IWIP Dinilai Merusak Lingkungan, Warga Halmahera Tengah Minta Status PSN Dicabut

INDEPENDEN- Warga lingkar tambang di Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, menggelar aksi protes di kawasan pesisir Desa Lelilef, Kecamatan Weda Tengah, pada Kamis, 13 Februari 2025. Aksi ini merupakan bentuk ketidakpercayaan terhadap Komisi XII DPR RI yang sebelumnya melakukan kunjungan reses di kawasan Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) pada Senin, 16 Desember 2024.

“Siang ini kami berkumpul di sini untuk memprotes anggota DPR RI yang turun beberapa bulan lalu. Seharusnya, mereka tidak hanya bertemu dengan pihak IWIP, tetapi juga dengan kami, warga yang terdampak langsung. Kehadiran PT IWIP sangat merugikan kami,” ujar Hernemus Takuling, warga Desa Lelilef Sawai, dalam aksi tersebut.

Menurut Hernemus, kunjungan Komisi XII DPR RI di Weda Tengah tidak berpihak pada warga lingkar tambang. Alih-alih membahas kondisi warga yang terdampak, DPR lebih fokus pada akumulasi modal yang diperoleh negara dari industri pengolahan nikel PT IWIP.

Faktanya, para wakil rakyat ini tidak menemui warga terdampak. Sebaliknya, mereka lebih menyoroti kerusakan beberapa jembatan timbang di kawasan IWIP yang dianggap merugikan negara. Ini menunjukkan bahwa kehadiran DPR lebih berorientasi pada pendapatan negara dari sektor pertambangan, bukan pada dampak lingkungan dan kehidupan warga.

Selain itu, aksi protes ini juga menjadi bentuk penegasan bahwa status Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diberikan kepada IWIP justru berlawanan dengan kenyataan di lapangan. Alih-alih meningkatkan kesejahteraan, kehadiran IWIP membawa dampak negatif bagi warga. Mulai dari perampasan lahan produktif yang menyebabkan hilangnya sumber pangan, kerusakan hutan yang berujung pada banjir berulang. Serta pencemaran sungai, laut, dan udara yang memperburuk kualitas kesehatan. Hingga intimidasi dan ancaman dari aparat keamanan terhadap warga yang menolak melepas lahannya.

“Kami berharap jika Panitia Kerja (Panja) DPR RI dibentuk, warga dari Desa Lelilef Sawai, Lelilef Woebulan, Trans Kobe, Kobe Itepo, Gemaf, dan Sagea juga diundang dalam rapat dengar pendapat. Suara kami harus didengar,” tambah Hernemus.

Senada dengan itu, Mardani Lagayelol, warga Desa Sagea sekaligus Juru Bicara Koalisi #SaveSagea, menegaskan bahwa keberadaan PT IWIP terus menggerus ruang hidup warga. Konsesi tambang nikel di Halmahera semakin meluas, menyebabkan hutan dibabat dan bukit dihancurkan untuk memasok ore nikel ke PT IWIP.

“Aktivitas tambang mencemari sumber air minum kami. Oleh karena itu, kami dari Koalisi #SaveSagea mendesak DPR RI dan pemerintah untuk menetapkan kawasan Karst Sagea sebagai area yang dilindungi,” tegas Mardani.

Ia juga menyebut bahwa PT Weda Bay Nickel (WBN), sebagai pemasok utama ore nikel ke PT IWIP, diduga menjadi penyebab utama pencemaran Sungai Sagea.

Sementara itu, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Maluku Utara, Julfikar Sangaji, menekankan bahwa dampak buruk yang ditimbulkan PT IWIP seharusnya mendorong DPR RI dan pemerintah membentuk Panitia Kerja (Panja) atau Panitia Khusus (Pansus) untuk menginvestigasi dampak lingkungan dan pelanggaran HAM yang terjadi.

Julfikar juga menegaskan bahwa evaluasi oleh DPR dan pemerintah harus berani mencabut status PSN dan Objek Vital Nasional (Obvitnas) yang diberikan kepada PT IWIP di era Presiden Joko Widodo. Namun, ia pesimis DPR dan pemerintah berani mengambil langkah tersebut.

“Kami melihat DPR dan pemerintah tidak punya nyali berhadapan dengan perusahaan pengolahan nikel terbesar di dunia ini. Apalagi untuk mencabut status PSN dan Obvitnas PT IWIP,” pungkas Julfikar.

kali dilihat