Sengsara di Balik Gunung Sampah TPA Mamasa

Dari Keindahan Alam Pegunungan yang Tercoreng Bau Busuk Sampah hingga Warga Menutup Paksa TPA di Salubue Mamasa.

 

Penulis : Frendy Christian

Independen.id --- Kabupaten Mamasa dikenal sebagai daerah pegunungan sekaligus destinasi wisata di Provinsi Sulawesi Barat dengan luas wilayah mencapai 3.005,88 km². Namun, di balik keindahan alamnya, masalah sampah yang tidak tertangani dengan baik menjadi momok bagi masyarakat beberapa tahun terakhir. Sampah berserakan di dalam kota karena lambat diangkut petugas, sementara di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang berada di Dusun Salubue, Desa Rantepuang, Kecamatan Mamasa, gunungan sampah terus menimbulkan kesengsaraan warga.

Pada 28 Maret 2025, puluhan pemuda dari Desa Rantepuang dan Melakkena Padang menutup paksa akses masuk TPA. Mereka memprotes tumpukan sampah yang kian menggunung, mencemari lingkungan, dan meresahkan warga termasuk pengguna jalan, sebab lokasi TPA berada tepat di samping jalan umum.

"Sudah menimbulkan lalat dan bau busuk, belum lagi air limbah sampah sering mengalir ke pemukiman warga saat hujan deras. Seharusnya ada analisis dampak lingkungan dari pemerintah sebelum menempatkan TPA di sini," kata Yohanis, salah seorang warga.

Pantauan di lapangan beberapa bulan lalu, kondisi TPA Rantepuang sangat memprihatinkan.Kapasitas TPA dinilai sudah penuh sehingga sampah kerap berhamburan ke badan jalan selain itu, akses jalan menuju TPA rusak parah akibat setiap hari dilalui truk pengangkut sampah. Kondisi ini semakin menambah keresahan warga.

Menyikapi penutupan TPA waktu itu, Bupati Mamasa Welem Sambolangi’ bersama Kepala Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, dan sejumlah anggota DPRD mendatangi lokasi dan berdialog dengan warga. Pemerintah mengakui kondisi TPA sudah over kapasitas dan tidak terkelola dengan baik.

Sebagai langkah sementara, waktu itu pemerintah daerah berjanji akan menambah alat berat untuk memindahkan tumpukan sampah, membangun pagar pengaman di lokasi TPA agar sampah tidak lagi meluber ke badan jalan. Sementara itu, pemerintah daerah juga menargetkan pembangunan TPA baru di Salurano, Kecamatan Tanduk Kalua, sebagai solusi jangka panjang dalam mengatasi persoalan sampah di Mamasa.

 

Perda dan Janji Pemerintah Diabaikan, Warga Kembali Tutup Paksa TPA

Jumat (22/8/2025) siang, warga kembali melakukan aksi penutupan paksa. Warga memasang pagar bambu dan melarang truk masuk untuk membuang sampah. Aksi itu dipicu kekecewaan warga terhadap Pemda Mamasa yang dinilai mengabaikan janji penanganan sampah di TPA Salubue. Pada Maret lalu, dijanjikan akan dilakukan penanganan sementara di lokasi tersebut dan memindahkan TPA ke Desa Salurano, Kecamatan Tandukkalua. Namun hingga kini, janji itu belum terealisasi.

Menurut Koordinator Aksi Yohanis, penutupan dilakukan lantaran tuntutan mereka tidak direspon pemerintah dengan baik, sementara kondisi sampah di dalam TPA dibiarkan terus menggunung tanpa ada penanganan serius.

“Ini sudah keempat kalinya dilakukan aksi penutupan. Tapi sampai sekarang belum ada titik terang dari Pemda Mamasa, meskipun mereka sudah berjanji akan melakukan penanganan,” ujar Yohanis kepada media.

Mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Mamasa Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sampah, pasal 32 ayat (1) dan (2) menegaskan pemerintah daerah wajib menyediakan sarana pemrosesan akhir sampah yang aman bagi kesehatan dan lingkungan, serta melakukan pemrosesan akhir sampah secara layak. Namun ketentuan tersebut dinilai tidak dijalankan di TPA Salubue, karena sampah hanya ditimbun dan dibiarkan menggunung tanpa pengelolaan.

