Ruang Berita Perlindungan Anak di Media Perlu Ditambah

Independen -- Pandemi COVID-19  yang cukup panjang membuat sekitar 35.830 anak Indonesia kehilangan satu atau kedua orang tua. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) padabulan Februari 2022, tercatat ada  20.474 anak yang kehilangan ayah dan ada 13.328 anak yang kehilangan ibu.  Sedangkan anak yang yang kehilangan kedua orang tuanya ada  1.664 dan ada  364 anak tidak teridentifikasi kehilangan ayah, ibu atau keduanya.

Anak-anak yang kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya ini kemudian sebagian besar diasuh oleh keluarga inti. Data Kementerian KPPPA menunjukkan bahwa dari 20.474 anak yang kehilangan ayah, sebanyak 18.824 anak diasuh oleh ibu mereka, sementar 11.647 dari total anak yang kehilangan ibu, diasuh oleh ayah mereka.  Sementara anak-anak lainnya (5.000-an anak) diasuh oleh kakek nenek, paman bibi atau institusi seperti panti asuhan.

Hal di atas sesuai dengan prinsip perlindungan anak yang kehilangan orang tua yaitu memprioritaskan pengasuhan anak pada keluarga atau kerabat terdekat. Jika pun harus diserahkan pada panti asuhan atau adopsi pada orang lain, maka Dinas Sosial setempat perlu melakukan penilaian atau assessment tentang kelayakannya.

Anak-anak yang kehilangan orang tua, rentan terhadap masalah-masalah sosial, seperti penelantaran, kekerasan, eksploitasi pekerja anak, sampai ke perdagangan anak. Kementerian PPPA mendata laporan maupun kasus kekerasan pada anak meningkat di masa pandemi COVID-19. Data ini mencakup anak secara keseluruhan, baik yang kehilangan orang tua atau keluarga masih utuh.

Jumlah korban kekerasan pada anak di tahun 2021 tercatat 15.571 anak. Angka ini meningkat dibandingkan pada tahun 2020 jumlah korban sebanyak 12.425 anak dan tahun 2019 sebesar 12.285 anak. Sedangkan dari sisi jumlah laporan yang masuk juga mengalami peningkatan. Tahun 2021 tercatat 14.517 kasus, meningkat tinggi dari tahun 2020 yang laporan masuk sebanyak 11.278 dan tahun 2019 sebesar 11.057 laporan.

Dari survei Changing Childhood (2021), sebanyak 29 persenanak muda di Indonesia mengalami masalah kesehatan mental di masa pandemi COVID-19 ini. Dari hasil survei tersebut, Milen Kidane, Chief Child Protection UNICEF Indonesia, mengingatkan bahwa anak-anak yang kehilangan orang tua juga berpotensi mengalami kesehatan mental. Mereka mengalami perubahan lingkungan, keadaan ekonomi, potensi kekerasan, bullying dll.

Milen menambahkan data dari survei SNPHR (2021), bahwa 3 anak dari 10 anak perempuan Indonesia mengalami kekerasan dalam 1 tahun terakhir. Dan 2 anak dari 10 anak laki-laki mengalami kekerasan dalam 1 tahun terakhir ini. Data-data ini menunjukkan betapa perlu kerja sama banyak pihak untuk memberikan perlindungan pada anak.  

Nahar, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, menyebutkan pemerintah telah melakukan langkah-langkah koordinasi dengan kementerian/lembaga di tingkat pusat maupun daerah, pembagian tugas, melakukan pendataan lewat aplikasi RapidPro PPA dan memetakan sebaran anak yang kehilangan orang tua. Langkah berikutnya melakukan pencegahan agar anak-anak terlindungi dari eksploitasi ekonomi, adopsi illegal, perdagangan anak dan sebagainya. Melakukan pendampingan anak khususnya di masalah ekonomi, hak pengasuhan sampai dengan psikososial. Dan terakhir memberikan pemenuhan kebutuhan spesifik, misalnya kebutuhan dasar seperti kebutuhan pendidikan, kesehatan.

Sementara itu Save the Children sebagai lembaga non pemerintah yang fokus pada masalah anak, juga melakukan pendataan dan memberikan bantuan pada anak-anak yang kehilangan orang tuanya. Bantuan yang diberikan berupa cash transfer dan barang kebutuhan dasar. Menurut Zubedy Koteng, Child Protection Advocacy Specialist Save the Children Indonesia, bantuan sudah diberikan kepada pada 651 anak dari target 1.400 anak. Selain bantuan cash transfer, Save the Children juga memberikan pendampingan psikologis bagi anak-anak yang kehilangan orang tuanya. Program lain adalah melakukan penguatan kapasitas bagi 1.092  pekerja sosial yang bertugas mendampingi anak-anak yang kehilangan orang tua.    

Namun isu perlindungan anak terutama  yang terdampak pandemi COVID-19 ini kurang mendapat perhatian dari media. Berita yang sering muncul adalah kasus-kasus, seperti kekerasan pada anak, eksploitasi anak. Sementara kisah-kisah inspiratif tentang upaya perlindungan anak jarang muncul di pemberitaan. Meskipun kisah-kisah ini penting untuk penguatan upaya perlindungan anak dan mendorong kepedulian masyarakat pada isu ini.

Karena itu media perlu memberi ruang liputan yang lebih banyak pada isu-isu perlindungan anak. Tidak sebatas pada berita singkat yang umumnya mengangkat kasus-kasus, tetapi perlu memberi ruang pada berita mendalam yang mengangkat kisah-kisah inspiratif  dari akar rumput. Sementara itu pemahaman para jurnalis tentang perlindungan anak perlu ditingkatkan, karena masih banyak jurnalis yang kurang menguasai isu ini dan seringkali melanggar Pedoman Pemberitaan Ramah Anak yang ditetapkan oleh Dewan Pers pada tahun 2019.

 

kali dilihat