Penulis: Muhammad Sajid
Independen.id ---- “Benaka kudai ku irus!” kalimat ini acap kali terucap oleh ibu-ibu sebelum memasak pada tradisi merempah. Kalimat tersebut berarti, buatkan dulu aku sendok irus.
Sendok irus merupakan alat memasak yang wajib ada dalam tradisi merempah atau tradisi masak-memasak. Kegiatan memasak ini dilakukan gotong-royong sebelum acara pernikahan, syukuran atau acara adat lainnya di Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu.
Alih-alih menggunakan alat pengaduk masakan berbahan plastik atau besi, para perempuan di Desa Lubuk Ngantungan, Kecamatan Talo, Kabupaten Seluma sudah terbiasa memakai irus.
Irus merupakan sendok tradisional. Bahannya terdiri dari batok kelapa sebagai kepala sendok. Ukuran kepala sendoknya sekira lebar telapak tangan orang dewasa. Kepala sendok diikat ke kayu atau bambu panjang sebagai gagang, dijalin dengan rotan atau rumput resam.
Anggota Badan Musyawarah Adat (BMA) Kabupaten Seluma Yuresta Eko Putra menjelaskan, dalam budaya merempah, penggunaan sendok berbahan plastik untuk mengaduk masakan membuat sendok panas dan meleleh.
“Irus nyaman digenggam saat memasak karena tidak mudah menghantar panas. Apalagi saat memasak menggunakan tungku api besar. Waktunya juga lama. Ini akan akan membuat sendok plastik menjadi cepat rusak dan menjadi panas,” tutur Yuresta.
*Photo Merempah, Masyarakat Desa Nanjungan, Semidang Alas, Seluma (20/7).
Penggunaan irus sebagai sendok pengaduk masakan, bukan sekadar bagian dari tradisi budaya masyarakat suku Serawai di Kabupaten Seluma. Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Seluma Een Ruziandi mengungkapkan, sendok irus merupakan pengetahuan lokal Suku Serawai, yang ramah lingkungan. Khususnya pengurangan limbah sendok plastik.
Sendok plastik terbuat dari bahan kimia yang tidak mudah terurai. Sedangkan sendok irus atau peralatan tradisional dari pengetahuan lokal masyarakat adat Serawai, berbahan organik dan memang berasal dari pemanfaatan alam.
“Irus masih bisa dipakai kembali pada proses merempah berikutnya,” tutur Een.
Sejak dulu, pengetahuan lokal terkait penggunaan serta pemanfaatan peralatan rumah tangga berbahan baku alami telah menjadi pengetahuan turun-temurun. Kemudian berkembang menjadi kearifan lokal pada masyarakat Suku Serawai.
Pamong Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaaan Kabupaten Seluma Seprial Agung mengatakan, beberapa peralatan tradisional yang biasa digunakan dalam keseharian masyarakat Serawai, memanfaatkan batang tanaman rotan, kelapa dan bambu.
Sebut saja gerigiak (alat untuk mengambil air dari sungai), tikar ghumbai untuk menjemur padi, mangkuak buluah (gelas bambu), bubu (alat tangkap ikan), senduak (sendok) irus, cemunghu (alat untuk mengambil buah dipohon) dan lain-lain.
*Pengetahuan Lokal Masyarakat Suku Serawai tentang pemanfaatan Batok kelapa sudah dilestarikan turun temurun dari nenek moyang, terlihat pada sebuah benda Pusako Desa Nanjungan, Semidang Alas, Seluma (20/7).
Sendok Irus Hasil Prakarya Murid SD N 37Seluma(3/8)
|
|
Irus sebagai kerajinan tangan lokal yang ramah lingkungan juga menjadi tradisi yang dilestarikan. Di sekolah-sekolah, ada praktik mata pelajaran muatan lokal, khusus membuat irus. Khususnya di tingkat sekolah dasar.
Irus selain memang bahan pembuatannya mudah didapat, membuatnya juga tidaklah sulit. Pemuda Desa Lubuk Ngantungan, Jeki Efriadi menuturkan cara membuat irus.
Pertama-tama, kata Jeki, kumpulkan batok kelapa sisa olahan. Bersihkan sisa-sisa daging kelapa dengan menggunakan lading (pisau kecil). Lalu buat empat lubang di salah satu sisinya, dua baris saja.
Setelah itu siapkan kayu atau bambu sepanjang lengan. Tipiskan bagian ujungnya. Kemudian satukan batok dengan bambu tadi dengan pengikat rotan (jalinan rotan).
“Tali rotan disatukan melalui empat lubang yang telah buat tadi. Dijalin, lalu diikat dengan kuat,” jelas Jeki Efriadi.