaku. Saya bilang saya usahakan cari tapi anak saya jangan disiksa. Kami orang tidak punya. Jangan kan Rp 50 juta, seribu saja tidak punya," ujarnya.
"Kami minta saat itu agar pelaku bersabar. Kami keluarga upayakan cari uang itu, tapi malah kami didengarkan jeritan penyiksaan anak saya, video juga dikirim," kata Fauziah.
Itulah terakhir kali Fauziah mendengar suara Imam Masykur.
Pada tanggal 24 Agustus 2023, keluarga mendatangi RSPAD Jakarta Pusat untuk mengambil jenazah Imam Masykur setelah berhari-hari kehilangan jejak.
Jenazah Imam Masykur diterbangkan ke Medan dan dibawa ke Bireuen dengan menggunakan ambulans. Jenazah tiba pukul 19.00 WIB dan dikebumikan di pemakaman.
Itu artinya, ketika jenazah Imam Masykur dijemput keluarganya dia sudah menghilang lebih dari 14 hari!
Pemuda yang dianggap sopan dan tidak aneh-aneh oleh tetangganya itu meninggal dengan tragis, hanya karena keluarganya tidak memiliki uang Rp 50 juta untuk tebusan.
--00—
Pada minggu sore 27 Agustus 2023, berita tentang anggota Paspampres menculik lelaki Aceh dan menyiksa hingga tewas itu baru bermunculan.
Kebanyakan berita itu mengutip sumber resmi, yaitu pernyataan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) Mayjen Rafael Granada.
Di depan jurnalis, Rafael mengatakan sudah menahan anggotanya yang melakukan penganiayaan hingga menewaskan seorang warga asal Aceh. Saat ini pihak Pomdam Jaya sedang melakukan penyelidikan.
Dia memastikan jika Praka RM terbukti bersalah, pihaknya akan memberi sanksi tegas dan akan diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Selang sehari setelahnya, Markas Besar TNI ikut memberi pernyataan sekaligus membuka titik terang bahwa selain Praka RM, juga ada dua orang pelaku lain yang terlibat yaitu Praka O yang merupakan personil Kodam Iskandar Muda, dan satu prajurit lainnya yang merupakan anggota Direktorat Topografi TNI AD.
Ketiganya sudah ditahan dengan status tersangka.
Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda TNI Julius Widjojono mengatakan bahwa Panglima TNI Laksamana Yudo Margono berpesan pelaku harus diberikan hukuman berat.
“Penganiayaan oleh anggota Paspampres yang mengakibatkan korban meninggal, Panglima TNI prihatin dan akan mengawal kasus ini agar pelaku dihukum berat,maksimal hukuman mati minimal hukuman seumur hidup,” kata Julius di Jakarta pada Senin.
Julius juga menekankan bahwa bila terbukti bersalah, para pelaku akan dipecat.
“Perbuatan mereka termasuk tindak pidana berat, melakukan perencanaan pembunuhan,” katanya.
Selain Danpaspampres dan Panglima TNI, para politisi juga berlomba-lomba memberikan kecaman. Begitu juga organisasi masyarakat Aceh di Jakarta dan di Aceh. Semua mendesak pemerintah memberikan keadilan untuk Imam Masykur dengan hukuman seberat-beratnya pada pelaku..
Juru bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA misalnya.
“Kami mengecam dan mengharapkan kasus penyiksaan berujung kematian yang melibatkan oknum prajurit TNI harus diusut dan diproses hukum seadil-adilnya,” kata Muhammad sebagaimana dikutip Kantor Berita Antara.
Dia berharap semua pihak yang terlibat dalam kasus penculikan Imam Masykur, baik anggota TNI maupun sipil harus disanksi berat.
“Terlepas bagaimana masalah yang terjadi di antara para pihak, penyiksaan tidak dibenarkan, apalagi sampai menyebabkan orang kehilangan nyawa." Pungkasnya.
--00—
Bukan sekali dua kali personel TNI melakukan kekerasan pada sipil dan menimbulkan korban jiwa. Mereka lupa bahwa menjadi mengayom masyarakat dengan kemampuan dan privilase yang mereka miliki.
Masih ingat Peristiwa Cebongan yang terjadi pada Maret 2013 lalu?
Kasus yang cukup fenomenal itu bermula saat seorang anggota kopassus Kandang Menjangan Kartasura bernama Sersan Satu Heru Santosa tewas dikeroyok beberapa orang.
Selanjutnya empat pelaku pengeroyokan diamankan polisi dan ditempatkan di lembaga permasyarakatan (lapas) Cebongan untuk sementara.
Empat hari setelah pengeroyokan, sekelompok orang tak dikenal mendatangi Lapas Cebongan. Mereka berhasil masuk setelah mengancam petugas lapas dengan senjata api. Pelaku juga melakukan tembakan ke udara agar sipir dan napi yang lain tiarap. Mereka lalu meminta sipir menunjukkan sel di mana terdapat tahanan yang terlibat kasus penganiayaan anggota Koppasus hingga tewas.
Kelompok ini meminta sipir memberikan kunci sel tempat para tersangka ditahan. Dalam prosesnya, mereka sempat melukai sipir dan melakukan ancaman dengan menunjukkan granat. Akhirnya sipir memberitahu bahwa para tahanan tersebut ditempatkan di sel 5A serta memberikan kunci selnya.
Setelah memperoleh informasi tersebut, kelompok itu kemudian pergi menuju sel para tersangka dan membunuh keempat tahanan yang mengeroyok kopassus tersebut di depan tahanan lain.
Setelah menembak mati para tahanan, para pelaku memaksa 31 tahanan di sel untuk bertepuk tangan
Sebelum pergi, pelaku penembakan merusak CCTV dan mengambil rekaman CCTV lapas. Penyerangan itu berlangsung 15 menit dengan efisien dan serba sistematis.
