Wajah Halmahera Dihantam Tambang

Oleh: Rifki Anwar 

INDEPENDEN- Pagi itu, Minggu, 22 September 2024, suasana di kawasan Lelilef, Kecamatan Weda Tengah, Halmahera Tengah, tampak sibuk. Sebagai kampung yang berada di wilayah industri tambang, lalu-lalang pekerja menjadi rutinitas sehari-hari. Debu beterbangan, begitu juga bunyi kendaraan saling bersahutan.

Foto 2

Lelilef adalah salah satu kawasan paling terdampak. Kampung ini terletak di pesisir Teluk Weda dan dibagi menjadi dua wilayah administratif, Lelilef Waibulan dan Lelilef Sawai.

Foto 3

Kampung Lelilef, Weda Tengah, masuk Kawasan Industri (KI) Weda Bay Industrial Park (IWIP). Perusahaan ini mulai beroperasi sejak tahun 2018.

Foto 4

Kawasan industri Teluk Weda di Halmahera Tengah masuk dalam proyek strategis nasional (PSN). Industri ini mengelola bahan tambang feronikel dan turunan menjadi baterai untuk kendaraan listrik, stainless steel, fasilitas pendukung, dan smelter. Data Walhi Maluku Utara menyebutkan, sekitar 129 hektar lahan tereklamasi untuk pembangunan industri IWIP di wilayah pesisir.

Foto 6

Pembangunan indutsri tambang turut mengubah wajah kampung. Bangunan indekos dan pemukiman baru pun tumbuh semakin banyak.

Foto 7

Jalan utama di kawasan industri tambang juga terlihat rusak di mana-mana. Jika datang hujan, akan tergenang, namun bila cuaca terik, maka kondisi jalan terlihat sangat berdebu.

Foto 8

Abdullah Ambar (62), nelayan Desa Lelilef ketika itu berdiri di atas perairan Teluk Weda. Ia mengaku, perairan tersebut adalah tempat mencari ikan.

Foto 9

Namun, setelah masuknya tambang, ikan sangat sulit didapat. Abdullah harus berlayar lebih jauh untuk berburu ikan.

Foto 10

Kehadiran industri mengakibatkan banyak nelayan beralih profesi. Mereka akhirnya “gantung jaring” dan memilih bekerja di tempat yang lebih menjanjikan. Di pesisir Teluk Weda, terlihat jaring nelayan terhampar di pantai dan tak lagi dapat digunakan.

Foto 11

Pasar rakyat di kawasan industri tambang pun turut menjual ikan hasil tangkapan nelayan Teluk Weda.

Foto 12

Dampak industri ini tidak hanya terlihat di kampung Lelilef. Namun, juga terasa bagi para petani. Alih fungsi lahan dan aktivitas perusahaan adalah penyebabnya.

Foto 13

Pohon sagu yang menjadi sumber pangan bagi warga Lelilef dan sekitarnya pun turut terkena dampak industri tambang.

Foto 14

Begitu juga dengan Ardian Pata Pata (64), petani di lingkungan Lukulamo. Ia bercerita, hasil kebunnya sudah tak menggembirakan seperti dulu lagi.

Foto 15

Ardian mengambil buah kakao, hasil dari perkebunan miliknya, lalu menunjukkan buah kakao yang tampak rusak. Ia mengaku, salah satunya adalah faktor banjir. Sejak kehadiran perusahaan, wilayah Lukulamo memang menjadi langganan banjir dengan skala besar.

Foto 16

Buah kakao dari perkebunan Ardian sudah tak bisa dipanen lagi. Kondisi ini membuat ia kian merugi.

Foto 17

Nasib serupa sebenarnya banyak dialami para petani di sekitar lingkar tambang. Mereka benar-benar dikepung dan diimpit raksasa tambang IWIP, juga perusahaan tambang lainnya.

*) Foto essay ini merupakan republikasi yang naik di portal halmaheranesia, pada 22 Oktober 2024.  Liputan ini merupakan bagian dari program Fellowship “Mengawasi Proyek Strategis Nasional” yang didukung Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. 

 

kali dilihat