INDEPENDEN, Jakarta --- Sejumlah lembaga menilai pemerintah mengambil langkah prematur dalam pembubaran Hitzbut Tahrir Indonesia. Upaya pemerintah mengambil jalur hukum tidak bisa serta merta dilakukan.
Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Anang Zubaidy mengatakan pembubaran organisasi adalah jalan terakhir yang dapat ditempuh pemerintah setelah putusan pengadilan. “Itupun tidak serta merta,” katanya kepada Kabar Kota. Selengkapnya baca: Pembubaran HTI, Kebijakan Prematur?
Senin lalu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menyampaikan akan mengambil jalur hukum untuk pembubaran HTI karena dinilai bertentangan dengan Pancasila.
Pendapat serupa disampaikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia juga mempertanyakan langkah pemerintah dalam membubarkan organisasi ini. Ketua AJI Indonesia Suwarjono menegaskan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, pembubaran merupakan opsi terakhir.
Ia menegaskan jika pemerintah menilai HTI melanggar ketentuan UU Ormas seperti menyebarkan permusuhan bersifat SARA, melakukan kegiatan separatis, dan menyebarkan paham bertentangan dengan Pancasila, seharusnya pemerintah mengeluarkan surat peringatan terlebih dahulu. Baca: Sebelum Dibubarkan, Aktivitas HTI Harus Diuji Faktual.
Jika organisasi HTI mengacuhkan peringatan pemerintah hingga tiga kali, pemerintah dapat mengambil langkah menghentikan bantuan dana dan melarang berkegiatan selama enam bulan. “Apabila larangan itu diabaikan, barulah pemerintah bisa membawa ke pengadilan,” katanya, “Pemerintah harus membuktikan tindakan HTI melanggar undang-undang.”
Jika langkah tersebut tidak dilakukan, kata Suwarjono, langkah pemerintah dapat dinilai sebagai pelanggaran hak menyatakan pendapat dan berserikat yang dilindungi konstitusi. Jika langkah pemerintah ini dibiarkan, “Sama dengan memberi cek kosong yang itu bisa dipakai secara sewenang-wenang di kemudian hari (pada organisasi lain,red) dengan alasan yang bisa dicari-cari,” katanya di Jakarta, Selasa (9/5).
Selain itu AJI mengkritik tebang pilih pemerintah dan aparat penegak hukum dalam menyikapi organisasi kemasyarakatan lain, yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Seperti mengintimidasi kelompok minoritas, melarang pertunjukkan film, membubarkan diskusi, dan pembacaan puisi.
Di antaranya dilakukan organisasi kepemudaan di Yogyakarta dengan membubarkan pameran lukisan “Aku Masih Utuh dan Kata-Kata Belum Binasa, Tribute to #WijiThukul” karya Andreas Iswinarto di Yogyakarta. Suwarjono menegaskan tindakan pembubaran ini melanggar konstitusi dan seharusnya menjadi dasar hukum pemerintah dan aparat untuk menindak tegas.
Ia mengatakan sikat keras pemerintah terhadap HTI, sebaliknya diikuti dengan pembiaran pada ormas lain yang melakukan pelanggaran HAM dapat membuat publik menilai pemerintah tebang pilih dalam menerapkan kebijakan. “Memancing kecurigaan yang tak perlu soal motif dibalik keluarnya keputusan (pembubaran HTI) ini,” katanya.
Y. Hesthi Murthi