Pada 4 April 2013, tim investigasi bentukan internal TNI mengumumkan bahwa pelaku penembakan di Lapas Cebongan adalah 12 anggota Kopassus grup 2 Kandang Menjangan, Kartasura. Aksi tersebut dilakukan dilatarbelakangi utang budi sang eksekutor, Serda Ucok terhadap Serka Heru Santoso yang tewas di Hugo's Cafe yang juga merupakan mantan atasannya.
Dalam kasus Cebongan, Komnas HAM menyimpulkan anggota Kopassus itu sudah melakukan beberapa pelanggaran HAM yaitu menghilangkan hak hidup, melanggar hak untuk tidak mendapat perlakukan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat, dan melanggar hak untuk memperoleh keadilan karena tersangka saat itu masih belum ada proses hukum.
Kasus yang terjadi pada Imam Masykur seolah mengembalikan ingatan publik pada kasus-kasus kekerasan lainnya yang dilakukan personel militer.
Selain kasus Cebongan masih ada kasus pembunuhan yang belum memberikan keadilan. Kasus-kasus itu misalnya pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani di Papua, Kasus pembunuhan tokoh Papua Theys Eluay, Kasus korupsi pembelian helikopter AW-101, kasus korupsi Basarnas, dan lain-lain.
Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari PBHI, Centra Initiative, Amnesty Internasional, YLBHI, KontraS, dan Imparsial, mendesak pengadilan untuk pelaku Imam Masykur dilakukan secara terbuka dan transparan. Pernyataan itu dibuat tertulis pada Senin, 28 Agustus 2023.
Menurut Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid pengadilan umum lebih transparan dan akuntabel. Tidak seperti pengadilan militer yang tertutup.
“Tidak boleh ada yang ditutup-tutupi dalam penyelesaian kasus ini sehingga keadilan bagi korban dan keluarganya dapat terpenuhi,” kata Usman, seperti dikutip media.
Koalisi menilai tindakan penculikan dan penyiksaan yang berujung kematian warga sipil oleh anggota Paspampres tidak hanya telah mencoreng nama kesatuan pengamanan Presiden itu sendiri, tetapi juga menjadi bukti bahwa aksi kekerasan dan kejahatan yang melibatkan anggota TNI belumlah berhenti.
“Tindakan kekerasan seperti ini akan terus terjadi sepanjang tidak ada penghukuman yang adil dan maksimal terhadap oknum anggota militer yang terlibat kejahatan,” kata Usman lagi.
Usman juga mengingatkan kalau setiap kali terdapat kasus-kasus kekerasan dan kejahatan pidana lainnya yang melibatkan anggota TNI penghukumannya selalu ringan, terkadang dilindungi bahkan ada yang terdakwanya dibebaskan.
“Penghukuman yang tidak adil terjadi akibat oknum anggota TNI yang terlibat kejahatan diadili dalam peradilan militer yang sama sekali tidak memenuhi prinsip peradilan yang jujur dan adil (fair trial) yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas,” ujar Usman.
Usman dan teman-temannya juga mendesak Presiden dan DPR untuk segera melakukan reformasi peradilan militer diantaranya dengan merevisi UU Peradilan Militer dan tidak menunda-nundanya lagi.
Penundaan proses reformasi peradilan militer akan membuka ruang besar kembali berulangnya kejahatan dan kekerasan pada sipil.
--00--
“Ini seperti kita kembali ke zaman Aceh jadi Daerah Operasi Militer,” kata Abdul Samad warga Aceh yang sudah lama tinggal dari Jakarta ketika melihat foto dan video itu kepada Independen.id.
Abdul Samad lahir dan besar di kawasan konflik Aceh sebelum Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menandatangani perjanjian damai pada 16 Agustus 2005 di Helsinki Finlandia.
Yang dia ingat masa itu orang Aceh banyak yang diculik tentara kemudian disiksa dan dibunuh.
Sementara jenazahnya dibuang entah kemana.
Yang berbeda hanya intensi dan tempat kejadian perkara (TKP).
“Pikiran saya langsung melayang ke masa lalu. Video yang tersebar itu membuat saya langsung panas dingin,” katanya tersenyum kecut.
Aceh mengalami masa DOM sejak tahun 1990 dan status itu dicabut pada 1998. Masyarakat di Aceh lebih mengenal istilah DOM ketimbang nama operasi itu sendiri yaitu Operasi Jaring Merah. Jumlah korban DOM ini masih belum dipastikan, namun dipercaya sebanyak 12.000 orang Aceh tewas.
Tidak mengherankan Aceh adalah provinsi yang paling banyak terdapat kasus pelanggaran HAM berat yang diakui pemerintah. Pada awal 2023 lalu, Presiden Joko Widodo memberikan pengakuan pada 12 kasus pelanggaran HAM yang melibatkan TNI/Polri dan menyebabkan korban jiwa.
Tiga kasus HAM berat yang masuk daftar adalah Tragedi Simpang KKA, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Statis, kemudian yang terakhir Peristiwa Jambo Keupok.
Kasus Imam Masykur seolah membuka kembali luka lama Aceh yang sejak lama tidak pernah lekang dari konflik dan kekerasan yang dilakukan negara.
Apa yang terjadi pada Imam Masykur sepertinya akan selalu sulit dimaafkan keluarganya, seperti yang dinyatakan oleh Fauziah, ibunda Imam Masykur.
“Kiban ka dipeulaku aneuk lon, hana maaf dari kamoe. (Bagaimana yang sudah dilakukan pada anak saya, tidak ada maaf dari kami),” katanya.