Setelah pertemuan warga dengan Bupati Mamasa di rumah jabatan, TPA akhirnya kembali dibuka. Dalam kesempatan itu, Bupati Welem Sambolangi kembali berjanji akan menyelesaikan persoalan yang selama ini menjadi keluhan warga di TPA Salubue termasuk memindahkan TPA ke Desa Salurano paling lambat minggu kedua September 2025.

annotation

TPA Salubue Over Kapasitas dan Teguran Kementerian Lingkungan Hidup

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Salubue yang dibangun sejak 2004 di atas lahan seluas dua hektare kini dinilai sudah over kapasitas dan tidak layak lagi menjadi lokasi pembuangan sampah. Berdasarkan informasi, setiap harinya ada sekitar 16 kubik sampah masuk ke TPA ini, sebagian besar berasal dari wilayah Kota Mamasa, dengan mayoritas berupa sampah plastik yang butuh puluhan tahun baru bisa terurai.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mamasa, Welem, mengakui kondisi tersebut. Ia menyebut pemerintah daerah harus segera mencari solusi, termasuk memindahkan TPA Salubue ke lokasi baru di Salurano, Kecamatan Tandukkalua.

“Kondisinya memang sudah over kapasitas dan tidak layak. Bahkan kita sudah mendapat sanksi teguran dari Kementerian Lingkungan Hidup,” ujar Welem.

Meski tidak merinci isi surat teguran, ia menyebutkan bahwa peringatan tersebut diterima sejak Juni lalu terkait kondisi TPA Salubue.

Dalam siaran pers pada 10 Maret lalu, Kementerian Lingkungan Hidup menegaskan penghapusan sistem open dumping di seluruh Indonesia. Metode ini dianggap bermasalah karena sampah hanya ditumpuk terbuka tanpa pengamanan. Begitu penuh, lokasi langsung ditinggalkan tanpa pengelolaan.

Larangan itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, khususnya Pasal 29 dan 44, serta Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Praktik open dumping dinilai memicu berbagai masalah lingkungan. Berdasarkan hasil pengawasan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) pada Januari – Februari 2025, mayoritas TPA yang masih menggunakan metode ini menimbulkan dampak serius, di antaranya :

1. Pencemaran lingkungan. Leachate mencemari air tanah dan sungai, mengancam pasokan air bersih.

2. Udara dan iklim. Gas metana dari sampah membusuk berkontribusi terhadap pemanasan global.

3. Kesehatan masyarakat. Risiko penyakit meningkat akibat paparan udara tercemar.

4. Keseimbangan ekosistem. Tumpukan sampah merusak habitat satwa dan menciptakan kawasan tidak layak huni.

Saat ini pemerintah pusat mulai mendorong beberapa langka transformasi sistem pembuangan sampah salah satunya menghapus open dumping dan beralih ke sistem sanitary landfill atau controlled landfill.

 

Lokasi TPA Salubue Diduga Tak Lagi  Syarat Aturan

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Salubue yang dibangun sekitar tahun 2024 dengan luas lahan sekitar dua hektare diduga tidak syarat aturan, lokasinya terlalu dekat dengan permukiman warga dan sejumlah fasilitas umum lainnya.

Hasil penelusuran melalui citra satelit memperlihatkan posisi TPA ini berada tepat di samping jalan umum. Jaraknya hanya sekitar 40 meter dari salah satu rumah penduduk dan sekitar 200 meter dari gedung Sekolah Menengah Pertama Swasta (SMPS). Selain itu, TPA juga sangat dekat dengan lahan perkebunan warga.

Padahal jika merujuk pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 03/PRT/M/2013 Pasal 35 poin E, disebutkan jarak minimum TPA dari permukiman harus satu kilometer. Aturan ini dibuat untuk mencegah risiko pencemaran lindi, bau menyengat, penyebaran vektor penyakit, serta dampak sosial di masyarakat.

Kondisi ini semakin memperkuat keluhan warga yang merasa terganggu dengan keberadaan TPA, karena jaraknya sangat dekat dengan sejumlah fasilitas umum, belum lagi jika TPA yang ada saat ini ditinggalkan begitu saja dan beralih ke TPA yang baru tanpa dilakukan penanganan yang serius dari pihak terkait.

 

kali dilihat