Independen -- May Day merupakan momentum perayaan Hari Buruh Se-dunia memperingati perjuangan buruh untuk mendapatkan kondisi kerja yang lebih baik. Saat ini masih sering terjadi persoalan kondisi kerja yang dialami para pekerja media.
"Pekerja media pada masa pandemi masih dibayang-bayangi dengan upah tidak layak, pemotongan upah hingga pemutusan hubungan kerja (PHK)," kata Sekjen Pewarta Foto Indonesia (PFI), Hendra Eka
Indikator di sejumlah media nasional dan daerah yang membayar upah pekerjanya tidak sesuai dengan kebutuhan minimum menjadi masalah majemuk. Banyak di antara pekerja media baik jurnalis cetak, televisi maupun online dan foto hanya dibayar separuh dari upah mereka.
Selain itu THR saat pandemi hingga sekarang banyak tidak dibayarkan secara utuh dan hanya diangsur tanpa batasan waktu yang jelas. Hal itu jelas bertentangan dengan surat edaran Menaker RI No M/1/HK.04/IV/2022 tentang pembayaran THR.
Belum lagi kasus PHK yang terbaru dialami lebih dari dua ratus pekerja media di BeritaSatu TV yang dikelola oleh PT First Media News. Status pekerja yang di-PHK sebagian besar merupakan pekerja tetap, disusul jurnalis di daerah , dan pekerja outsourcing (alih daya).
"Selain itu kebijakan pemerintah dengan menerbitkan Undang-undang nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan semakin menciptakan hubungan industrial yang menyulitkan pekerja media, " ujar Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Sasmito
Maka pada peringatan May Day 2022 kali ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI) sebagai organisasi profesi jurnalis, serta LBH Pers meminta perusahaan tidak menjadikan pandemi Covid-19 sebagai alasan untuk menunda atau tidak membayar THR, tidak memberikan upah layak, dan melakukan PHK terhadap buruh media.
Perusahaan media harus tunduk dengan surat edaran Menaker RI Nomor M/1/HK.04/IV/2022 tentang pembayaran THR. Di antaranya tidak mengangsur pembayaran.
Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Herik Kurniawan menambahkan tuntutan lain yaitu, "Menghilangkan status tenaga kontrak maupun kemitraan bagi pekerja media yang selama ini bagian dari pekerjaan utama perusahaan media penyaji informasi publik."
Keempat organsiasi ini juga menyerukan agar para pekerja untuk berserikat sebagai alat hubungan industrial yang lebih sehat dengan manajemen perusahaan. (d02)